PERANG SALIB
Perang Salib merupakan perang untuk memperebutkan Yerusalem. Perang ini kemudian meluas menjadi konflilk antar agama paling dahsyat sepanjang sejarah. Dimulai sejak kaum Kristiani yang direstui Paus atas nama agama Kristen berusaha merebut kembali wilayah Yerusalem dan “Tanah Suci” dari kekuasaan Islam. Perang ini berlangsung selama beberapa periode dari abad ke-9 hingga abad ke-16 M. Perang Salib pertama dilancarkan pada tahun 1095 oleh Paus Urban II dan berakhir pada tahun 1291.
Salahudin al-Ayyubi
Perang ini
mencuatkan nama Salahuddin al-Ayyubi dan Richard “The Lion Heart” sebagai pahlawan di kedua belah pihak. Perang ini
sedikit banyak memberikan pengaruh dalam mengantarkan Eropa menuju jaman
Renaisans. Hingga saat ini, istilah Perang Salib masih dipakai untuk
menunjukkan konflik antar agama yang berlangsung hingga saat ini.
Benih-Benih Permusuhan
Menurut
beberapa ahli sejarah, Perang Salib berawal dari benih-benih permusuhan kaum
Kristiani terhadap umat Islam, setelah Dinasti Saljuk dapat merebut Baitul
Maqdis pada tahun 471 H. Kaum Kristiani merasa kesulitan dalam melakukan ziarah
ke tanah sucinya. Hal ini ditunjukkan dengan adanya rombongan peziarah di bawah
pimpinan Mitaz pada tahun 1064M. Yang memimpin 7.000 peziarah bersenjata
lengkap, lantaran termakan isu bahwa penguasa Yerusalem (waktu itu Bani Saljuk)
telah melakukan penganiayaan terhadap para peziarah yang beragama Kristen. Hal
inilah yang membuat para peziarah menjadi cemas sehingga mereka wajib
mempersenjatai diri ketika berziarah.
Maka untuk
memperoleh kembali keleluasaannya, Paus Urbanus berseru kepada kaum Kristiani
di Eropa untuk melakukan perang suci, yaitu memerangi kaum Muslimin di
Palestina secara berulang-ulang dengan tujuan membersihkan tanah suci mereka
(Yerusalem). Perang ini kemudian dikenal dengan Perang Salib. Adapun perang
salib dapat dibagi menjadi beberapa periodisasi.
Restu dewan gereja besar peranannya dalam terjadinya "Perang Salib"
1.
Perang Salib I (1094-1144)
Kondisi darurat di Byzantium
memaksa Kaisar Alexius I meminta pertolongan kepada Paus Urbanus II untuk membantu
Kekaisaran Byzantium dari serangan tentara Seljuk. Sebelumya, pada 1071,
kekaisaran Byzantium dikalahkan oleh pasukan Seljuk yang dipimpin oleh Sultan
Alp Arselan di Manzikert. Saat itu kekuatan Islam yang diperkirakan hanya
berjumlah 15.999 prajurit berhasil mengalahkan 40.000 tentara Romawi. Kekalahan
tersebut mengakibatkan hampir seluruh wilayah Asia Kecil (sekarang Turki)
dikuasai Islam.
Pada 1903 dan 1904 kaisar
Byzantium kembali mengirim surat kepada Paus Urbanus II di Romawi Barat. Saat
konsili (pertemuan) yang diadakan di kota Clermony-Ferrand (Prancis Tengah),
Paus Urbanus II mendengungkan pidato dengan berapi-api, ia mengimbau kedapa
orang-orang Kristen Barat agar membantu Byzantium. Konon karena begitu
hikmatnya pidato Paus saat itu, sampai-sampai orang yang mendengar pidato Paus
berseru “Deus lo volt”, yang artinya Allah menghendaki.
Paus Urbanus II ketika mendengungkan pidato "Deus lo Volt
Periode pertama Perang Salib
disebut sebagai periode penaklukan. Jalinan kerja sama antar Kaisar Alexius I
dan Paus Urbanus II, berhasil membangkitkan semangat umat Kristen. Terlebih
setelah pidato Paus Urbanus II yang intinya kewajiban untuk melakukan Perang
Salib bagi umat Kristiani sehingga terbentuk kaum Salibin.
Harus diketahui, bahwa sebenarnya
terjadi pertentangan antara gereja Katolik Barat dengan gereja Orthodox Timur.
Meski begitu, seruan dari Paus bukan saja untuk mempertahankan kekaisaran
Byzantium tetapi juga untuk kembali Yerusalem. Sejak Seljuk menguasai Yerusalem
(setelah mengalahkan dinasti Islam lainnya, Fathimiyah) pada 1078, umat Kristen
tidak lagi bebas untuk beribadah.
Setelah pasukan Salib gelombang
pertama bersiap. Mereka pun bergegas melalui sungai Rhein dan Donau menuju arah
tenggara dengan tujuan Yerusalem. Pasukan ini dikenal kejam,, di perjalanan
mereka juga membunuh orang-orang Yahudi. Mereka berhasil mengusir bala tentara
Islam dari wilayah Eropa Timur. Namun, sesaat setelah menyeberang ke Asia
Kecil, pasukan ini dikalahkan oleh pasukan Seljuk. Sisa-sisa tentara Salib lalu
kembali dan bergabung dengan kelompok kesatria Salib lain dari Inggris, Prancis
dan Italia Selatan (Normandia) di Konstantinopel pada 1097.
Ilustrasi kekejaman Perang Salib
Tindakan keji orang-orang Eropa
Barat ini megejutkan kaisar Byzantium sendiri. Akhirnya kaisar mengikat
perjanjian dengan para ksatria Salib bahwa mereka harus taat kepada kaisar
Byzantium selama berada di wilayah Eropa Timur. Paska kesepakatan, pasukan
Salib bergegas menuju Yerusalem. Para ksatria Salib secara iman dan gereja
terikat pada Paus di gereja Roma, namun secara wilayah tunduk pada kekaisaran
Byzantium. Jadi, di Eropa ada dua golongan, yakni golongan orang-orang Eropa
Barat yang mengabdi pada Roma dan golongan orang-orang yang mengabdi pada
kekaisaran Byzantium.
Seperti yang sudah dijelaskan di
awal, bahwa kekaisaran Byzantium (Gereja Ortodoks Timur) sebenarnya memiliki
hubungan yang baik dengan orang-orang Islam Arab. Hanya saja setelah Seljuk
berhasil mengalahkan dinasti Fathimiyah, hubungan antara Islam dan Kristen
tidak seharmonis dulu.
Setelah melewati beberapa
pertempuran di Asia kecil, pasukan Salib tiba di Yerusalem pada bulan Juni
1099. Pengepungan terjadi beberapa minggu hingga akhirnya mereka berhasil
menguasai Yerusalem, namun tidak berhasil menduduki Damsyik dan Aleppo. Banyak
rakyat beragama Islam dan Yahudi dibunuh. Para pemimpim tentara Salib kemudian
mendirikan kerajaan Yerusalem (1099-1187) dan membuat basis di tiga negara,
yakni Antiokhia, Edessa dan Tripoli. Sesuai kesepakatan dengan kaisar
Byzantium, secara resmi, (wilayah) kerajaan Yerusalem berada di bawah
Byzantium, sedangkan iman dan gereja berada di bawah Paus di Roma.
Pengepungan Yerusalem
Rupanya perubahan perlahan terjadi
setelah orang-orang Eropa Barat menetap di wilayah timur, mereka mampu
menyesuaikan diri dengan lingkungan timur (Arab-Turki). Keseimbangan dan
keharmonisasi pelan-pelan timbul di antara orang-orang Kristen dengan
orang-orang Islam. Bahkan Raja Yerusalem yang pertama, Baldwin I mengganti
pakaianya dengan pakaian ala timur. Ia juga memelihara janggut dan makan sambil
duduk di atas permadani di lantai.
Jika terjadi peristiwa yang tidak
diinginkan, hal itu mungkin dilakukan oleh pendatang baru dari Eropa Barat yang
masih fanatik. Pernah seseorang amir Arab sedang melakukan ibadah shalat di
masjid Al- Aqsa ia diserang oleh sorang prajurit, namun sekelompok orang
kristen yang sudah lama menetap di sana segera menangkap dan mengusir si
prajurit tersebut. Lalu mereka meminta maaf pada sang amir sambil menerangkan
bahwa orang itu baru saja datang dari Eropa Barat.
2.
Perang Salib II (1144-1193)
Perang Salib kedua diumumkan oleh Paus Eugenius III dan merupakan Perang Salib
pertama yang dipimpin oleh raja-raja Eropa yaitu Louis VII dari Prancis
Imbas dari keberhasilan pasukan
Eropa pada Perang Salib I adalah didirikannya kerajaan Yerusalem, kerajaan
Antiokhia, kota Edessa dan kota Tripoli. Jatuhnya Edessa pada 1145 ke penguasa
Islam kembali membuat Eropa Barat mengirim bala pasukan Salib. Seorang Rahib
termasyhur pada zaman itu, bernama Bernard dari Clairvaux menyerukan kepada
orang-orang Kristen di Eropa Barat untuk kembali berperang.
Pasukan Salib gelombang dua ini
adalah pasukan pertama yang dipimpin oleh raja-raja, antara lain Louis VII
(Raja Prancis) dan Konrad III (Kaisar Jerman). Bangsawan-bangsawan Eropa lain
ikut terlibat.
Dalam perang Salib edisi kedua
ini, hubungan antara pasukan Salib dengan Byzantium mulai renggang karena Louis
VII menentang kesepakatan dengan Byzantium. Misi ke Timur pasukan Salib adalah
untuk melindungi orang Kristen Barat yang datang menetap di Palestina. Pada
1148 Kondrad III jatuh sakit dan tentaranya bergabung dengan pasukan Prancis di
Yerusalem. Louis VII melakukan penyerangan guna berusaha merebut Damsyik dan
Askalon dari tangan penguasa Islam, namun tidak berhasil. Peperangan besar
kemudian mengalami masa jeda hingga munculnya Salahudin bin Ayyub
Peta Perang Salib
3.
Perang Salib III (1193-1291)
Pada tahun 1171 Sultan Mesir,
Salahuddin dari Dinasti Ayyubiyah berhasil mempersatukan Mesir dan Suriah. Ia
kemudian memusatkan kekuatan ke Yerusalem dan berhasil menguasai kota tersebut
pada 1187. Pasukannya lalu menyebar ke utara dan merebut semua ibu kota dari
negara-negara tentara Salib.
Perang Salib pada periode ini
dikenal juga dengan perangnya para raja. Pimpinan tentara Salib adalah Kaisar
Jerman Friedrich Barbarossa (jenggot Merah), Raja Inggris Richard The Lion
Heart (Hati Singa), dan Raja Prancis Philip II August (Agung). Tentara Salib
berhasil merebut kota Akko di Palestina. Richard the Lion Heart berhasil
mengikat perjanjian dengan Saladin. Di mana dalam perjanjian tersebut,
orang-orang Kristen diperbolehkan tinggal di daerah pesisir antara Tyrus dan
Jaffa dan Yerusalem boleh dikunjungi peziarah secara bebas.
Raja Philip II August
Namun tentara Salib kali ini
rupanya memiliki kepentingan sendiri-sendiri, tidak lain adalah untuk
memperluas daerah jajahan. Perselisihan kerap terjadi di antara para pemimpin
perang Salib. Sesudah Kaisar Friedrich mati tenggelam dan Richard tertawan,
Raja Philip II malah bergegas kembali ke Prancis untuk menyerang Inggris.
Periode ini lebih dikenal dengan
periode perang saudara kecil-kecilan. Hal ini disebabkan karena tujuan untuk
membebaskan Baitul Maqdis seolah-olah dilupakan, ternyata tentara Sallibin
mengubah haluan menuju Konstantinopel.
Meskipun demikian ada hikmah yang
sangat besar, yang kelak menjadi inspirasi kelahiran Renaisance di Barat.
4.
Perang Salib IV (1202-1206)
Tentara Salib berpendapat bahwa
jalan untuk merebut kembali Baitul Maqdis adalah harus dikuasai terlebih dahulu
keluarga Bani Ayyub di Mesir yang menjadi pusat persatuan Islam ketika itu.
Oleh karena itu kaum Salibi memusatkan perhatian dan kekuatannya untuk
menguasai Mesir.
Pertempuran dalam rangka penaklukan Yerusalem
Akan tetapi Perang Sallib IV ini
dilakukan atas kerja sama dengan Venesia dan bekas kaisar Yunani. Tentara Salib
menguasai Konstantinopel (1204 M) dan mengganti kekuasaan Byzantium dengan
kekuasaan latin di sana. Pada waktu itu Mesir diperintah oleh Sultan Salib,
maka dikuatkanlah perjanjian dengan orang-orang Kristen pada tahu 1203-1204 M
dan 1210-1211 M. Isi perjanjian itu adalah mempermudah orang Kristen berziarah
ke Baitul Maqdis dan menghilangkan permusuhan antara kedua belah pihak.
5.
Perang Salib V (1217-1221)
Perang Salib V adalah upaya
merebut kembali Yerusalem dan seluruh wilayah Tanah Suci lainnya dengan
pertama-tama menaklukan Dinasti Ayyubiyyah yang kuat di Mesir. Mereka bekerja
sama dengan pasukan Seljuk dan berhasil menduduki Damietta di pantai Mesir pada
1219. Namun selang dua tahun, pasukan Salib menyerah setelah mendapat serangan
dari Sultan Mesir, Al-Kamil. Al-Kamil sepakat untuk mengadakan perjanjian
perdamaian delapan tahun dengan Mesir.
Pada masa ini pewaris tahta
Yerusalem raja Frederich II bertikai dengan Paus. Kaisar memilliki pengetahuan
tentang Islam, ia menguasai bahasa Arab sehingga oleh para pendukung Paus ia
dilukiskan sebagai seorang murtad. Ia pun berhasil merebut kembali Yerusalem
tanpa pertempuran. Frederich II berhasil membuat perjanjian dengan Sultan Mesir
Al-Kamil dan mendapat kekuasaan di Bethlehem dan Nazareth. Saat ia dinobatkan
menjadi raja Yerusalem. Para wakil gereja dari Roma tidak hadir.
Kaisar Frederich II berhasil menaklukan Yerusalem tanpa terjadi peperangan
namun dengan perjanjian damai
6.
Perang Salib VI (1228-1229)
Perang Salib VI dipimpin oleh
Frederick II dari Hobiens Taufen, Kaisar Jerman dan Raja Italia. Ia kemudian
menjadi raja muda Yerusalem lantaran berhasil menguasai Yerusalem tidak dengan
perang tapi dengan perjanjian damai selama 10 tahun dengan Sultan Al-Malikul
Kamil, keponakan Shalahudin al-Ayyubi. Namun 14 tahun kemudian yakni 1244
kekuasaan diambil alih Sultan Al-Malikul Shaleh Najamuddin Ayyub beserta Kallam
dan Damsyik.
Pasukan Salib
7.
Perang Salib VII (1248-1254)
Peperangan ini dipimpin oleh Raja
Louis IX dari Prancis pada tahun 1248. Namun, pada tahun 1249 tentara Salib
berhasil menguaasai Damietta (Damyat). Di masa inilah pemimpin angakatan perang
Islam, Malikul Shaleh meninggal kemudian digantikan putranya Malikul Asraff
Muzafaruddin Musa. Ketika Louis IX gagal merebut Antiock yang dikuasai Sultan
Malik Zahir Bay Bars pada tahun 1267/1268, lalu hendak merebut Tunis, ia
beserta pembesar-pembesar pengiringnya ditawan oleh pasukan Islam pada 6 April 1250
dalam satu pertempuran di Perairan Mesir. Setelah membayar uang tebusan, mereka
pun dibebaskan oleh tentara Islam dan kembali ke Negerinya.
Louis IX dibebaskan tentara Islam setelah ditawan dalam kekalahannya
perang di wilayah berair Mesir
8.
Perang Salib VIII (1270-1272)
Dalam Perang Sallib VIII tanggal
25 Agustus 1270 ini Louis IX telah terbunuh. Akhirnya pada tahun 1492, Raja
Ferdinad dan Ratu Isabella sukses mengusir umat Islam di Granada, Andalusia.
Riwayat lain juga menjelaskan bahwa Perang Salib VIII ini tidak sempat
terbentuk karena kota terakhir yakni Aere yang diduduki tentara Salib justru
berhasil dikuasai oleh Malikul Asyraf (putra Malikul Shaleh).
Dengan demikian terkuburlah Perang
Salib oleh Perang Sabil. Tetapi meskipun perang konvensional dan frontal itu
sudah berakhir secara formal, namun sesungguhnya perang jenis lain yang
kualitasnya lebih canggih terus saja berlangsung seiring dengan kemajuan jaman.
Yang menarik untuk dikaji adalah
Yerusalem bagi banyak ahli sejarah dilihat sebagai faktor yang cukup dominan
dalam penggagasan Perang Salib. Meski begitu, faktor ini kelihatannya cukup
sepele dan sederhana jika melihat upaya pengamanan peziarah yang dikedepankan
dalam menggagas perang salib tersebut. Terutama jika dibandingkan dengan
perngorbanan daya dan dana yang dibutuhkan untuk ekspedisi militer pada waktu
itu.
Tidak dapat disangkal bahwa kelam
dari peristiwa tragedi kemanusiaan yang berkepanjangan ini telah memberi
kontribusi yang signifikan dalam kelanjutan hubungan dan perjumpaan pengikut
kedua agama besar ini di dunia. Perang Salib yang berlangsung lebih kurang dua
abad membawa akibat yang sangat berarti bagi perjalanan sejarah dunia. Antara
lain, Perang Salib menjadi penghubung bagi bangsa Eropa mengenali Dunia Islam
secara lebih dekat, sehingga kontak hubungan antara Barat Timur semakin dekat.
Selain itu, kemajuan illmu
pengetahuan dan tata kehidupan masyarakat Timur yang maju menjadi daya dorong
pertumbuhan intelektual bangsa Barat yakni Eropa sehingga mempunyai andil yang
sangat besar dalam melahirkan era Renaisans di Eropa.
Masjid di Cordoba, Spanyol yang pernah beralih fungsi sebagai gereja setelah Perang Salib
info menarik
ReplyDelete