Sudirman Berhasil Menyusun Resimen Tempur
Di
Banyumas berlangsung pengoperan senjata Jepang dengan teratur berkat pimpinan
Daidanco Sudirman yang bijaksana. Dalam waktu yang singkat sesudah Proklamasi
RI 17 Agustus 1945 seluruh bekas Cudanco dan Syodanco dari Keresidenan Banyumas
atas inisiatif Daidanco Sudirman dikumpulkan dan diasramakan dalam kota
Purwokerto. Lamanya tiga hari dengan maksud diberi petuah-petuah dan penjelasan
sekitar perkembangan keadaan politik. Selanjutnya mempererat tali persaudaraan
yang telah ada dan mempersatukan kembali tenaga serta kebulatan tekad. Juga berjaga-jaga
untuk menghadapi segala kemungkinan.
Setelah
digembleng, para bekas Syodanco itu dibagi dan disebar ke seluruh kecamatan
dalam keresidenan. Di beberapa tempat yang dipandang perlu mereka bertugasa
sebagai koordinator. Tugasnya ialah menyusun dan membentuk kekuatan dari bekas
tentara Peta, Heiho dan KNIL. Di tiap kecamatan paling sedikit satu regu. Mereka
memimpin pasukan itu serta bertanggung jawab atas keamanan kecamatan. Pelaksanaannya
khusus dengan bantuan para pemuda yang dikerahkan dan sewaktu-waktu siap sedia
memenuhi perintah dan permintaan pimpinan.
Di
Purwokerto diadakan pengasramaan dan latihan tetap. Pengikutnya diambil dari
setiap kecamatan. Tiap kecamatan harus mengirimkan dua orang khusus dari bekas
tentara. Mereka berganti-ganti untuk selama satu minggu (keresidenan Banyumas
mempunyai 72 kecamatan).
Lebih
kurang bersamaan dengan penyusunan kekuatan ini dari Pusat datang pula
instruksi pembentukan Badan Keamanan Rakyat (BKR). Di samping bekas-bekas tenaga
bersenjata Peta, Heiho dan KNIL, para pemuda dari berbagai aliran menyusun pula
organisasinya, lepas dari BKR. Mereka sangat erat berhubungan dan bekerjasama
dengan BKR itu.
Kemudian
BKR Banyumas mengirim utusan ke daerah-daerah lain dan ke pusat. Antara lain
Pak Sutirto dan Suparjo pergi ke Jakarta dan Abimanyu ke Yogyakarta. Di Banyumas
sendiri dimulailah mengadakan hubungan dengan Jepang untuk mendapatkan
alat-alat maupun senjata.
Dewasa
itu di Purwokerto terkumpul senjata dan alat-alat lainnya dari seluruh bekas
Peta keresidenan Banyumas (meliputi empt daidan) dan dari daerah-daerah lain. Juga
senjata balatentara Jepang sendiri.
Bahan
keterangan sudah cukup didapat. Situasi politik sudah semakin jelas. Persatuan telah
ada dan tenaga atau kekuatan telah tersusun dan terlatih. Sesudah itu semua
dengan resmi dimulailah rundingan antara BKR yang dipimpin oleh Daindanco
Sudirman dengan pihak Jepang. Yang terakhir ini dipimpin oleh Yuda Butaico
dengan perantraan Iskak (Fuku Syucokan).
Perundingan
diadakan di rumah Syucokan. Di tempat itu pihak kita menjelaskan kepada mereka
tentang:
1. Perkembangan
dan keadaan politik pada waktu itu,
2. Maksud
dan tujuan bangsa Indonesia pada umumnya dan pemuda-pemuda daerah Banyumas
khususnya.
3. Telah
tersusun Badan Keamanan Rakyat (BKR) yang terdiri dari bekas-bekas tenaga
bersenjata Peta, Heiho dan organisasi-organisasi pemuda lainnya yang bertugas
menjamin keamanan dan ketertiban.
Untuk
keperluan tersebut di atas kita memerlukan senjata. Akan tetapi pihak Jepang
tidak dapat menyanggupinya karena sukar mempertanggungjawabkannya kepada
tentara Sekutu. Atas perintah atasannya senjata-senjata itu harus dikumpulkan
dan selanjutnya dikirimkan ke Bandung.
Pimpinan
BKR tidak berputus asa. Mereka terus mendesak untuk mendapatkan senjata itu. Berkali-kali
dijelaskan tentang kejadian di daerah-daerah lain. Di sana pemuda menyerbu
markas-markas Jepang, hanya untuk mendapatkan senjata. Akan tetapi pemuda
Banyumas masih dapat dikuasai berkat ketertiban organisasi dan ketaatan kepada
pimpinan. Mereka belum mau bertindak demikian.
Akhirnya
sesudah pihak Jepang memikirkan msak-masak dan setelah mereka adakan
pembicaraan antara mereka sendiri, mereka menyanggupi menyerahkan senjata
kepada kira-kira untuk satu kompi. Penyelenggaraan penyerahan dan urusan
selanjutnya diserahkan kepada Kapten persenjataan Pujisumarto dari BKR.
Setelah
diterima senjata-senjata itu, terus dibagikan kepada kecamatan-kecamatan yang
dipandang penting. Terutama yang terletak diperbatasan keresidenan. Ternyata jumlahnya
masih jauh dari mencukupi untuk penambahan senjata.
Perundingan
ini gagal. Sebabnya karena para pemuda di luar BKR secara tidak teratur
berduyun-duyun pergi ke butai, tempat perndingan. Hal itu dilakukannya setelah
mendengar akan diadakan perundingan dan mengetahui tentang telah diperoleh
senjata-senjata. Mereka beramai-ramai di halaman, bahkan ada yang sampai masuk
ruangan perundingan sehingga keadaan menjadi kacau.
Pihak
Jepang nyata-nyata tidak mau mengadakan perundingan lagi. Alasannya karena
tidak terjaminnya keamanan dan ketertiban. Dengan hati menyesal pihak kita
meninggalkan perundingan. Para pemudapun diperintahkan kembali ke tempatnya
masing-masing.
Presiden Sukarno melantik Pucuk Pimpinan TNI di Yogyakarta 15 Juli 1947 di bawah pimpinan
Panglima Besar Jenderal Sudirman (terdepan menghadap lensa)
Kemudian
dijelaskan dan ditegaskan kepada mereka bahwa jika kita ingin mencapai hasil
yang nyata dan menguntungkan kita semua haruslah mereka sabar dan tenang. Tetapi
mereka siap dan waspada untuk sewaktu-waktu menjalankan printah dan terhadap
siapa saja yang mengacaukan suasana atau melanggar ketertiban, pimpinan BKR
akan mengambil tindakan seperlunya.
Kemudian
pihak kita mencoba lagi meneruskan perundingan. Para pemuda dengan tertib dan
teratur menunggu di luar halaman. Sepasukan BKR bersenjata berada di sekitar. Maksudnya,
selain untuk mencegah kemungkinan timbulnya keributan seperti yang lalu, juga
sekedar memperkuat posisi kita dalam perundingan.
Setelah
butaico mengetahui dan menyaksikan keadaan seperti tersebut di atas dan karena
mengakui pula bahwa jumlah senjata yang telah diserahkan untuk dapat menjamin
keamanan seluruh keresidenan memang kurang maka dia bersedia memberi tambahan. Hari
itu juga segera diadakan pengambilan senjata lengkap dengan peluru dan
alat-alat lainnya, sehinngga sampai jauh
malam baru selesai.
Karena
hausnya anak-anak untuk memiliki senjata waktu jauh malam ada kesempatan bagi
mereka untuk mengambil lebih daripada yang ditetapkan. Setelah butaico mendapat
laporan tentang kejadian di atas itu, kepada pimpinan BKR dinyatakannya penyesalan
dan kekecewaannya. Diapun tidak sanggup melayaninya lagi jika tidak diambil
tindakan terhadap yang bersalah dan tidak ada perbaikan dalam
penyelenggaraannya.
Pimpinan
BKR menyatakan penyesalannya. Mereka meminta maaf sambil menyanggupi tuntutan
pihak Jepang itu. Untuk sementara tidak diadakan perundingan lagi. Hanya diadakan
konsolidasi ke dalam sesuai dengan penerimaan-penerimaan senjata tadi. Dengan tindakan
dan hasil-hasil yang nyata. BKR bertambah mendapat kepercayaan dari penduduk
Purwokerto khususnya dan rakyat umumnya.
Pada
suatu hari sekonyong-konyong ada kebarakan di gudang persenjataan Jepang. Untung
dapat segera dipadamkan oleh pihak kita. Sebab-sebabnya tidak kita ketahui. Hanya
menurut dugaan kita akibat sabotase pihak Jepang sendiri. Penduduk di sekitar
asrama Jepang menjadi gelisah. Rakyatpun pada umumnya tidak merasa senang dan
aman jika orang-orang Jepang masih dapat bergerak dengan leluasa. Waktu itu
mereka masih dapat keluar-masuk asrama maupun bergerak dalam kota.
Semakin
hari suasana semakin hangat. Harus diingat pula bahwa dari daerah lain datang
utusan-utusan ke Purwokerto untuk menggosok-gosok pemuda dan mengejek bahwa
kita terlalu lunak dalam segala-galanya.
Mengingat
hal itu, pimpinan BKR menegaskan kepada para pemuda supaya tenang dan percaya
kepadanya serta siap menunggu perintah. Usaha penghabisan diadakan di bawah
pimpinan Daidanco Sudirman sendiri. Dijelaskannya bahaya yang sedang mengancam
jika keadaan tidak dapat lagi dikuasai.
Butaico
menyatakan bahwa Jepang akan membela diri dengan segala tenaga yang ada
padanya. Akan tetapi pihak BKR tidak putus asa dan rakyat merapatkan
pengepungan terhadap buati sehingga akhirnya pihak Jepang menginsafi kesulitan
posisinya. Merekapun menyatakan bersedia menyerah. Butai dengan seluruh isinya
dipertanggungjawabkan kepada KNI. Juga nanti dalam menghadapi Sekutu.
Semua
orang Jepang akan diinternir di Banyumaas pada malam itu juga mereka diangkut. Kepada
rakyat dijelaskan tentang perjanjian yang telah tercapai. Mereka pulang dengan
teratur ke tempat masing-masing. Kini dapatlah BKR mengatur diri dengan baik. Kapten
Pujisumarto mengurus persenjataan, Mayor Badrusamsi, perlengkapan dan Dokter
Rajiman bagian kesehatan. Kemudian dibentuk dua pasukan (batalyon) yang
dipimpin oleh Mayor Abimanyu dan Mayor Surono.
0 Comments: