PEMBANTAIAN MASSAL PKI DI BATOKAN, BANJAREJO
Ketika
Republik Soviet Indonesia diproklamasikan pada tanggal 18 Agustus 1948, laskar
merah bersenjata yang tergabung dalam FDR/PKI segera melakukan aksi-aksi untuk
menguasai pos-pos terpenting. Gerakan mereka telah terencana dengan baik
sehingga dapat berlangsung sangat cepat dan tidak terduga sehingga dalam tempo
singkat mereka telah melumpuhkan pemerintahan resmi, khususnya di daerah
kabupaten Magetan. Dalam aksinya itu, PKI menggunakan para preman,
bandit-bandit, perampok, warok untuk mengacaukan situasi. Perampokan sering
disertai pembunuhan. Kerusuhan semacam ini dibuat di berbagai tempat agar
polisi dan tentara kewalahan mengatasinya. Orang-orang desa dibuat panik dan
diliputi suasana waswas.
Selain
merebut pos-pos militer dan pemerintahan, di kabupaten Magetan FDR/PKI juga
mengincar tokoh-tokoh dari Pesantren Takeran, Pesantren Sabili Mutaqien (PMS),
yang dianggap sabagai musuh mereka. Pesantren itu sendiri dipimpin oleh Kiai
Imam Mursjid Muttaqin, seorang Kiai yang berwibawa di kawasan Magetan.
Pesantren Takeran aktif melakukan penggemblengan fisik dan spiritual. Untuk melatih
ilmu kanuragan ini, Kiai Imam Mursjid Muttaqin dibantu kiai dari Temanggung,
Ponorogo dan Jombang.
Pada
tanggal 17 September 1948, tepatnya hari jumat Pon, Kiai Hamzah ddan Kiai Nurun
dari tulungagung dan Tegalrejo berpamitan pada Kiai Imam Mursjid untuk mengajar
Pesantren Burikan, Banjarejo yang merupakan cabang Pesantren Takeran. Pamitan
kedua kiai ini menerbitkan kegelisahan di hati Kiai Mursjid. Entah bagaimana,
sang Kiai mendapat firasat bahwa akan terjadi sesuatu yang buruk menimpa
keduanya. Firasat tersebut terbukti ketika terdengar kabar bahwa pada hari
Sabtu Wage tanggal 18 September 1948 Pesantren Burikan diserang FDR/PKI. Dalam penyerangan
tersebut tokoh-tokoh pesantren dan santrin, termasuk Kiai hamzah dan Kiai Nurun
yang masih ada di pesantren tersebut, digiring bersama-sama tawanan lain ke
Batokan, berjarak 500m dari pesantren Burikan. Rupanya, di pekuburan Batokan,
Banjarejo, telah dipersiapkan algojo-algojo yang membawa pedang dan pentungan
untuk menghabisi nyawa mereka yang telah diculik. Pada waktu itu Batokan,
banjarejo termasuk daerah Kawedanan Gorang gareng. Di tempat inilah dibantai 16
orang yang kemudian mayatnya dimasukkan ke dalam sumur.
Untuk
mengelabui pihak kepolisian, orang-orang PKI di Gorang Goreng menelpon Polres
magetan, guna meminta bantuan dengan dalih sedang terjadi perampokan. Kepala Polisi
Magetan, Ismiyadi, tanpa curiga segera datang ke Gorang gareng bersama anggota
polisi kasiman, kliwon dan sopir bernama Suparlan. Mereka bertiga menggunakan
mobil jip milik Bupati Magetan M. Ng. Sudibyo. Tiba di perbatasan Desa
Bajarejo, mobil yang membawa Ismiyadi dihentikan beratus-ratus orang PKI yang
dipimpin oleh Dalil. Ia adalah seorang guru sekaligus seorang tokoh PKI
Banjarejo. Polisi R. Ismiyadi semula melawan, tetapi karena kalah jumlah,
mereka akhirnya menyerah. Kemudian R Ismiyadi dan polisi lainnya diarak ke
markas PKI di rumah Kromorejo. Setelah hari gelap, R. Ismiyadi dan anak buahnya
beserta Kiai Hamzah dan Kiai Nurun, serta beberapa orang lainnya dibantai di
pekuburan batokan. Berikut nama-nama korban pembantaian massa di Batokan
1. R.
Ismiyadi (Inspektur Polisi)
2. Marian
(Agen Polisi I)
3. Kliwon
(Agen Polisi II)
4. Kasimin
(Agen Polisi III)
5. Suparlan
(Sopir)
6. Abdul
Malik (Kiai)
7. Hamzah
(Kiai)
8. Nurun
(Kiai)
9. Karto
Siman (Jogoboyo)
10. Karno
(penduduk setempat)
11. Wardi
(penduduk setempat)
Pembunuhan
ini berawal pada hari Jumat, 17 September 1948 sehabis shalat Jumat. Kiai Imam
Mursjid juga diculik oleh FDR/PKI untuk diajak bermusyawarah tentang Republik
Soviet Indonesia. Keberangkatan Imam Mursjid bersama tokoh-tokoh FDR/PKI itu
menimbulkan kegelisahan para santri. Imam Faham, santri yang setia, minta untuk
mendampingi Kiai Imam Mursjid. Sebelumnya orang-orang FDR/PKI mengancam apabila
Kiai Imam Mursjid tidak mau, maka Pesantren Tarekan akan dibakar. FDR/PKI tidak
bersedia melepas Kiai Imam Mursjid, bahkan mereka mengirim kurir minta Kiai
Muhammad Noer, sepupunya, agar menjemput Kiai Imam Mursjid. Kiai Imam Noer
secara diam diam mendatangi sendiri markas FDR/PKI di Gorang Gareng yang
terletak 6 km di sebelah Barat Takeran. Akhirnya, kedua kiai itu dibawa dan
disekap di Gorang Gareng. Penangkapan tokoh-tokoh pesantren berlanjut terhadap
dari Ustadz Ahmad Baydawy, Muhammad Maidjo. Mereka akhirnya tidak kembali dan
menjadi sasaran pembantaian
Ngeri sejarah itu dan aku belum lahir waktu itu
ReplyDelete