Cilacap Tempat Sudirman Mulai Berkembang

January 10, 2019 0 Comments



Sudirman dilahirkan di dukuh atau dusun kecil Rembang desa Bantarbarang, kecamatan Rembang kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah pada hari Senin Pon tanggal 24 Januari 1916 dirumah kediaman Asisten Wedana Bodaskarangjati R. Cokrosunaryo.
Pendidikan yang mula-mula diterima Sudirman di HIS sekolah dasar berbahasa Belanda di Cilacap yang ditamatkannya dalam tahun 1930 pada waktu berusia 14 tahun. Kemudian dilanjutkannya ke sekolah lanjutan pertama MULO Parama Wiworo Tomo di Cilacap yang ditamatkannya pula dalam tahun 1935. Di perguruan ini Sudirman mendapat pelajaran bahasa Inggris, ketatanegaraan, sejarah tanah air dan dunia, pelajaran agama dan budi pekerti di samping ilmu pengetahuan umum dan dalam tahun 1936 Sudirman menikah dengan seorang bekas teman sekolahnya di Woworo Tomo bernama Alfiah.
Hubungan Sudirman dengan Muhammadiyah dimulainya sejak dia masih sekolah. Sebagai anggota Muhammadiyah dia bergerak dalam lingkungan perkumpulan itu. Dia menggiatkan usaha—saha sosial dan pengajian-pengajian agama. Karena itu dia sering diolok-olok oleh, teman-temannya sebagai “orang alim”.
Di samping jadi anggota Muhammadiyah dia bergerak pula dalam kepanduan Hizbul Wathan atau HW. Dia rajin dan gesit dalam usaha dan kegiatan dalam lapangan kepanduan itu. Karena itu dia dipilih menjadi Wakil Majelis Pemuda Muhammadiyah untuk seluruh daerah Banyumas.
Sudirman lama bergerak dalam lapangan kepanduan. Dia terkenal sebagai seorang pemuda yang cakap dan tangkas. Dia disegani oleh teman-teman sebawahan dan sepergaulannya. Dalam berbagai jambore yang diadakan, dia selalu turut aktif. Dia mengambil peranan penting dalam mengatur organisasi dan mengawasi anak-anak bawahannya.
Sudirman juga gemar berolahraga. Yang paling disukainya ialah sepak bola. Dia biasa bermain sebagai penjaga garis belakang. Permainannya cukup baik meskipun kadang-kadang dia bermain kasar. Ini mungkin disebutkan oleh wataknya yang giat dan keras.
            ketika menerima defile TNI 8 Juli 1949, bertempat di alun-alun kota Yogyakarta

Meletuslah Perang Dunia kedua dalam tahun 1939. Pemerintah Hindia Belanda mengumumkan perang kepada Jepang. Sudirman ikut bergabung dalam barisan Penjaga Bahaya Udara. Dia turut mengalami pemboman Jepang atas Cilacap pada permulaan Maret 1942.
Bagaimana kehidupan Sudirman di waktu itu?
Di waktu permulaan pendudukan Jepang Sudirman mengalami berbagai macam kesulitan. Syukurlah hal-hal itu dapat diatasinya. Bahkan Sudirman berhasil membuka kembali sekolah Muhammadiyah yang telah lama dicintainya itu.
Pemerintah Jepang membentuk Dewan Perwakilan Daerah. Sudirman terpilih sebagai salah seorang anggotanya yang mewakili daerah Cilacap selama tahun 1943-1944. Dia berkedudukan di Purwokerto. Salin itu Jepang mendirikan badan Pusat Kebaktian Rakyat. Sudirman bekerja juga pada badan itu yang meliputi daerah keresidenan, Banyumas.
Kemudian Jepang membentuk Tentara Pembela Tanah Air atau Peta untuk pulau Jawa. Sudirman diperintahkan mengikuti latihan angkatan kedua Peta itu. Selesai latihan itu dia diangkat menjadi Daidanco untuk daerah Banyumas. Selama jadi pemimpin ketentaraan di daerah itu Sudirman selalu membela anak buahnya. Termasuk soal dan kepentingan agamanya. Sudirman tidak segan-segan mengajukan sanggahan pada setiap terjadi tindakan-tindakan Jepang yang menyakiti hati bangsa Indonesia. Oleh karena itu Sudirman sendiri termasuk salah seorang yang diurigai.
Dalam bulan Juli 1945 Sudirman bersama beberapa orang temannya sesama perwira Peta diasingkan ke daerah Bogor. Mereka dianggap berbahaya. Direncanakan dalam pengasingan itu mereka akan dibunuh. Tetapi Tuhan menentukan lain.
Pada tanggal 17 Agustus 1945 diumumkan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Sudirman dan teman-temannya dibebaskan kembali. Mereka sesama perwira Peta dari seluruh Banyumas itu berkumpul. Mereka bermaksud untuk merebut kekuasaan dari tangan pemerintah Jepang. Merebut senjata dari balatentara Jepang dalam bentuk pemberontakan adalah suatu cara gagah berani yang dilakukan Sudirman dan kawan-kawannya.
                                                Panglima Besar Jenderal Sudirman

Pemberontakan Blitar bulan Februari 1945 adalah pemberontakan yang paling besar di dalam Peta. Di samping itu telah terjadi pemberontakan yang lebih kecil yang dapat disembunyikan oleh Jepang. Suatu pemberontakan yang tidak disebut-sebut dalam riwayat umum ialah antara lain, pemberontakan dalam batalyon daerah Cilacap.
Gumiliar, di luar kota Cilacap, tempat satu Cudan (Kompi) Peta dari Daidan Cilacap yang dipimpin oleh Sutirto. Pemimpin Regu (Bundanco) Kusaeri bersama-sama dengan Suwab, Wasirun, Hadi, Mardiyono, Sarjono, Udi S, Taswa dan Sujud memelopori pemberontakan itu.
Kusaeri dengan teman-temannya bersepakat untuk melakukan perlawanan terhadap Jepang. Terlebih dahulu dia mendatangi beberapa orang kyai yang terkenal di daerah itu guna mendapatkan bantuan batin. Yang dimaksud ialah Kyai Bugel di Lebeng daerah Cilacap, Kyai Juhdi di Rawalo dan Kyai Muhammad Sidik di daerah Banjarnegara. Kusaeri menerima wejangan-wejangan dan benda-benda yang pandang mengandung nilai.
 Dalam pertemuan Kusaeri dengan kawan-kawannya pada 5 April 1945 di belakang gudang munisi diputuskan bahwa pemberontakan akan dimulai pada 21 April 1945 pukul 23:00.
Sesuai dengan rencana, anggota bagian persenjataan yang bersikap ragu-ragu lalu disergap dan diikat kedua tangannya, sehingga gudang senjata dapat dibuka. Sejumlah 215 orang Peta lengkap dengan persenjataan dan munisi bergerak le luar asrama Peta Gumilir menuju Gunung Srandil yang akan digunakan sebagai  basis gerakan. Panggilan Daidanco Sutirto agar mereka kembali, tidak dihiraukan oleh mereka.
Jepang berpendapat bahwa pemberontakan itu diketahui oleh Daidanco Peta Kroya, Sudirman. Oleh karena itu seorang opsir Jepang dari Jakarta yang ditugaskan untuk mengatasi pemberontakan itu langsung menuju Kroya. Dia memerintahkan Sudirman waktu itu juga berangkat bersamanya guna memadamkan pemberontakan dengan persyaratan :
a.    Kampung-kampung yang dipergunakan sebagai tempat persembunyian Kusaeri dan kawan-kawannya tidak boleh ditembaki
b.    Prajurit-prajurit Peta yang menyerah tidak boleh di siksa
Opsir Jepang itu bersedia menerima dan menjamin persyaratan itu. Dia bersama Daidanco Sudirman menuju ke tempat para pemberontak. Ketika mereka mendengar dan mengenal suara panggilan dan penjelasan tokoh Sudirman, mereka lalu keluar dari pertahanannya. Pemberontakkan dapat diselesaikan dengan baik. Mereka tidak dihadapkan ke sidang pengadilan mliter Jepang. Tanggung jawab selanjutnya adalah pada Daidanco Peta Cilacap.
Pada tanggal 25 April 1945 Kusaeri tertangkap di desa Adipala. Dalam perjalanannya menuju Cilacap dia diikat. Dia ditelungkupan dalam mobil dengan dua orang Jepang duduk diatas punggunggnya. Selama dua minggu di Cilacap dia terus menerus diperiksa oleh Jepang. Kemudian dia pada 10 Mei 1945 bersama dengan 18 orang temannya, termasuk Kyai Bugel, dibawa ke Jakarta oleh Jepang.
Kusaeri divonis dengan hukuman mati. Yang lain-lain ada yang dihukum seumur hidup dan hukuman 15 tahun di antara mereka ada yang menderita lumpuh dalam tahanan. Posisi Jepang yang masih terdesak mengakibatkan vonis terhadap Kusaeri tidak terlaksana sehingga dia dapat menikmati hidup dalam negara Indonesia Merdeka. Dalam pemberontakan. Peta Gumilir itu seorang kopral jepang tewas.

Some say he’s half man half fish, others say he’s more of a seventy/thirty split. Either way he’s a fishy bastard.

0 Comments: