PERANG BADAR
Perang Badar merupakan perang
besar pertama dalam sejarah Islam. Terjadi pada tahun 624 M, dimana kaum Muslim
melawan pasukan Quraisy yang jumlahnya tiga kali lebihh banyak. Waktu itu
pasukan Musllim yang bersenjatakan hanya 8 pedang, meiliki pasukan berjumlah
313 orang, 70 ekor unta, 2 ekor kuda, itu berarti bahwa mereka harus berjalan
selama perang. Jika pun ingin berkendara, harus ada tiga atau sampai empat
orang duduk di atas satu unta. Sementara pihak pasukan Quraisy terdiri atas
1000 pasukan bersenjata lengkap, 700 ekor unta dan 100 ekor kuda.
Sebelum terjadi pertempuran ini,
kaum Muslim dan penduduk Mekah sudah terlibat dalam beberapa kali konfllik
bersenjata skala kecil antara akhir tahun 623 M sampai dengan awal 624 M dan
konflik bersenjata tersebut mencapai puncak pada Perang Badar.
Genderang peperangan sebenarnya
sudah ditabuh sejak Muhammad mengumandangkan risalah dakwah di Mekah. Kaum
Quraisy tidak terima dengan ajaran yang dibawa Muhammad, hingga mulai menyerang
bahkan mengatakan menghalalkan darah kaum Muslimin dan harta bendanya.
Khususnya kaum Muhajirin.
Latar Belakang
Pada awal peperangan, Jazirah Arab
dihuni oleh suku-suku yang berbicara dalam bahasa Arab. Beberapa di antaranya
adalah suku Badui, bangsa Nomad pengembala yang terdiri dari berbagai macam
suku. Beberapa adalah suku petani yang tinggal di oasis daerah utara atau
daerah yang lebih subur di bagian selatan (sekarang Yaman dan Oman). Mayoritas
bangsa Arab menganut kepercayaan politeisme. Beberapa suku juga memeluk agama
Yahudi, Nasrani (termasuk paham Nestoriani), dan Zoroastrianisme.
Nabi Muhammad lahir di Mekah
sekitar tahun 570 dari keluar Bani Hasyim dari suku Quraisy. Ketika berumur 40
tahun, ia mengalami pengalaman spiritual yaitu menerima wahyu ketika sedang
menyepi di suatu gua, yakni Gua Hira di luar kota Mekah. Ia mulai berdakwah
kepada keluarganya dan setelah itu baru berdakwah kepada umum. Dakwahnya ada
yang diterima dengan baik tapi lebih banyak yang ditentang.
Pada periode ini, Muhammad
dilindungi oleh pamannya Abu Thalib. Ketika pamannya meninggal dunia sekitar
tahun 619, kepemimpinan Bani Hasyim diteruskan kepada salah seorang musuh
Muhammad, yaitu Amr bin Hisyam atau Abu Jahal, yang mengilangkan perlindungan
kepada Muhammad serta meningkatkan penganiayaan terhadap komunitas Muslim.
Pada tahun 622 dengan semakin
meningkatnya kekerasan terbuka yang dilakukan kaum Quraisy kepada kaum Muslim
di Mekah, Muhammad dan banyak pengikutnya hijrah ke Madinah. Hal ini menandai
dimulainya kedudukan Muhammad sebagai pemimpin suatu kelompok dan agama.
Ghazawat
Setelah kejadian hijrah,
ketegangan antara kelompok masyarakat di Mekah dan Madinah semakin memuncak dan
pertikaian terjadi pada tahun 623 ketika kaum Muslim memulai beberapa serangan
(sering disebut Ghazawat adalah penyerangan sekaligus pengambilan barang
jarahan yang dilakukan suku Badui terhadap suku lawan atau pedagang kaya yang
melintas di sekitar daerahnya.
Kaum muslim mempunyai posisi yang
bagus untuk melakukan hal ini, karena Madinah terletak di antara rute utama
perdagangan Mekah. Meskipun kebanyakan kaum Muslim berasal dari kaum Quraisy
juga, mereka yakin akan haknya untuk menjarah dari para pedagang Quraisy Mekah
tesebut karena telah mengeluarkan mereka dari Suku dan kaumnya sendiri, sebuah
penghinaan dalam kebudayaan Arab yang sangat menjunjung tinggi kehormatan.
Selain itu, di Arabia saat itu
sudah menjadi suatu kebiasaan bagi suku-suku yang miskin untuk menyerang
suku-suku yang kaya. Hal ini berarti paluang bagi komunitas Muslim untuk
mendapatkan bagi mereka kebebasan secara ekonomi di Madinah, meskipun secara
politik belum aman. Kaum Quraisy Mekah jelas-jelas mempunyai pandangan lain
terhadap hal tersebut, karena mereka melihat kaum Muslim sebagai penjahat dan
juga ancaman terhadap lingkungan dan kewibawaan mereka.
Pada akhir tahun 623 dan awal
tahun 624, aksi ghazawat kaum Muslim semakin sering terjadi di mana-mana. Pada
bulan September 623, Muhammad memimpin sendiri 200 orang kaum Muslim melakukan
serangan yang gagal terhadap rombangan besar kafilah Mekah. Tak lama setelah
itu, kaum Quraisy Mekah melakukan serangan balasan ke Madinah, meskipun tujuan
sebenarnya hanyalah untuk mencuri ternak kaum Muslim.
Pada bulan Januari 624, kaum
Muslim menyerang kafilah dagang Mekah di dekat daerah Nakhlah, hanya 40
kilometer di luar kota Mekah, membunuh seorang penjaga dan akhirnya benar-benar
membangkitkan dendam di kalangan kaum Quraisy mekah. Terlebih lagi dari sudut
pandang kaum Quraisy mekah, penyerangan itu terjadi pada bulan Rajab, bulan
yang dianggap suci oleh penduduk Mekah. Menurut tradisi mereka, dalam bulan ini
peperangan dilarang dan gencatan senjata seharusnya dijalankan. Berdasarkan
latar-belakang inilah akhirnya pertempuran Badar terjadi.
Prediksi Abu Sufyan
Waktu itu Abu Sufyan terkenal
sebagai seorang yang begitu ambisius dan cerdik. Ia selalu memperhitungkan
segala macam kemungkinan dan risiko yang dapat terjadi. Ia tahu benar apa yang
telah dilakukan penduduk Quraisy terhadap kaum Muslimin selama ini. Ia pun
begitu menyadari akan kekuatan umat Islam yang semakin hari semakin mengalami
peningkatan dan perkembangan.
Abu Sufyan mengorek informasi dari
setiap rombongan orang yang ditemuinya sebagai bukti kekhawatirannya atas perdagangannya berikut harta orang-orang
Quraisy yang dibawanya. Hingga akhirnya ia mendengar kabar dari beberapa orang
yang ditemuinya bahwa Muhammad telah memobilisasi pasukannya untuk mencegat
rombongan yang sedang membawa harta perdagangan.
Mendengar hal ini, ia pun segera berhati-hati
dan mengambil jalur perjalanan yang lain serasa mengirim utusan kepada penduduk
Quraisy yang ada di Mekah untuk meminta bantuan. Segera saja kaum Quraisy Mekah
mempersiapkan pasukan sejumlah 900-1.000 orang untuk melindungi kelompok dagang
tersebut. Banyak bangsawan kaum Quraisy Mekah yang turut bergabung. Termasuk di
antaranya Amr bin Hisyam, Walid bin Utbah, Syaibah bin Rabi’ah dan Umayyah bin
Khalaf.
Dalam Perang Badar tersebut,
Muhammad memimpin pasukannya sendiri dan membawa banyak panglima utamanya,
termasuk pamannya Hamzah dan para calon khalifah di masa depan, yaitu Abu Bakar
ash-Shiddiq, Umar Bin Khattab dan Ali bin Abi Thalib.
Perang Badar sendiri diambil dari
nama tempat berlangsungnya perang, yaitu sumur Badar yang terletak di lereng
yang landai di bagian timur suatu lembah yang bernama Yalyal. Bagian barat
lembah dipagari oleh bukit besar bernama Aqanqal.
Pertempuran diawali dengan majunya
pemimpin-pemimpin kedua pasukan untuk berperang tanding. Tiga orang Anshar maju
dari barisan Muslin, akan tetapi diteriaki agar mundur oleh pasukan Mekah, yang
tidak ingin menciptakan dendam yang tidak perlu dan menyatakan bahwa mereka
hanya ingin bertarung melawan Muslim Quraisy. Karena itu, kaum Muslimin
kemudian mengirimkan Ali, Ubaidah bin al-Harits dan Hamzah. Para pemimpin
Muslim berhasil menewaskan pemimpin. Pemimpin Mekah dalam pertarungan tiga
lawan tiga, meskipun Ubaidah mendapat luka yang mematikan.
Selanjutnya kedua pasukan mulai
melepaskan anak panah ke arah lawannya. Dua orang Muslim dan beberapa orang
Quraisy yang tidak jelas jumlahnya tewas. Sebelum pertempuran berlangsung,
Muhammad telah memberikan perintah kepada kaum Muslim agar menyerang dengan
senjata-senjata jarak jauh mereka dan bertarung melawan kaum Quraisy dengan
senjata-senjata jarak pendek hanya setelah mendekat.
Setelah itu ia memberikan perintah
untuk maju menyerbu, sambil melemparkan segenggam kerikil ke arah pasukan
Mekah. Suatu tindakan yang mungkin merupakan suatu kebiasaan masyarakat Arab
dan berseru “kebingungan melanda mereka”. Pasukan muslim berseru “Ya Manshur,
amit!!” dan mendesak barisan-barisan pasukan Quraisy.
Bagi kaum Muslim, pertempuran ini
sangatlah berarti karena merupakan bukti pertama bahwa mereka sesungguhnya
berpeluang untuk mengalahkan musuh mereka di Mekah. Mekah saat itu merupakan
salah satu kota terkaya dan terkuat di Arabia jaman jahiliyah. Kemenangan kaum
Muslim juga memperlihatkan kepada suku-suku Arab lainnya bahwa suatu kekuatan
baru telah bangkit di Arabia, serta memperkokoh otoritas Muhammad sebagai
pemimpin atas berbagai golongan masyarakat Madinah yang sebelumnya sering
bertikai.
Akhirnya Perang Badar berakhir
dengan kemenangan mutlak kaum muslimin. Banyak kaum Quraisy yang tewas,
sementara sisanya lari bercerai-berai. Salah satu yang tewas dari pihak Quraisy
adalah Amr bin Hisyam alias Abu Jahal. Perang Badar juga menjadi titik balik
perkembangan Islam dari segi militer. Kemenangan kaum Muslimin ini pun bergema
di seluruh Semenanjung Arab.
Imam Bukhari memberikan keterangan
bahwa dari phak Mekah 70 orang tewas dan 70 orang tertawan. Hal ini berarti
15%-16% pasukan Quraisy telah menjadi korban. Kecuali bila ternyata jumlah
pasukan Mekah yang terlibat di Badar jauh lebih sedikit. Korban pasukan Muslim umumnya dinyataka sebanyak
empat belas orang tewas yaitu sekitar 4% dari jumlah mereka yang terlibat
peperangan.
Perang Badar dalam Film
Sumber-sumber tidak menceritakan
mengenai jumlah korban luka-luka dari kedua belah pihak dan besarnya selisih
jumlah korban keseluruhan antara kedua belah pihak. Hal ini menimbulkan dugaan
bahwa pertempuran berlangsung dengan sangat singkat dan sebagian besar pasukan
Mekah terbunuh ketika sedang bergerak mundur.
Dampak Lanjutan
Pertempuran Badar sangatlah
berpengaruh atas munculnya dua orang tokoh yang akan menentukan arah masa depan
Jazirah Arabia di abad selanjutnya. Tokoh pertama adalah Muhammad, yang dalam
semalam statusnya berubah dari seorang buangan dari Mekah, menjadi salah
seorang pemimpin utama.
Gunung Badar, tempat terjadinya Perang Badar
Menurut Karen Armstrong, selama
bertahun-tahun Muhammad telah menjadi sasaran pencemohan dan penghinaan, tetapi
setelah keberhasilan yang hebat dan tak terduga itu, semua orang di Arabia mau
tak mau harus menanggapinya secara serius.
Marshall Hodgson menambahkan bahwa
peristiwa di Badar memaksa suku-suku arab lainnya untuk mengaggap umat Muslim
sebagai salah satu penantang dan pewaris potensial terhadap kewibawaan dan
peranan politik yang dimiliki oleh kaum Quraisy.
Kemenangan di Badar juga membuat
Muhammad dapat memperkuat posisinya sendiri di Madinah. Segera setelah itu, ia
mengeluarkan Bani Qainuqa’ dari Madinah, yaitu salah satu suku Yahudi yang
sering mengancam kedudukan politiknya. Pada saat yang sama, Abdullah bin Ubay,
seorang Muslim pemimpin Bani Khazraj dan penetang Muhammad, menemukan bahwa
posisi politiknya di Madinah benar-benar melemah. Selanjutnya, ia hanya mampu
memberikan penentangan dengan pengaruh terbatas kepas Muhammad.
Tokoh lain yang mendapat
keberuntungan besar atas terjadinya Pertempuran Badar adalah Abu Sufyan. Kematian
Amr bin Hisyam, serta banyak bangsawan Quraisy lainnya telah memberikan Abu
sufyan peluang, yang hampir seperti direncanakan, untuk menjadi pemimpin bagi
kaum Quraisy
Sebagai akibatnya, saat pasukan
Muhammad bergerak memasuki Mekah 6 tahun kemudian, Abu Sufyan menjadi tokoh
yang membantu merundingkan penyerahannya secara damai. Abu Sufyan akhirnya
menjadi pejabat berpangkat tinggi dalam Kekhalifahan Islam dan anaknya Muawiyah
kemudian melanjutkan dengan mendirikan kekhalifahan Umayyah
Perkembangan agama Rasulullah berkembang pesat hingga bumi Nusantara
mantap
ReplyDelete