PEMBANTAIAN MASSAL PKI DI BATOKAN, BANJAREJO

August 13, 2018 1 Comments


Ketika Republik Soviet Indonesia diproklamasikan pada tanggal 18 Agustus 1948, laskar merah bersenjata yang tergabung dalam FDR/PKI segera melakukan aksi-aksi untuk menguasai pos-pos terpenting. Gerakan mereka telah terencana dengan baik sehingga dapat berlangsung sangat cepat dan tidak terduga sehingga dalam tempo singkat mereka telah melumpuhkan pemerintahan resmi, khususnya di daerah kabupaten Magetan. Dalam aksinya itu, PKI menggunakan para preman, bandit-bandit, perampok, warok untuk mengacaukan situasi. Perampokan sering disertai pembunuhan. Kerusuhan semacam ini dibuat di berbagai tempat agar polisi dan tentara kewalahan mengatasinya. Orang-orang desa dibuat panik dan diliputi suasana waswas.
Selain merebut pos-pos militer dan pemerintahan, di kabupaten Magetan FDR/PKI juga mengincar tokoh-tokoh dari Pesantren Takeran, Pesantren Sabili Mutaqien (PMS), yang dianggap sabagai musuh mereka. Pesantren itu sendiri dipimpin oleh Kiai Imam Mursjid Muttaqin, seorang Kiai yang berwibawa di kawasan Magetan. Pesantren Takeran aktif melakukan penggemblengan fisik dan spiritual. Untuk melatih ilmu kanuragan ini, Kiai Imam Mursjid Muttaqin dibantu kiai dari Temanggung, Ponorogo dan Jombang.
Pada tanggal 17 September 1948, tepatnya hari jumat Pon, Kiai Hamzah ddan Kiai Nurun dari tulungagung dan Tegalrejo berpamitan pada Kiai Imam Mursjid untuk mengajar Pesantren Burikan, Banjarejo yang merupakan cabang Pesantren Takeran. Pamitan kedua kiai ini menerbitkan kegelisahan di hati Kiai Mursjid. Entah bagaimana, sang Kiai mendapat firasat bahwa akan terjadi sesuatu yang buruk menimpa keduanya. Firasat tersebut terbukti ketika terdengar kabar bahwa pada hari Sabtu Wage tanggal 18 September 1948 Pesantren Burikan diserang FDR/PKI. Dalam penyerangan tersebut tokoh-tokoh pesantren dan santrin, termasuk Kiai hamzah dan Kiai Nurun yang masih ada di pesantren tersebut, digiring bersama-sama tawanan lain ke Batokan, berjarak 500m dari pesantren Burikan. Rupanya, di pekuburan Batokan, Banjarejo, telah dipersiapkan algojo-algojo yang membawa pedang dan pentungan untuk menghabisi nyawa mereka yang telah diculik. Pada waktu itu Batokan, banjarejo termasuk daerah Kawedanan Gorang gareng. Di tempat inilah dibantai 16 orang yang kemudian mayatnya dimasukkan ke dalam sumur.
Untuk mengelabui pihak kepolisian, orang-orang PKI di Gorang Goreng menelpon Polres magetan, guna meminta bantuan dengan dalih sedang terjadi perampokan. Kepala Polisi Magetan, Ismiyadi, tanpa curiga segera datang ke Gorang gareng bersama anggota polisi kasiman, kliwon dan sopir bernama Suparlan. Mereka bertiga menggunakan mobil jip milik Bupati Magetan M. Ng. Sudibyo. Tiba di perbatasan Desa Bajarejo, mobil yang membawa Ismiyadi dihentikan beratus-ratus orang PKI yang dipimpin oleh Dalil. Ia adalah seorang guru sekaligus seorang tokoh PKI Banjarejo. Polisi R. Ismiyadi semula melawan, tetapi karena kalah jumlah, mereka akhirnya menyerah. Kemudian R Ismiyadi dan polisi lainnya diarak ke markas PKI di rumah Kromorejo. Setelah hari gelap, R. Ismiyadi dan anak buahnya beserta Kiai Hamzah dan Kiai Nurun, serta beberapa orang lainnya dibantai di pekuburan batokan. Berikut nama-nama korban pembantaian massa di Batokan
1.      R. Ismiyadi (Inspektur Polisi)
2.      Marian (Agen Polisi I)
3.      Kliwon (Agen Polisi II)
4.      Kasimin (Agen Polisi III)
5.      Suparlan (Sopir)
6.      Abdul Malik (Kiai)
7.      Hamzah (Kiai)
8.      Nurun (Kiai)
9.      Karto Siman (Jogoboyo)
10.  Karno (penduduk setempat)
11.  Wardi (penduduk setempat)
Pembunuhan ini berawal pada hari Jumat, 17 September 1948 sehabis shalat Jumat. Kiai Imam Mursjid juga diculik oleh FDR/PKI untuk diajak bermusyawarah tentang Republik Soviet Indonesia. Keberangkatan Imam Mursjid bersama tokoh-tokoh FDR/PKI itu menimbulkan kegelisahan para santri. Imam Faham, santri yang setia, minta untuk mendampingi Kiai Imam Mursjid. Sebelumnya orang-orang FDR/PKI mengancam apabila Kiai Imam Mursjid tidak mau, maka Pesantren Tarekan akan dibakar. FDR/PKI tidak bersedia melepas Kiai Imam Mursjid, bahkan mereka mengirim kurir minta Kiai Muhammad Noer, sepupunya, agar menjemput Kiai Imam Mursjid. Kiai Imam Noer secara diam diam mendatangi sendiri markas FDR/PKI di Gorang Gareng yang terletak 6 km di sebelah Barat Takeran. Akhirnya, kedua kiai itu dibawa dan disekap di Gorang Gareng. Penangkapan tokoh-tokoh pesantren berlanjut terhadap dari Ustadz Ahmad Baydawy, Muhammad Maidjo. Mereka akhirnya tidak kembali dan menjadi sasaran pembantaian


Some say he’s half man half fish, others say he’s more of a seventy/thirty split. Either way he’s a fishy bastard.

1 comment: