PERTEMUAN SPESIAL DENGAN IBU TIEN
RA Siti Hartinah
Raden Ayu Siti
Hartinah, seorang gadis cantik yang mampu meluluhkan hati Soekarno sehingga
kelak menjadi istrinya. Siti Hartinah lahir pada hari Rabu Kliwon tanggal 23
Agustus 1923. Putri kedua dari sembilan bersaudara ini berasal dari Temanggung
Kulon, Solo. Siti Hartinah memiliki tiga saudara perempuan, yaitu Siti Hartini,
Sri hartanti dan Siti Hardjanti. Ayahnya adalah bangsawan keturunan
Mangkunegoro III bernama Kanjeng Raden Mas Tumenggung Soemohardjomo. Ibunya
adalah Raden Ajeng Hatmanti. Ayah dan ibu Siti Hartinah sama-sama keturunan
Mangkunegoro III dan berada di level cicit/di bawah buyut. Saat Siti Hartinah
lahir, ayahnya menjabat sebagai pamong praja “Mantri Gunung” di Desa Jaten
Solo-Jawa Tengah. Dua tahun kemudian, RM Ng Soemohardjomo dipindah sebagai
“Panewu Pangreh Praja”. Tahun 1928, Soemohardjono berpindah lagi ke Matesih,
kemudian setelah dua tahun enam bulan dipindah lagi di Desa Kerjo. Semua masih
di daerah Solo, sampai kemudian tahun 1933 RM Ng Soemohardjomo diangkat senagai
Wedono di Wonogiri. Setelah lima tahun bertugas di Wonogiri maka tahun 1933,
ayah Siti Hartinah berpindah menjadi Wedono di Wuryantoro. Di sinilah nanti
Siti Hartinah pertama kali bertemu Soeharto saat masih sama-sama remaja muda.
Namun, pertemuan di Wuryantoro rupanya membekas di hati keduanya secara tak
sengaja.
Di waktu
balita sekitar usia tiga tahun, dikisahkan oleh Siti Hartinah kepada Abdul
Gafur dirinya pernah mengalami sakit yang amat keras sehingga bisa saja
merenggut nyawanya sewaktu-waktu. Ayah dan ibunya telah mengusahakan pengobatan
terbaik bagi putrinya tersebut, tetapi tak kunjung sembuh. Hingga suatu hari
ibunya bermimpi memperoleh bisikan gaib untuk mengobati Siti Hartinah dengan
daun jambu kluthuk/jambu biji. Setelah diobati denga daun jambu tersebut, Siti
Hartinah berangsur pulih dari sakit. Takjubnya lagi, sewaktu sembuh,Siti
Hartinah kecil meminta jajan pasar pada ibunya untuk kemudian minta pula jajan
pasar tersebut dibuang ke kebun. Tak seekor ayam dan binatang lain yang
menyentuh jajan pasar tersebut sampai akhir dipendam dalam tanah.
Bukan hanya
peristiwa kesembuhannya yang membuat Siti Hartinah istimewa, melainkan
permintaan kepada kedua orangtuanya untuk memperingati khaul atau hari
meninggal nenek moyangnya, KGPAA Mangkunegoro III. Semenjak permintaan Siti
Hartinah tersebut, khaul Mangkunegoro III selalu diperingati oleh seluruh
keturunannya hingga saat ini. Dua peristiwa yang membuktikan bahwa semenjak
balita Bu Tien memiliki kekuatan spiritual yang jarang ditemui pada orang lain.
Batinnya peka dan mampu merasakan harmoni alam di sekitarnya. Nantinya,
kekuatan ini banyak bermanfaat saat Bu Tien mendampingi sang suami selama
puluhan tahun lamanya. Pada budaya Jawa, seorang perempuan istimewa dengan
batin yang peka dan tangguh dalam mendampingi suami sehingga mendapatkan
kesuksesan disebut perempuan “nariswari”. Perempuan pilihan semacam inilah yang
nantinya dinikahi oleh Soeharto sehingga bisa menyatu dan mengangkat wibawa
sang suami.
Sebagai
seorang putri pamong praja atau pegawai pemerintahan yang sekaligus keturunan
bangsawan jawa, Siti hartinah memiliki aturan tersendiri dalam berbicara,
bersikap, sampai berbusana. Hal inilah yang membedakan Siti Hartinah dari gadis
seusianya saat bertemu dengan Soeharto sewaktu masih sama-sama sekolah di
Wuryantoro. Siti Hrtinah kebetulan sekelas dengan adik sepupu Soeharto, yaitu
Sulardi putra Prawirowihardjo. Secara tak sengaja pula, latar belakang
kehidupan Siti hartinah dan Soeharto hampir sama. Mereka berdua sama-sama
sering berpindah tempat tinggal saat masih kecil sampai remaja. Ayah Siti
Hartinah hampir tiap dua tahun berpindah tugas yang mengharuskan putri-putrinya
berpindah sekolah juga. Nantinya hal ini ternyata menjadi bekal saat Bu Tien
harus mendampingi Pak harto sebagai seorang prajurit yang sering
berpindah-pindah tugas.
Aturan yang
dikenakan pada Siti Hartinah menempa sang putri menjadi sosok yang lemah
lembut, tetapi tangkas bekerja. Meskipun harus mengenakan kain dan kebaya saat
pergi ke sekolah, nyatanya Siti Hartinah mampu aktif di berbagai organisasi
yang diminatinya. Saat-saat tertentu Siti Hartinah boleh mengenakan rok yaitu
ketika mengikuti latihan kepanduan putri Javaanshe Padvinder.
Meskipun
berkedudukan sebagai bangsawan yang menjabat pamong praja sepanjang kariernya,
RM Ng Soemohardjomo tak pernah memiliki gaya hidup berlebihan, apalagi meniru
gaya hidup para Belanda yang suka minum, judi dan main perempuan. Soemohardjomo
merupakan sosok pamong yang sederhana. Ibaratnya, gaji hanya cukup untuk
memenuhi kebutuhan hidup keluarga sehari-hari. Anak sembilan tentu bukan beban
yang ringan bagi seorang Wedono jujur yang mencoba menjalankan ajaran
leluhurnya untuk selalu setia dan berbaur dengan alam sekitar. Siti Hartinah
dan saudara-saudaranya selalu mendengar dan menaati nasihat kedua orangtuanya.
Soemohardjomo sering mengatakan bahwa seseorang hendaknya selalu menghargai
sesama. Karena setiap orang meiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing
sehingga patut dihargai.
Sementara
ibundanaya, medidik Siti Hartinah dengan rasa sayang dan mengajarkan berbagai
keterampilan kewanitaan seperti memasak, membatik dan berperilaku luwes.
Bagaimanapun tingginya sekolah dan derajat seorang perempuan, dalam tradisi
Jawa mereka tetap menjadi konco wingking bagi suaminya kelak. Macak, masak dan
manak tetap perlu dilakukan oleh perempuan Jawa modern sekalipun bermasyarakat
dan berkarya tak lagi dibatasi. Bu Tien tumbuh menjadi sosok perempuan yang
lembut, tetapi cermat, teliti, suka menolong orang lain, aktif dalam organisasi
kemanusiaan seperti pandu dan palang merah, kreatif, idealis, imajinatif, kaya
akan cipta, rasa dan karsa. Kesemua sifat tersebut tumbuh karena contoh dan
kebiasaan yang diberikan oleh kedua orangtuanya. Dengan berpedoman pada nasihat
orangtuan, Bu Tien mampu mengemban tugasa sebagai pendamping presiden, kepala
negara dan kepala pemerintahan RI selama puluhan tahun.
Ajaran serta
nasihat orangtua Siti Hartinah bisa dijabarkan sebagai berikut.
1.
Nasihat untuk tidak membeda-bedakan orang karena
masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan sendiri.
2.
Ajaran tata krama, sopan santun, luwes, andap
asor ala perempuan Jawa yang sedap dipandang dan kelak sangat membantu
suaminya.
3.
Ajaran untuk teliti, cermat dan hemat dari sang
ayah yang selaku menyerahkan penyusunan uang dari gaji seorang wedono.
4.
Ajaran memasak dan membatik sebagai seorang
perempuan yang menempa kehalusan budi pekerti dan ketaatan kepada suami.
5.
Meneladani ajaran mangkunegoro III yang
diungkapkan oleh RM Haryo Sawanto Wiryo Saputro (buyut dalem), yaitu Panca
Mutiara:
·
Mantep
Diartikan dengan adanya kemantapan, kesetiaan,
loyalitas dan integritas. Seseorang yang mantep hatinya selalu memegang teguh
pada moralitas, mengabdi tanpa pamrih, memiliki janji dan sumpah yang ditepati.
Kesetiaan kepada Guti Allah, kepada keluarga dan masyarakat serta alam sekitar
membaut kemantapan hati kian menuai hasil nyata dalam kebaikan.
·
Temen
Diartikan sebagai benar-benar, jujur dan memiliki
sifat amanah. Sifat temen ini bahkan telah dicontohkan oleh Nabi Muhammad Saw.
Sebagai seorang rasul dan panutan umat Muslim. Keluarga Mangkunegoro termasuk
dalam kerajaan Mataram Islam yang tentu saja meneladaninya. Kata bohong, menipu
dan mengada-ngada tak ada dalam kamus seseoang yang temen.
·
Gelem
Nglakoni
Diartikan sebagai mau melakukan, mau bekerja, bukan
hanya bicara dan menuntut kian kemari. Ketika seseorang memiliki tugas dan
pekerjaan, baik diawasi atau tidak dia akan dengan senang hati melakukannya.
·
Aja
Gumunan
Aja Gumunan juga diteladani oleh Soeharto dari para
pengasuh di sekitarnya, terutama Prawirowihardjo. Sifat aja gumunan yang
diartikan sebagai jangan suka keheranan. Karena sikap mudah heran akan bermuara
pada sifat iri hati. Mereka yang beruntung, yang mendapatkan pangkat, kekayaan
dan kesuksesan lebih cepat tentu memiliki kelebihan dibadingkan orang lainnya. Siapa
yang memberi kelebihan tersebut jika bukan Allah Swt.
·
Aja Kagetan
Aja kagetan juga diugemi oleh Soeharto sebagai
falsafah hidupnya. Mengandung arti jangan suka terkejut ketika melihat, merasa
dan mengalami kejadian apa pun. Seseorang yang tak mudah heran dan tak mudah
terkejut akan memiliki keteguhan hati yang lebih baik, memiliki kepercayaan
diri tinggi, serta usaha tanpa henti untuk melakukan yang terbaik yang bisa
dilakukannya. Saat seseorang mampu melakukan hal-hal tersebut, dia akan menjadi
orang yang kuat.
Demikian
ajaran dan nasihat yang diterima dan selalu diugemi atau dipegang teguh oleh Bu
Tien dalam menjalani kehidupannya semenjak kecil hingga dewasa dan menjadi tua.
Bu Tien, sebagai istri penguasa tak merasa menguasai. Sifatnya tetap bersahaja
meskipun ide cemerlangnya selalu keluar dari pemikirannya yang dalam. Seperti
saat Bu Tien mengusulkan membangun Taman Mini Indonesia Indah. Banyak pihak
menyatakan bahwa proyek tersebut adalah ambisi pribadi Bu Tien, proyek yang
menghabiskan banyak biaya dan mengeruk harta rakyat. Namun setelah Taman Mini
Indonesia Indah benar-benar berdiri, siapa pun akan kagum serta menjadi lebih
tahu sosok Indonesia dari Sabang sampai Merauke. Pun ketika Timor Timur sudah
tak lagi bergabung dengan Indonesia dan menjadi Negara Timor Leste, seluruh
rakyat Indonesia akan dapat mengenangnya menjadi satu bagian dan budaya bangsa
yang hilang.
0 Comments: