REPUBLIK SOVIET INDONESIA
Jumat
malam tanggal 18 September 1948, seperti biasa penduduk kota Madiun tidak bisa
tidur nyenyak karena sejak beberapa hari sebelumnya keadaan Madiun genting. Hari
mereka selalu diselimuti perasaan takut terhadap bahaya yang setiap kali dapat
datang dengan tiba-tiba. Berita. Berita-berita tentang penculikan dan
pembunuhan secara biadab sangat mempengaruhi perasaan hati masyarakat Madiun. Berkebalikan
dengan kegelisahan penduduk dan suasana kota yang sunyi senyap. Markas Brigade
29 justru dipenuhi oleh kesibukan tidak biasa. Demikian pula di markas-markas
kesatuan FDR lainnya. Mereka sibuk mempersiapkan perlengkapan dan senjata yang
tentunya untuk keperluan dinas mereka yaitu perang, suatu tugas maut yang paling
menarik pada masa revolusi fisik.
Di
kantor komandan, para perwira tengah sibuk menentukan siasat yang paling jitu
bagi pergerakan pasukannya. Sedang di luar kantor, para prajurit dan pemuda
dalam jumlah besar menanti instruksi dengan perasaan gusar. Seluruh anggota
pasukan yang ada di tempat tersebut berpakaian tempur lengkap. Mereka duduk
berkelompok sembari berbicara dengan rekam di sekeliling. Beberapa pemuda
dengan penuh semangat membicarakan aksi yang akan mereka lakukan. Satu dua di
antaranya mondar-mandir dalam keasaan siaga. Mereka sedang diistirahatkan
sebagai persiapan menjalankan tugas yang sangat penting. Demikian pula setiap
kesatuan yang berada di bawah pengaruh FDR telah terkonsinyir seolah-olah
Madiun akan mengalami serbuan musuh.
Menjelang
pukul 02:00 malam hari pasukan-pasukan tersebut telah berada di tempat yang
telah ditentukan. Semuanya siap dengan senjata di tanga. Suasanan masih tetap
sunyi, hanya sebentar-sebentar dipecahkan oleh suara kendaraan yang melintas di
jalan raya. Lonceng jam dinding berbunyi dua kali. Tiba-tiba terdengar suara
tembakan dari laras pistol, kemudian disusul dengan tembakan-tembakan yang
semakin gencar membuat penduduk yang sedang tidur terperanjat. Mereka bergegas
bangun dari tempat pembaringannya sambil bertanya-tanya dalam hati apakah yang
terjadi? Banyak penduduk yang mengira letusan senjata tersebut berasal dari
senapan tentara-tentara Belanda karena saat itu terdengar kabar bahwa Belanda
telah bersiap menyerang Republik. Namun, tidak satu pun tentara Belanda
terlihat.
Malam
itu yang tampak tentara Republik yang berbaris bersama pemuda-pemuda
mondar-mandir di jalan dengan air muka menunjukkan kegeraman. Mereka menduduki
perempatan-perempatan jalan, kantor-kantor pemerintah dan tempat-tempat
strategis lainnya. Kecurigaan penduduk semakin tinggi setelah melihat
tanda-tanda pengenal yang dipakai angkatan tesebut lain dari hari-hari sebelumnya.
Sementara itu, banyak truk simpang siur kesana kemari mengangkut tentara dan
pemuda-pemuda dengan tanda-tanda pengenal pita merah yang diikatkan di kepala,
penggang atau lengan baju.
Sekitar
pukul 09:00, beberapa batalion dari Brigade 29 antara lain Yon Mustofa, Yon
Abdulrachman, Yon Mursit dengan bantuan sepenuhnya dari paasukan-pasukan
Kolonel Dachlan, Mayor Jokosuyono menduduki Markas Pertahanan Jawa Timur, STC Madiun,
Depot Yon CPM dan asrama-asrama Polisi Negara. 1 jam kemudian Soemarsono yang
secara formal juga menjabat sebagai Wakil Ketua Umum I BPKPRI menggunakan
pemancar Gelora Pemuda Madiun untuk menyiarkan pengumuman kekuasaannya. Sekitar
pukul 13:00, PKI mengadakan penangkapan-penangkapan terhadap para staf
Pertahanan Jawa Timur antara lain: Letkol Marhadi, Letkol Wiyono, Mayor Bismo,
Kapten Sidik Purwoko, Kapten Kartijo. Sementara itu, Kapten Kartijo dan Cuk
disergap ketika mendapat tugas dari atasannya Letkol Marhadi untuk pergi ke
Sarangan guna mengawal anggota KTN dari Amerika, Australia dan Belgia yang
sedang menjalankan tugas untuk menyelesaikan pertikaian Indonesia Belanda. Namun
ketika mereka sampai di Maosapati, jalan ditutup oleh PKI sehingga keduanya
kembali ke Madiun. Dalam perjalanan menuju Madiun, mereka dicegat PKI dan
kemudian dibawa ke Markas Pasukan Jokosuyono yang terletak di pabrik gula dekat
Stasiun Madiun.
Dalam
waktu singkat, kota Madiun telah jatuh. Lasar merah yang didukung Musso masuk
ke Madiun, yang sebelumnya telah dikuasai oleh pasukan Soemarsono. Gerakan ini
segera menyebar keseluruh wilayah Karasidenan Madiun, bahkan hingga di luar
karasidenan seperti Magetan, kediri, wonogiri, Sukoharjo dan Purwodadi,
dikuasai oleh laskar merah.
Namun,
tampaknya terjadi perdebatan dalam tubuh PKI. Soemarsono, yang
mengkoornisasikan militer dan memprakarsai pengembilalihan Madiun, dituding
Musso telah melakukan tindakan yang tergesa-gesa. Sebaliknya, Soemarsono
sendiri memandang bahwa militer yang mendukung komunis dalam peristiwa di Solo
tidak mampu menandingi kekuatan pasukan Siliwangi sehingga kemudian
mendorongnya untuk mempercepat proklamasi pemerintahan baru di Madiun.
Musso
Musso
sendiri sebenarnya masih ingin mematangkan gagasannya merebut simpati hati
rakyat dengan cara melancarkan kampanye di berbagai daerah dan ketika
Soemarsono melaksanakan operasi perebutan kekuasaan di Madiun, Musso beserta
beberapa tokoh politik PKI lainnya tengah berada di Purwodadi, sebelah timur
kota Semarang, untuk mengadakan rapat umum besar-besaran. Rapat tersebut segera
dibatalkan setelah terdengar bahwa Pemerintah Front Nasional Daerah Madiun
telah terbentuk. Musso tidak menduga Pesinddo akan melakukan perjuangan dengan
jalan kekerasan karena sebenarnya dia masih ingin melanjutkan oposisinya
melalui Parlemen atau dengan jalan damai sembari terus menggalang dukungan dari
masyarakat. Namun rencananya terus hancur gara-gara tindakan para tokoh
militernya, sehingga ia terpaksa harus berbah haluan. Perjalanan kampanye yang
telah dirintis selama 3 pekan terpsa dihentikan. Musso terpaksa kembali ke
Madiun untuk mendukung gerakan yang telah dilancarkan oleh para pimpinan
militernya, walau penuh risiko yang sangat berat. Tidak ada pilihan baginya. Seandainya
pun Musso tidak membantu Soemarsono dan kawan-kawan, kegiatan partainya tetap
akan terhenti karena dapat dipastikan Pemerintahan Hatta akan segera
membekukannya. Oleh karena itu, ia pun melakukan perlawanan sambil menunggu
kemungkinan-kemungkinan pengarahan dari gerakan Komunis Internasional.
Desa
Rejoagung yang berada di sebelah timur laut Madiun memiliki posisi strategis. Tempat
ini jauh dari pusat kota madiun dan agak terlindung. Markas ini sendiri tidak
begitu luas, namun cukup memenuhi kebutuhan pasukan pemberontak. Di desa itu,
Musso segera menggelar pertemuan dengan pemimpin pemberontakan, Soemarsono. Pertemuan
ini bersifat laporan dan penjelasan apa yang telah dilakukan Soemarsono beserta
para komandan FDR lainnya. Musso yang masih lelah mendengarkan uraian
Soemarsono dengan muka masam. Dari raut mukanya tergambar bayang-bayang gelap. Merka
benar-benar telah dihadapkan kepada suatu “fait accompli”.
Demikianlah,
dengan penuh keraguan Musso terpaksa meneruskan perjuangan yang telah dibuka
oleh kawannya di Madiun, yang kenyataannya telah cukup berhasil. Ia menyadari
tanggung jawabnya sebagai seorang pemimpin tertinggi organisasi FDR/PKI
sehingga harus konsekuen terhadap sumpahnya. Sebagai tindak lanjut dari
keputusan tersebut, dia memerintahkan pihak Soemarsono dan kawan-kawannya, terus giat melancarkan operasi-operasi
pembersihan terhadap mereka yang menentang kehendak mereka dan melakukan
serangan-serangan untuk memperluas daerah kekuasaannya. Sementara itu, di lain
pihak, jenderal Mayor Jokosuyono menyeru, melalui panggilan radio, komandan TNI
untuk berunding guna membebaskan Madiun dari tangan kaum pemberontak. Tipu muslihatnya
yang licik itu tidak dihiraukan oleh para Perwira TNI.
Sementara
itu, Musso terus berupaya menggalang dukungan masyarakat dan berseru kepada
seluruh rakyat Indonesia agar bersedia diajak menggulingkan Pemerintahan
Soekarno-Hatta untuk kemudian membangun negara baru. Seruan Musso ini diucapkan
melalui pidato radio sehari setelah coup dilancarkan yang kemudian juga dimuat
dalam harian Front Nasional, sebuah harian resmi yang terbit di Madiun. Pada tanggal
18 September 1948, harian tersebut menyatakan bahwa penduduk kota Madiun telah
mengambil oper kekuasaan negara di tangan mereka. Dengan kekuasaan tersebut
rakyat Madiun telah melaksanakan kewajiban mereka dalam revolusi yang
sebenarnya. Revolusi harus dipimpin oleh rakyat dan tidak boleh yang lain.
Hanya
kurang lebih dalam tempo satu pekan, seluruh Keresidenan madiun telah jatuh ke
tangan rezim PKI/Musso. Penjagaan yang dilakukan dengan ketat dan operasi-operasi
pembersihan yang terus-menerus dilancarkan mengakibatkan suasana kota Madiun
dan sekitarnya mencekam. Di sana sini hanya terlihat pasukan-pasukan Pesindo
dengan pemuda-pemuda Komunis yang berkeliaran di jalan-jalan serta menjaga tempat-tempat
strategis. Mereka menggunakan pakaian seragam hijau, hitam, cokelat dan
mengenakan tanda-tanda pengenal khas orang-orang Komunis, ikat kepala merah
atau ikat pinggang merah.
Seiring
dengan dilancarkannya operasi-operasi di Madiun, beratus-ratus tentara dan
rakyat yang dianggap memusuhi PKI ditangkap dan ditawan. Tanpa banyak bicarak
semua yang dicurigai dibawa ke Markas Jokosuyono yang juga Markas Besar Pasukan
Merah, yaitu pabrik Gula dekat Stasiun kereta api Madiun. Para tawanan dari
tempat ini ditampung di dekat apotek dekat Hotel Merdeka di kota Madiun. Tidak ada
di antara para tawanan yang dapat lolos dari hukuman mati yang dilakukan di
Desa Kresek, di sebelah Timur Gunung Wilis kira-kira 15km dari Madiun. Mereka diperiksa,
kemudian dibawa ke suatu tempat yang terpencil dan di sana dikumpulkan di dalam
sebuah rumah dengan muka tertutup dan tangan diikat di belakang kemudian
digiring ke tempat penembakan.
Sikap
tentara FDR dan pemuda-pemuda merah ini tentu saja tidak mengundang simpati
masyarakat. Kekejaman dan kesewenangan yang mereka lakukan justru membuat
antipati masyarakat terhadap orang-orang komunis dan ideologinya makin meningkat.
Masyarakat hanya bersedia tunfuk karena takut terhadap kekejaman orang-orang
komunis. Suasana menjadi lesu kehidupan masyarakat sehari-hari macet, pasar
menjadi sepi, toko-toko, sekolah-sekolah dan kantor-kantor pemerintah sebagian
besar tutup. Meski demikian, masaih ada segolongan masyarakat yang menunjukkan
sikap anti pati dan bermusuhan terhadap kekuasaan PKI Musso. Mereka itu tidak
lain golongan pelajar yang sejak timbulnya pergerakan kebangsaan telah
memberikan andil yang tidak sedikit.
Saat
itu, organisasi pelajar merupakan perkumpulan yang tidak berhaluan dan
berpendirian tegas: “Berjuang demi nusa bangsa”. Para pelajar Madiun yang
tergabung dalam TRIP (Tentara Republik Indonesia Pelajar), TGP (Tentara Geni
Pelajar), TP (Tentara Pelajar) menunjukkan sikap permusuhan terhadap kekuasaan
PKI Musso. Tentu saja sikap tegas para pelajar ini mengundang reaksi dari
laskar merah. Pada tanggal 22 September 1948 sekitar jam 15:00 satu Seksi
Tentara Pesindo beraksi di asrama TRIP untuk melucuti percenjataan mereka. Namun
para pelajar yang loyal terhadap pemerintah itu melawan. Akibatnya, timbul
banyak korban sementara yang selamat ditahan.
Peristiwa
ini membawa akibat negatif bagi kelangsungan hidup rezim PKI.Musso. kekalahan
tersebut tidak menyurutkan tekad para pelajar untuk terus melancarkan
perlawanan. Para pelajar membentuk sebuah organisasi baru yang bernama PAM
(Patriot Anti Musso). Dari namnya saja mereka mengakui bahwa Republik sebagai
penguasa yang sah dan menolak pemerintahan Musso, bahkan berusaha keras untuk
menghabcurkannya. Usaha aparat pemerintahan Musso untuk merangkul mereka dengan
janji dan harapan-harapan tidak mengubah sedikit pun sikap dan pendirian para
pelajar Madiun ini sehingga hubungan mereka semakin meruncing. Sikap para
pelajar kota Madiun ketika itu merupakan cermin dari pendirian rakyat Indonesia
terhadap pemberontakan PKI/Musso di Madiun.
Setelah
Madiun dikuasai, Musso sebagai pimpinan negara baru, segera membentuk apa yang
disebut sebagai “Pemerintahan Front Nasional” dan menunjuk orang-orangnya untuk
mengisi berbagai jabatan agar roda pemerintahan berjalan. Kolonel Soemarsono
menduduki jabatan sebagai Gubernur Militer Madiun. Jenderal Mayor Jokosuryono
menduduki jabatan Komandan Militer Madiun. Untuk Gubernur Sipil ditunjuk
Soepardi. Demi kelancaran pemerintahan, Residen Abdul Mutholib mengangkat
kurang lebih 15 pejabat Front Nasional. Mutholib segera menertibkan bidang
tugasnya dengan mengeluarkan peraturan-peraturan yang menghapus pajak
pendapatan, pendaftaran barang-barang perhiasan, harta kekayaan dan sebagainya.
0 Comments: