Pembantaian Massal di Desa Soca, Kec Bendo

January 23, 2019 1 Comments




Disamping pembantaian di Batokan dan Rejosari (baca artikel sebelumnya), di Desa Soca, Kecamatan Bendo, masuk wilayah Kawedanan Gorang Gareng, juga terdapat dua sumur tempat pembantaian. Menurut berbagai sumber, di dalam sumur pertama terkubur korban sebanyak 108 orang, namun yang teridentifikasi hanya 67  orang, sedang di sumur lainnya terkubur 30 orang, tetapi nama-nama mereka tidak teridentifikasi dalam daftar di monumen sehingga tidak diketahui siapa saja yang dibantai dan dimasukkan dalam sumur itu.
Lubang pembantaian di sumur Soco mungkin tidak akan pernah terungkap andaikata seorang anggota FDR/PKI tidak kesurupan dan mengigau. Saat itu peristiwa pembantaian sudah berlewat sekitar 100 hari. Entah bagaimana ada anggota FDR/PKI yang ikut melakukan pembunuhan di sumur Soco itu mengigau bahwa ia telah melakukan pembantaian tersebut. Anggota FDR/PKI yang mengigau itu lalu diinterogasi oleh petugas dengan intensif. Sekalipun letak lubang pembantaian di Soco telah ditemukan, penggaliannya tidak dapat segera dilakukan karena pada tangga 19 Desember 1948 (atau tiga bulan setelah pemberontakan PKI di Madiun), pihak Belanda dengan kekuatannya menghantam daerah-daerah Republik Indonesia dalam aksi militer yang dikenal dengan sebutan Clash II.

Penggalian sumur Soca baru terlaksana pada tahun 1950. Untuk penggalian sumur tersebut, dikumpulkan 12 orang penggali yang dibagi dalam dua kelompok. Karjo Kuret (62 tahun) yang ketika itu menjadi penggali sumur Soco menyatakan bahwa penggalian tersebut dilakukan dengan cara melandhak, yakni menggali lubang dari dua arah menuju titik pusat sumur. Cara itu dilakukan agar mayat tidak rusak terkena peralatan sehingga lebih mudh mengidentifikasi korban. Selain itu, Karjo Kuret dan para penggali lainnya berpuasa terlebih dahulu sebelum melakukan penggalian. Saran untuk berpuasa ini diberikan oleh Kiai Sukemi dari Tanjung. Sang Kiai juga berpesan agar penggalian makam dilakukan dengan sangat hati-hati agar tidak merusak jenazah.
Penggalian lubang pembantaian itu sendiri berlangsung cukup lama. “Sumur itu sudah berisi tanah biasa, tetapi bagian dalam ada lubang seperti gua. Di situlah mayat-mayat itu bertumpuk,” kata Karjo Kuret mengisahkan pengalamannya. Menurut Karjo Kuret, keadaan jenazah yang diangkat dan sumur itu mirip seperti tape ketela pohon di mana ada daging dan kulit sedikit kering melekat di tulang-tulang. Hal itu juga dibenarkan oleh Suto Kancil (77 tahun), salah satu anggota penggali sumur, “Pada waktu jenazah para korbaan itu diangkat, tulang-tulang mereka lepas semua,” ungkap Suto.
Karjo Kuret menyatakan bahwa di lubang sumur Soco I dia menemmukan tidak kurang dari 78 jenazah. Sementara regu Karso Karimun yang menggali sumur Soco II menemukan tak kurang dari 30 jenazah. Kedalaman kedua sumur itu rata-rata 12 meter. Untuk mengenang para korban sekaligus untuk mengingatkan akan pengkhianatan PKI saat negara RI masih belia, Pemerintah Daerah Magetan membangun sebuah monumen. Peresmian monumen itu dihadiri Kharis Suhud, karena ayahnya juga dijagal dalam lubang pembantaian di Soco ini.
Soco yang terletak hanya beberapa ratus meter di sebelah selatan Lapangan Udara Iswahyudi, Kecamatan Bendo, Kabupaten Magetan, memiliki cerita sendiri dalam peristiwa berdarah tahun 1948. Banyak tokoh dari wilayah itu ditangkap dan dibunuh karena dianggap memusuhi FDR.PKI.
Sebenarnya sebelum peristiwa pembunuhan tersebut, penduduk Soco sudah merasakan provokasi PKI seperti yang dialami di kawasan Magetan lainnya. Ketika itu pencurian dan perampokan berlangsung dengan semena-mena, namun yang menjadi korban bukan orang-orang PKI. Kejadian di Soco itu mencapai puncaknya ketika pada akhir tahun 1947, lurah Soco, Achmad Saikun, yang dikenal sebagai tokoh PNI diculik oleh orang-orang yang tak dikenal.
Suminem istri Lurah Achmad Saikun, bertutur bahwa pada sekitar pukul 03:00 dini hari, orang-orang berpkaian serdadu menggedor rumahnya. Malam itu, orang-orang tersebut diantar oleh Kebayan Soco. Kebayan Soco sendiri tidak berdaya karena berada dalam todongan senjata mereka. Kemudian para tamu itu menangkap Achmad Saikun, merampas harta bendanya, bahkan mereka mengancam akan menembak siapa saja yang berteriak. Kalung, gelang dan cincin yang dipakai Suminem dirampas. Orang-orang yang bertindak brutal itu sulit dikenali karena wajahnya ditutup dengan kain merah. Malam itu juga, Lurah Achmad Saikun dibawa pergi. Paginya, jenazah Achmad Saikun ditemukan di Desa Kidul Kinandang di sebuah gorong-gorong di perbatasan Desa Soco.
Sebelum pembantaian di Soco dan tempat-tempat lain, FDR/PKI terlebih dahulu melakukan pembantaian di Desa Bangsri pada tanggal 20 September 1948. Desa Bangsri merupakan tempat pertama di Magetan di mana PKI melakukan pembantaian, tepatnya di tegalan ketela di Dukuh Dadapan, terhadap sekitar 10 orang. Mereka yang dibantai di Bangsri kebanyakan adalah penduduk biasa. Dari Desa Bangsri FDR/PKI meneruskan aksinya di Desa Selo Tinatah, yang oleh FDR/PKI dianggap menentang atau merugikan mereka. Di desa ini, salah satu orang yang menjadi aksi tindakan FDR/PKI adalah Camat Bendo. Namun, jauh sebelum itu keadaan Desa Selo Tinatah sangat kacau akibat banyak perampokan, perampasan dan pencurian yang tidak jarang diiringi dengan kekerasan.
Seorang anggota tentara Depo Militer VII Magetan bernama Salam diminta penduduk untuk meminta bantuan guna mengamankan Desa Selo Tinatah dan sekitarnya. Berkat bantuan Salam, datanglah satu regu militer yang dipimpin oleh Pak Dullah. Sayangnya, pasukan ini diserbu oang-orang PKI sehingga pasukan kembali ke Depo Magetan. Orang-orang PKI terus melanjutkan aksi dengan menangkapi penduduk desa serta merampas harta milik mereka. Ketika PKI melancarkan aksi di Madiun, para tawanan ini pun dibunuh. Tercatat, beberapa nama yang diduga dibunuh oleh PKI adalah Salam, Maulana, Sastra Ros, Sarmadi, Doblo, Sarpin, Ruslan, semuanya dari Selo Tinatah. Satu-satunya korban yang lolos dari pembantaian di Dusun Dadapan, Bangsri itu adalah KH. Rokhib dari kauman, Magetan.

Some say he’s half man half fish, others say he’s more of a seventy/thirty split. Either way he’s a fishy bastard.

1 comment:

  1. Hanya satu kata untuk pki.. Biadab!! Sesama bangsa sendiri dibantai

    ReplyDelete