TRAGEDI SOEKARNO: DARI KUDETA SAMPAI KEMATIANNYA
Soekarno yang
lahir saat fajar menyingsing, diyakini ibundanya, Idayu akan menjadi orang
besar, tokoh penting, pejuang bagi rakyatnya. Sejarh kemudian mencatatnya
sebagai Panglima Tertinggi, Pemimpin Besar Revolusi, Paduka Yang Mulia Presiden
RI, Singan Podium, Peraih Gelar 26 Doktor Honoris Causa dan serangkaian gelar
lain.
Selain
gelar-gelar dan julukan di atas, Bung Karno juga menerima gelar-gelar ada
berbagai suku di Tanah Air. Menilik itu semua, sungguh sebuah pencapaian luar
biasa yang bahkan belum pernah ada yang bisa menandingi. Tidak di Indonesia,
barangkali tidak pula diatas jagat raya ini.
Perjalanan
hidup seorang Soekarno begitu kontroversial. Ada kalanya ia dicerca. Ada
kalanya pula ia dipuja. Bahkan dalam buku biografinya, ia mengatakan, “Aku
dipuja seperti dewa dan dikutuk seperti bandit.” Begitulah tokoh proklamator
kita. Muda dipuja, saat jaya diagung-agungkan, tetapi di akhir hidupnya
disingkirkan dan dibunuh pelan-pelan justru oleh lawan politiknya, sesama anak
bangsa.
Supersemar
menjadi titik balik bagi putra sang fajar. MPRS menjatuhkan Soekarno dengan
menolak Nawaksara dan Pelengkap Nawaksara. Ia pun dicekal dan disingkirkan dari
memori bangsa Indonesia. Istilah yang terkenal adalah “desukarnoisasi”.
Contoh nyata,
ideologi Pancasila yang dicetuskan Soekarno pada 1 Juni 1945, berusaha
dilupakan. Diganti dengan proyek BP-7 melalui penataran-penataran P-4 (Pedoman
Penghayatan dan Pengamalan Pancasila). Jangankan memperingati lahirnya
Pancasila tiap 1 Juni, menyebut nama Soekarno saja seperti dianggap tabu.
Rezim
Soeharto, rezim Orde Baru pengganti Orde Lama pun mengubur nama besar Soekarno
berikut jasanya bagi bangsa dan negara Indonesia. Para pengikutnya yang setia
pun dikerangkeng, dijebloskan ke penjara tanpa proses pengadilan. Ironisnya,
anak bangsa yang termasuk Soekarnois diidentikan sebagai penganut paham
komunis, karenanya harus distempel “manusia terlarang” dengan berbagai kategori
dan tingkatan.
Jasad Bung
Karno dimakamkan di Blitar oleh Soeharto dengan alasan supaya dekat dengan
ibunya. Padahal, Soekarno sendiri berkehendak dimakamkan di antara bukit
berombak, di bawah pohon rindang, di samping sebuah sungai dengan udara segar.
Impian yang bahkan dituliskannya dalam sebuah testamen
Ya, permintaan
terakhir Soekarno agar dikuburkan di halaman rumahnya di Batu Tulis, Bogor,
ditolak rezim Soeharto. Soeharto tentu tidak mau makam Soekarno di Bogor
menjadi tempat yang popular dan banyak dikunjungi rakyat pencintanya. Terlebih
letak kota Bogor yang begitu dekat dengan jakarta, pusat kekuasaan Soeharto
yang didudukinya dengan bertindak keji terhadap Soekarno
Adalah buku
TRAGEDI SUKARNO, dari Kudeta Sampai
Kematiannya, yang mengupas secara cukup tuntas sepenggal hidup Soekarno
sejak periode 1965 yang disebut sebagai “Titik Balik”, hingga “Saat Fajar
Tenggelam”, sebuah episode terakhir kehidupan Soekarno. Buku yang ditulis Reni
Nuryanti dan diterbitkan Penerbit Ombak, Yogyakarta 2008 itu sekali lagi
menjadi salah satu buku oelengkap di
antara judul-judul lain dengan tema sejenis.
Dalam buku itu
dikupas tentang masa-masa Bung Karno terusir dari Paviliun Istana Bogor. Hanya
dengan berbekal barang seadanya, Bung Karno mengajak istrinya, Hartini, pindah
ke Wisma Batu Tulis, yang juga masih wilayah Bogor. Ia pindah sebagai tahanan
kota. Tak lama kemudian, ia pun tidak lagi diperkenankan tinggal di Wisma Batu
Tulis dan harus pindah ke Wisma Yaso, dalam penjagaan dan pengawasan aparat
keamanan yang lebih ketat. Inilah periode sakit sekaligus periode saat ia
“dikerangkeng”.
Jangankan
beraktivitas politik, menemui tamu pun dilarang. Bahkan, anggota keluarganya
sendiri dibatasi untuk bertemu Soekarno. Catatan medis Soekarno, serta
pendukung tulisan lain yang merujuk pada referensi yang lebih kpmplet
menyebutkan bahwa penanganan terhadap kesehatan Bung Karno begitu ala kadarnya,
bahkan cenderung serampungan.
Pendeknya,
kini jasad Bung Karno sudah kembali ke asalnya. Dari tanah kembali ke tanah.
Pelan tapi pasti, bersama guliran sang kala, manikan Soekarno kembali bersinar.
Ajaran-ajarannya kembali digali dan persis seperti ucapan yang pernah
meluncurkan dari mulur Soekarno, “Sejarah yang akan membersihkan namaku.”
0 Comments: