USAHA SHALAHUDDIN AL AYYUBI DALAM MEMPERSATUKAN ISLAM
Setelah Shalahuddin al ayyubi mengklaim kekuasaan terhadap Syria pada tahun 1174, banyak
tantangan dan bambatan serius yang menghadang langkahnya. Sebab, sanak famili
Nuruddin masih menguasai kota-kota penting di Syria seperti Mosul dan Aleppo.
Di Mosul, keponakan Nuruddin, Saifuddin Ghazi, menduduki posisi terpenting,
sedangkan keponakan Nuruddin yang lain, Imaduddin, menguasai kota strategis
Sinjar. Selain itu, Nuruddin telah mewariskan benteng krusial di Aleppo ke tangan
putranya yang masih muda, Al Malik al-Salih Ismail.
Oleh
karena itu, Shalahuddin harus “merebut Hati” para pemimpin ini agar berpihak
dan tunduk kepada dirinya. Setelah ia dapat menduduki kota Homs, ada sebuah
benteng penting yang menolak mengakui kekuasaannya secara terang-terangan.
Maka, ia pun memperbolehkan pasukannya untuk membunuh sesama muslim jika mereka
benar-benar menghalang-halangi jihad untuk melawan orang-orang Kristen. Namun,
ia juga menyampaikan penyesalannya karena harus ada pertumpahan darah antara
sesama umat Islam. Namun, hal ini ia lakukan karena ia tidak memiliki pilihan
lain.
Sementara
itu, Shalahuddin ditolak dan diolok-olok oleh masyarakat Mosul dan Aleppo.
Maka, ia pun berinisiatif untuk menyerang Aleppo. Karena merasa terancam, orang-orang
Mosul dan Aleppo bersatu untuk menghadapi Shalahuddin.
shalahuddin al ayyubi
Pada
13 April 1175, kedua pihak yang bermusuhan ini bertemu di medan laga. Di medan
pertempuran itu, Shalahuddin mampu tampil sebagai seorang komandan militer yang
piawai. Akhirnya, pasukan gabungan Mosul dan Aleppo bertekuk lutut kepada
Shalahuddin. Sebagai Sultan Mesir dan Syria, Shalahuddin berhasil menunjukkan
kepribadian yang sangat mengesankan bagi kawan maupun lawannya. Sebab, ia bisa
menunjukkan pengendalian diri yang luar biasa. Ia memerintahkan pasukannya
untuk tidak melukai apalagi membunuh tawanan mereka.
Bahkan,
ia juga melarang pasukannya melakukan pengejaran terhadap prajurit musuh yang
melarikan diri dari medan pertempuran. Selain itu, ia memerintahkan pasukannya
untuk membebaskan para tawanan yang kondisinya sehat. Pada intinya, ia
meminimalkan jatuhnya korban. sehingga, ia pun berhasil mempersatukan Islam
tanpa meninggalkan rasa benci dan dendam akibat pembantaian.
Walaupun
Shalahuddin telah berhasil mempersatukan Islam, masih ada bahaya yang siap
menikamnya kapan saja. sebab, Al-Malik al-Salih, pemimpin Mosul yang memiliki
banyak pendukung menginginkan kematiannya. Maka ia pun menyewa para pembunuh
bayaran (yang biasa disebut Assassin) untuk membunuh Shalahuddin.
Assassin
adalah sebuah kelompok radikal Syi’ah yang menentang para Sultan Sunni. Di
bawah pimpinan Rashiduddin Sinan yang jahat, kelompok ini menguasai wilayah di
sepanjang Pesisir Timur Mediterania serta sebagian kawasan pedalaman. Kelompok
itu menyambut tugas yang ditawarkan oleh pemimpin Mosul dengan senang hati.
Namun,
terlebih dahulu Sinan ingin mengenal seluk-beluk sultan muda yang berdarah
Kurdi tersebut. Apabila, ia mampu membujuk Shalahuddin untuk tidak menghukum
Assassin, ia tidak akan membunuhnya. Maka, Sinan pun mengirim seorang utusan
untuk berbicara empat mata dengan Shalahuddin. Untuk menjaga norma kesopanan,
Shalahuddin pun mengistirahatkan pasukan pengawal pribadinya, kecuali dua
tentara mamluk yang kesetiannya tak diragukan lagi.
Sebab,
Shalahuddin merasa aman dan sangat mempercayakan keselamatan nyawanya kepada
tentara ini. Di tengah-tengah perbincangan, utusan Sinan mengalihkan
perhatiannya kepada kedua prajurit mamluk yang mengawal Shalahuddin. Maka, ia
bertanya, “Jika saya memerintahkan kalian untuk membunuh Sultan ini, apakah
kalian bersedia melakukannya?”
Kedua
pengawal itu pun menjawab, “ Keinginan anda adalah perintah bagi kami”.
Shalahuddin
pun sangat terkejut karena ia tidak pernah menyangka jika Assassin mampu
menyusupkan orang-orang mereka menjadi pengawal kepercayaannya. Sehingga, ia
pun berkesimpulan bahwa Assassin merupakan kelompok yang perlu diatasi dengan
lebih hati-hati. Maka, ia pun meyakinkan utusan tersebut bahwa ia akan
menghentikan tekanannya terhadap Sinan dan para pengikutnya.
Dari
peristiwa ini, Shalahuddin menyerap pelajaran yang teramat penting. Ia menjadi
sadar bahwa persoalan domestik di dalam kekuasannya membutuhkan perhatian yang
sama porsinya dengan perhatiannya terhadap orang-orang Frank. Sejak saat itu,
kekuasaannya sama sekali tidak bisa dianggap remeh. Terlepas dari persoalan
para pemberontak, Assassin dan hambatan lain yang ia hadapi, Shalahuddin merasa
saat itu merupakan waktu yang cukup aman baginya untuk menghadapai lawan
sejatinya, yaitu orang-orang Kristen Eropa.
PERANG MELAWAN
ORANG-ORANG FRANK JALAN MENUJU HATTIN
Pada
usianya yang ke-45 tahun, Shalahuddin menguasai wilayah luas yang membentang
dari barat sampai timur, Mesir-sungai Euphrates dan dari utara sampai selatan,
Turki-Teluk Persia. Dengan begitu, kekuasaannya meliputi kota-kota besar dan
kaya sebagai pusat perdagangan, pelabuhan terbaik dan tanah pertanian yang
paling subur. Sehingga, pada masa itu, Shalahuddin memimpin populasi muslim terbesar
di dunia.
Karena
ketaatan dalam menjaga Islam, Shalahuddin pun mengandikan dirinya untuk
memerangi sikap orang-orang Kristen. Maka, mau tidak mau, ia harus berhadapan
dengan orang-orang Frank. Sementara itu, orang-orang Kristen telah memainkan
peran mereka dengan sangat baik. Mereka tidak pernah puas dengan kedudukan
mereka di Tanah Suci sehingga orang-orang Kristen Eropa ini mengganggu dan
melakukan penjarahan terhadap tetangga-tetangga mereka, kaum muslim. Bahkan,
mereka merampok dengan cara menyerang karavan kaum muslim.
Selain
itu, para prajurit Perang Salib Eropa telah melancarkan gangguan di perbatasan
barat Kerajaan Islam. Padahal, umat Islam telah berusaha menjauh dari mereka.
Maka, Shalahuddin pun ingin menyelesaikan masalah ini dengan tuntas. Pada saat
yang bersamaan, orang-orang Frank dengan tolol dan sombong justru ingin
melakukan provokasi terhadap dirinya.
Salah
satu provokator dari pasukan Perang Salib bernama Reginald of Chatillon. Tokoh
ini berusaha memancing kemarahan Shalahuddin secara brutal dan ambisius.
Bahkan, di kalangan teman-temannya sendiri, ia memiliki reputasi sebagai biang
kerok. Sebab, ia suka membuat ulah.
Reginald
pun mengajak Shalahuddin untuk berperang dengan cara menempati sebuah kastil di
kerak. Dari ketinggian Kerak ini, Reginald menjarah karavan orang-orang muslim
yang melintas dan merampas kargo berharga milik mereka. Selain itu, ia juga
mencemoh Shalahuddin sebagai pimpinan yang tidak bica menjaga wilayah
kekuasaannya.
Reginald
pun berusaha mencari-cari kesempatan untuk mempermalukan dan memprovokasi umat
muslm. Maka, ia pun melakukan tindak yang nekat, yakni menjarah kota Madinah.
Bahkan, ia berniat untuk mencuri jenazah Nabi Muhammad Saw., sebagai sebuah
penistaan terhadap seluruh dunia.
Shalahuddin
tidak bisa menoleransi tindakan Reginald yang impulsif dan gegabah itu. Saat
berita tentang upaya penjarahan kota Madinah tersebut sampai telinga
Shalahuddin, Sultan Syria dan Mesir ini sangat murka. Meskipun ia dikenal
sebagai orang yang penuh pertimbangan dan pengendalian diri yang baik, ia tetap
tidak bisa membiarkan hinaan keji terhadap agamanya. Sebab, baginya agama
merupakan telah menjadi substansi yang mendorong eksistensi Shalahuddin.
Reginald
berhasil lolos dari tangan Shalahuddin, namun kaki tangannya berhasil ditangkap
oleh pasukan Shalahuddin. Oleh karena itu, ia melampiaskan kemarahannya kepada
mereka. Kemudian, ia memerintahkan pasukannya untuk menangkap seluruh pelaku
penjarahan kota Madinah.
Pasukan
Shalahuddin pun berhasil menangkap para pelaku penjarahan kota Madinah yang
seluruhnya berjumlah 170 orang. Selanjutnya, mereka didudukkan di atas unta dan
menghadap ke belakang. Kemudian, mereka diarak melalui jalan-jalan di
Alexandria, Makkah, Madinah dan Kairo. Selanjutnya, Shalahuddin memerintahkan
agar para tawanan tersebut menebus harga final penistaan yang mereka lakukan
dengan dihukum pancung.
Karena
perintah ini sangat jauh dari karakteristik Shalahuddin, sampai-sampai
bawahannya menolak untuk melaksanakan perintah tersebut. Bahkan, saudaranya,
Saifuddin al-Adil, meragukan keputusan Shalahuddin ini. Maka, ia pun memaksa
Shalahuddin untuk menuliskan sebuah surat untuk menjelaskan keputusannya itu.
Kemudian,
Shalahuddin menuliskan surat yang berisi penjelasan keputusan hukuman mati
tersebut. Menurutnya, para pelaku penjarahan kota Madinah harus dihukum mati
karena dua alasan. Pertama, mereka nyaris berhasil menjejakkan kaki di salah
satu kota suci umat Islam tanpa terdeteksi. Maka, apabila mereka dibiarkan
untuk tetap hidup, tentu saja mereka akan kembali melewati rute yang sama
dengan membawa pasukan yang lebih besar dan nekat. Kedua, cara itu dilakukan
untuk membela dan menjaga kehormatan islam.
Bagi
Shalahuddin, serangan umat Kristiani ini merupakan tindakan yang paling keji
dalam sejarah Islam. Oleh sebab itu, ia tidak bisa membiarkan orang-orang kafir
mengolok-olok Islam dan lolos tanpa balasan. Bahkan, sejak masih remaja, ia
telah berikrar untuk mengabdi dan menjadi tentara Allah. ia pun berpedoman
bahwa kesejahteraan Islam merupakan bagian dari tanggung jawabnya. Oleh karena
itu, ia menyikapi hal ini dengan sangat serius.
Setelah
orang-orang Frank dieksekusi, pada tahun 1183, Shalahuddin melancarkan serangan
ke Kerak. Namun, usahanya itu belum berhasil karena Reginald mampu
mempertahankan diri di Kerak. Sementara itu, beragam persoalan di Jerusalem
mengarah pada kondisi terburuk.
Pada
tahun 1183, Raja Jerusalem yang maasih muda, Baldwin V, meninggal dunia secara
mendadak. Kerajaan utama pasukan Perang
Salib berada dalam kekosongan kepemimpinan. Maka, para bangsawan yang serakah
pun mulai berdatangan ke Jerusalem dan berebut untuk menggantikan posisi
Baldwin.
Diantara
para bangsawan yang memperebutkan kekuasaan di Jerusalem, ada dua orang tokoh
yang paling berpengaruh di kalangan bangsa Frank, yaitu Guy of Lusignan dan
Raymond of Tripoli. Guy mampu mengakali Raymond dengan cara menikahi ibunda
Baldwin dan mengklaim kepemilikan Jerusalem.
Tentu
saja, Raymond merasa dicurangi oleh Guy. Sebab, ia merasa telah lama mengabdi
menjadi wali Baldwin. Bahkan, ia juga bertindak sebagai raja atas nama Baldwin.
Oleh karena itu, setelah kematian sang raja muda, seharusnya singgasana itu
diserahkan kepadanya. Karena merasa dipermalukan, ia pun marah dan menarik diri
menuju kastilnya di Tiberias yang berada di dekat Laut Galilee.
Sementara
itu, Guy tidak memikirkan apapun selain kebenciannya kepada Islam. Sehingga,
Shalahuddin pun membaca isyarat ini dan memprediksikan bahwa perang semakin
dekat. Lalu, ia segera mempersiapkan pasukannya untuk menghadapi orang-orang
kristen. Di sisi lain, Reginald, justru berasumsi bahwa Shalahuddin akan
melakukan manuver militer saat perebutan kekuasaan di Jerusalem menyita
perhatian semua orang. Maka, ia pun menyerang umat Islam. Pada awal tahun 1187,
Reginald menjarah sebuah kafilah Arab yang bertolak dari Mesir menuju Damaskus.
Pasukan
prajurit Perang Salib didikan Reginald yang bengal merompak barang-barang
dagangan kafilah yang diangkut dengan
unta. Bahkan, mereka menemukan adik perempuan Shalahuddin di antara para
musafir tersebut. Ketika adik perempuan Shalahuddin dan para musafir menuntut
agar dibebaskan, Reginald hanya menertawakan permintaan mereka secara
blak-blakan.
Ketika
Shalahuddin mendengar kabar tentang perampokan ini, Reginald pun kembali murka.
Bahkan, Shalahuddin bersumpah akan membunuh Reginald dengan tangannya sendiri.
Maka, ia pun memerintahkan untuk mengibarkan bendera perang. Dengan demikian,
ia meyakini bahwa perang melawan orang-orang Kristen merupakan bagian dari
suratan takdirnya.
Selanjutnya,
Shalahuddin meminta bantuan kepada kawan lama yang juga orang Frank, yakni
Raymond of Tripoli yang merupakan saingan Guy of Lusignan. Tidak seperti Guy,
Raymond justru menjalani seluruh hidupnya di Palestina. Sehingga, ia mampu
berbahasa Arab dengan fasih dan mengagumi prinsip serta ajaran Islam. Selain
itu, ia juga memiliki penghormatan yang tinggi
kepada Shalahuddin.
Pada
tahun 1184, raymond dan Shalahuddin telah berdamai dengan menandatangani sebuah
gencatan senjata. Sejak saat itu, mereka berdua menjalin hubungan baik dan harmonis.
Bahkan, Raymond pernah meminta bantuan Shalahuddin saat ia terlibat dalam
pertikaian dengan sesama orang Frank.
Dengan
pertimbangan tersebut, Shalahuddin sangat yakin bahwa sang penguasa Tiberias
akan memberikan bantuan kepadanya untuk menjatuhkan Guy dan Reginald. Dengan
bantuan Raymond, Shalahuddin berharap mampu menaklukkan Palestina kembali.
Maka, Shalahuddin pun meminta izin kepada Raymond untuk meewati kekuasaannya.
Raymond pun memberikan izin tersebut, namun ia menetapkan beberapa syarat antara
lain Shalahuddin dan pasukannya hanya diberi waktu sehari untuk melintasi
daerah kekuasaan (yaitu pada siang hari). Dan ia pun harus berjanji untuk tidak
melakukan penjarahan terhadap perkampungan Frank di sepanjang jalur aman itu.
Shalahuddin pun menerima Syarat-syarat yang diajukan oleh Raymond dengan senang
hati. Maka, di bawah pimpinan putranya, Al-Afdal, pasukan Shalahuddin bergerak
untuk menaklukkan Palestina.
Tetntu
saja, para pengikut Raymond menvonis penguasa Tiberias ini sebagai pengkhianat
bagi rakyatnya dan Kristus. Maka, pasukan Hospitaller dan Templat, kelompok
biarawan tentara yang mengabdi pada Raymond, segera melakukan pemberontakan.
Sebab, mereka telah menghabiskan waktu di sepanjang hidup mereka untuk membela
para pengikut Kristiani guna melawan umat Islam.
Namun,
mereka seolah-olah dipaksa untuk diam ketika harus menyaksikan pasukan Islam
berlalu di depan mereka dengan aman. Mereka menganggap hal itu sebagai sebiah
hinaan. Oleh karena itu, tanpa meminta izin atasannya, pasukan Hospitaller dan
Templar menyerang pasukan Shalahuddin di Cresson, sebuah tempat yang
berada sekitar dua mil di sebelah utara
Nazareth.
Meskipun
Kesatria Hospitaller dan Templar merupakan prajurit-prajurit yang penuh
keberanian, mereka hanya memiliki
peluang kecil untuk mengusir pasukan Shalahuddin. Dalam waktu singkat, mereka
pun dapat dikalahkan oleh pasukan Shalahuddin, kekalahan orang-orang Kristen di
Cresson ini memkasa raymond untuk turun tangan.
Di
satu sisi, ia telah berjanji untuk melindungi Shalahuddin, namun disisi lain,
ia ingin membantu saudaranya sesama umat Kristiani. Maka Raymond menyelinap
keluar dari Tiberias secara diam-diam. Lalu, ia mengumumkan keputusannya untuk
berangkat ke Jerusalem dan memberikan dukungannya kepada Guy of Lusignan.
Pembelotan
Raymond itu membuat Shalahuddin merasa sangat terluka. Selanjutnya, ia membawa
pasukan yang berjumlah 24 ribu orang tentara menuju Kastil Raymond di Tiberias.
Ia ingin menghukum Raymond sekaligus memancing Guy agar bertindak “prematur”.
Kemudian,
ia mulai menyusun rencana untuk menarik pasukan Franks ke sebuah medan
pertempuran yang sudah ditentukan. Sehingga, ia berharap mampu mengatasi
pasukan Kristen dan mengalahkan mereka secara menyakitkan. Dengan begitu,
Gerbang Palestina pun akan terbuka bagi pasukan Islam dan kemenangan umat Islam
pun berada di depan mata.
KEMENANGAN SHALAHUDDIN
Pada
pagi hari di awal musim panas tahun 1187, saat Shalahuddin masih berada di
Tiberias, ia mendengar kabar bahwa pasukan Frank telah bergerak meninggalkan
Jerusalem. Maka, ia segera mengatur strategi dan mempersiapkan pasukannya untuk
menghadang pasukan lawan dari okasi yang menguntungkan bagi pasukannya.
Shalahuddin
pun menemukan sebuah daratan terpencil dan sunyi yang bernama Lubiya. Tempat
ini terletak beberapa mil di sebelah selatan Tiberias. Tempat ini berupa
dataran yang luas dan terbuka sehingga memberi keuntungan tersendiri bagi
pasukan Shalahuddin. Sebab, pasukan pemanah berkuda yang ia miliki mobilitaas
tinggi.
Selain
itu, kawasan ini merupakan daerah yang kering kerontang sehingga pasukan musuh
akan kehausan. Sebab, mereka tidak menemukan sumber air yang bisa digunakan
untuk mengobati dahaga mereka. Dengan demikian, Lubiya menawarkan sebuah
pemandangan suram bagi pertempuran yang sebentar lagi akan terjadi. Hanya ada
dua tempat yang menghiasi dataran sepi tersebut, yaitu desa Hattin dan
serangkaian bukit rendah yang dikenal dengan nama perbukitan Horns.
Sementara
itu, Guy merespon langkah Shalahuddin ke Palestina dengan karakteristiknya yang
khas, yakni sembrono dan gegabah. Sehingga, ia memilih jalur yang melewati
hamparan pasir dan kerikil dataran Lubiya yang panas. Walaupun ia menyadari
bahwa pasukannya akan terpanggang dalam baju zirah mereka. Ia tetap menggiring
mereka menuju sebuah tempat yang sama sekali tidak cocok untuk taktik
pertempuran khas Eropa. Bahkan, jalur tersebut jauh dari sumber air yang
melimpah, yakni Laut Galilee.
Rute
yang ditempuh oleh Guy bukan hanya menguntungkan pihak Shalahuddin, melainkan
juga mendatangkan kesalahan fatal yang tak bisa diperbaiki lagi oleh
pasukannya. Pasukan Frank dilengkapi dengan pasukan kavaleri yang sangat
disegani. Pasukan ini berkonvoi dalam penjagaan “tembok hidup” pasukan
infanteri. Sehingga, mereka dapat menampilkan sebuah pemandangan yang sangat
mengesankan.
Akan
tetapi, mereka terkesan sangat lamban dan kikuk dalam barisan konvoi mereka.
Baju zirah yang berat, pedang besar, topi baja dan lembing besi yang mereka
kenakan benar-benar menguras tenaga mereka. Selain itu, teriknya sinar matahari
semakin terasa sangat menyengat karena mereka mengenakan berbagai macam atribut
yang terbuat dari benda logam.
Sementara
itu, pasukan Guy dapat dilacak oleh pasukan pengintai shalahuddin dengan mudah.
Sehingga, pasukan ini dapat dihadang dan dikepung oleh pasukan shalahuddin
dengan mudah. Kemudian, pasukan pemanah berkuda Shalahuddin yang gesit dan
lincah menghujanu mereka dengan anak-anak panah. Pasukan Guy menjadi semakin
menderita sehingga mereka tidak memiliki pilihan lain kecuali melanjutkan
perjalanan dengan susah payah.
Shalahuddin
mengetahui bahwa pasukan Guy salah dalam menerapkan strategi. Maka, ia pun
segera menempatkan pasukan yang membawa air di antara pasukan Kristen.
Selanjutnya, ia mengirim pasukan sayap, yang terdiri atas pasukan pemanah
berkuda menuju kedua sisi pasukan Guy. Pasukan ini seolah-olah akan memandu
para prajurit Frank menuju sebuah lokasi yang menguntungkan.
Selain
itu, Shalahuddin juga menugaskan sekelompok pasukan infanteri untuk menguntit
di belakang pasukan pemanah berkuda. Pasukan ini bertugas memproteksi barang
bawaan dan suplai logistik sekaligus menjadi titik awal dan akhir serangan
pasukan Islam. Pasukan infanteri yang bersenjatakan tombak dan busur itu diberi
mandat untuk menghabisi pasukan musuh.
Setelah
Shalahuddin mengatur posisi dan komposisi pasukannya, para komandan perangnya
mulai membentang bendera yang beraneka warna. Bendera-bendera tersebut berkibar
diterpa angin. Selain itu, genderang pun mulai bergema, bunyi terompet mulai
bersahut-sahutan dan simbal-simbal mulai bergemerincing mengisyaratkan
keberadaan pasukan Shalahuddin kepada pasukan guy.
Guy
merasa terusik oleh pasukan pemanah musuh dan terik matahari yang sangat
menyengat. Maka, ia pun memerintahkan pasukannya untuk berhenti dan mendirikan
kemah. Keesokan harinya, Guy menyadari bahwa hari itu akan menjadi hari yang
melelahkan bagi diri dan pasukannya.
Lalu,
ia mulai mengumpulkan pasukannya untuk menemukan mata air dan bersiap
menghadapi musuh. Sementara itu, pasukan pemanah berkuda Shalahuddin yang telah
mendeteksi pergerakan pasukan Guy, mulai merangsek maju. pasukan saya ini mulai
menghujani pasukan Franks dengan anak panah. serangan Mereka pun semakin
meningkat, baik dari segi frekuensi maupun tingkat keganasannya.
Kemudian,
Shalahuddin memerintahkan pasukannya untuk menyalakan api guna menghambat
pergerakan pasukan Guy. Kobaran api itu menaikkan suhu yang sudah sedemikian
panas akibat teriknya sinar matahari. Selain itu, kobaran api tersebut juga
menghasilkan kabut asap tebal yang membutakan pandangan akan menyengat mata
pasukan Frank.
Kebingungan
segera menyelimuti pasukan Perang Salib Kristen. Para kesatria mereka tak mampu
melihat arena pertempuran dan pihak lawan dengan jelas. Kuda-kuda mereka pun
mundur dan hany berputar-putar di tempat. Anak panah beterbangan dari segala
arah. Seiring dengan kian berkorbarnya api yang mengelilingi mereka, pasukan
Kristen pun semakin cemas.
Para
prajurit Kristen pun terjebak dalam kepanikan akibat teror yang sanagt mencekam
itu. Barisan mereka terpecah-pecah dan para prajurit mulai berhamburan ke semua
penjuru. Sehingga, setiap orang hanya memikirkan dirinya sendiri. Maka,
Shalahuddin pun menggunakan kesempatan ini untuk melancarkn serangan kepada
pihak musuh. Pasukan lembing dan pemanahnya berhasil memojokkan pasukan Franks
hingga tak berdaya. Pasukan itu berjuang keras untuk keluar dari perangkap
tersebut, namun usaha mereka hanya berakhir sia-sia. Akhirnya, mereka pun
menyerah kepada Shalahuddin.
Setelah
itu Shalahuddin segera memerintahkan pasukannya untuk mengumpulkan para
tawanan. Kemudian, para prajuritnya menyematkan kalung di leher yang menyatu
dengan borgol di tangan para tawanan tersebut. Selanjutnya, mereka di giring
menuju pasar-pasar di Damasskus dan dijual sebagai budak.
Karena
jumlah tawanan di ibu kota Syria sangat banyak, harga budak pun menurun secara
drastis. Maka, orang-orang Frank pun tidak bisa mendapatkan harga yang layak.
Bahkan, dikisahkan seorang pembeli bisa mendapatkan seorang prajurit Frank
hanya dengan menukarkan sepasang sandal usangnya. Dengan demikian, nasib buruk
siap menyapa setiap prajurit Kristen yang tertangkap di Pertempuran hattin.
Tak
lama setelah pertempuran usai, Shalahuddin memerintahkan agar Guy dan Reginald
dihadapkan kepadanya. Guy tidak mampu menyembunyikan kegugupannya, ia pun
mempertanyakan nasibnya kepada Shalahuddin. Shalahuddin merespons pertnyaan
tersebut dengan menyerahkan semangkuk air mawar sejuk yang telah dibubuhi bubuk
serbat. Menurut tradisi yagn berkembang di kalangan masyarakat Arab, jika
seorang pemenang memberikan semangkuk air penyegar kepada pihak yang dikalahkan,
berarti ia masih mengampuni nyawa musuhnya.
Maka,
Guy pun menyerahkan mangkuk yang ditawarkan oleh shalahuddin kepada Reginald,
namun Sultan Syria dan Mesir ini menghalangi tindakan Guy ini dengan tangannya.
Sebab, Shalahuddin menuntut permintaan maaf dari Reginald atas perbuatannya
yang sudah melampaui batas.
Akan
tetapi, Reginald justru menjawab tuntutan Shalahuddin dengan sinis. Menurutnya,
ia tidak memiliki alasan apa pun untuk meminta maaf kepada Shalahuddin.
“Para
raja selalu melakukan tindakan seperti yang telah aku lakukan, “ jelasnya.
Shalahuddin
berhenti sejenak sebelum kemarahannya meledak. Kemudian ia pun berkata, “Kau
adalah tawananku, tetapi kau menjawab permintaanku dengan penuh kesombongan.”
Seorang
pengawal segera menggiring kedua pemimpin bangsa Frank supaya menyingkir dari
hadapan Shalahuddin. Namun, tak lama kemudian, Reginald diminta untuk kembali
menghadap Shalahuddin. Lalu, Shalahuddin mengundang Guy ke tendanya. Tepat pada
saat raja Jerussalem tersebut masuk ke tenda Shalahuddin, seorang budak
menyeret jenazah Reginald dalam keadaan tanpa kepala.
Dengan
lutut yang bergetar, Guy menatap Shalahuddin. Tiba-tiba, Sultan Syria dan Mesir
tersebut berbicara dengan suara yang menyejukkan, “Raja sejati tidak saling
membunuh.”
“ia
bukan raja dan ia pun sudah melampaui batas,” lanjut Shalahuddin.
Sebelum
dikirim ke tenda khusus bagi para tahanan, Guy kembali merasakan aura
kesopansantunan Shalahuddin. Lagi-lagi, Shalahuddin memberinya semangkuk air
mawar sejuk yang telah dibubuhi bubuk serbat.
lumayan nih
ReplyDelete