SEJARAH KOREA
1.
Korea Dibagi Dua
Korea merupakan wilayah strategis
di Asia Timur yang selalu terancam kedudukannya karena baik jepang maupun Rusia
selalu berusaha untuk menguasai daerah itu. Bagi Rusia, Korea sangat penting
karena wilayahnya berdekatan dengan ujung timur wilayah Rusia. Di samping itu,
daerah Korea juga merupakan daerah subur dan berhadapan langsung dengan laut
lepas. Sedangkan bagi jepang, Korea tak ubahnya dengan “pistol yang tertuju ke
dada” karena letaknya yang berhadapan. Kedua negara asing itu berusaha untuk
menguasai Korea yang sangat strategis tersebut.
Pendudukan asing terhadap Korea
dilakukan Jepang sejak tahun 1896 dan berakhir dalam tahun 1945. Selama berada
di bawah penjajahan jepang, Korea hendak dijepangkan dengan segala upaya dan
kekuatan Jepang, akan tetapi upaya Jepang tersebut tidak berhasil.
Setelah Perang dunia II berakhir,
wilayah Korea terpaksa dibagi menjadi dua bagian dengan garis batas 38 derajat LU. Korea Utara yang merupakan daerah dukungan
Uni Sovyet akhirnya menjelma jadi Republik Demokrasi Korea dengan Ibukotanya
Pyongyang sedangkan Korea Selatan dukungan Amerika Serikat menjadi Republik
Korea dengan Ibukota Seoul.
Dibagi duanya wilayah
Korea menjadi Korea Utara dan Korea Selata dan didukungnya masing-masing negara
oleh Amerika Serikat dan Uni Sovyet menyebabkan seringnya terjadi pertikaian
diantara kedua negara yang baru merdeka tersebut. Pertikaian-pertikaian antara
Korea Utara dengan Korea Selatan mencapai puncaknya dengan Perang Korea
(1950-1953). Setelah persetujuan damai dicapai, daerah sekitar garis demarkasi 38
derajat LU
disetujui kedua belah pihak sebagai daerah bebas militer.
2.
Korea Selatan Muncul Sebagai Negara Maju
Paham Komunisme tidak dapat tumbuh
dan berkembang di negara yang rakyatnya sejahtera. Keadaan ini dipahami benar
oleh Amerika Serikat, sehingga negara ini berusaha sekuat tenaga untuk
membangun ekonomi Korea Selatan agar kesejahteraan rakyat meningkat. Dengan
bantuan keuangan dari Amerika Serikat, Korea Selatan dapat meninggalkan Korea
Utara dalam hal pembangunan. Dalam tahun 1950, pendapatan per kapita rakyat
Korea Selatan per tahun baru mencapai US$ 60. Dalam tahun 1980 melonjak menjadi
US$ 2.000 per kapita per tahun, sesuatu peningkatan yang cukup memberikan
tauladan buat negara-negara tetangganya, terutama Indonesia dan negara-negara
dunia ketiga lainnya.
3.
Perkembangan Politik Di Semenanjung Korea
Pembagian semenanjung Korea menjadi
Korea Utara dan Korea Selatan ternyata membawa perkembangan tersendiri dalam
kehidupan kedua negara. Korea Utara tampil sebagai negara komunis yang mendapat
dukungan Rusia, sedangkan Korea Selatan tampil sebagai negara Liberal dengan
dukungan Amerika Serikat. Kedua negara adikuasa itu berusaha untuk menanamkan
pengaruhnya di masing-masing daerah.
a.
Korea Utara
Korea Utara merupakan negara
komunis yang berbatasan langsung dengan Rusia (Uni Sovyet) dan RRC, Jepang,
Korea Selatan dan Laut Kuning. Negara yang luasnya mencapai 121.929 Km2
ini berpenduduk sekitar 20 juta jiwa dalam
tahun 1985.
Persiapan pergantian
pimpinan dan kebijaksanaan ekonomi di Korea Utara mendominasi negara tersebut
sejak permulaan tahun 1980. Presiden Kim II Sung mengusulkan diadakan penarikan
mundur sekitar 30 ribu pasukan Amerika Serikat dari Korea Selatan dan
menyerukan diadakannya penggabungan kedua negara yang telah terbagi dua sejak
berakhirnya Perang Dunia II itu dalam suatu konfederasi dengan pimpinan Korea
Utara. Presiden Kim juga menyerukan diadakannya hubungan dengan negara-negara
kapitalis asal negara-negara tersebut tidak memusuhi Korea Utara. Hubungan
dagang dengan Jepang diusahakan segera dilaksanakan.
Adanya pergeseran
kebijaksanaan pemerintah dalam tahun 80-an ini telah menarik simpati internasional
bagi Korea Utara. Sayang, simpati internasional ini dirusak oleh campur tangan
Korea Utara dalam masalah dalam negeri negara lain, antara lain dengan menjadi
pemasok amunisi dan obat-obatan kepada Iran sehingga menimbulkan kemarahan
internasional. Karena Korea utara sering mengutuk kebijaksanaan luar negeri
Amerika Serikat dalam hubungannya dengan Korea Selatan, maka hubungan dengan
Amerika Serikat buruk sekali. Pyongyang sering mengutuk kebijaksanaan Menlu
Haig dari Amerika Serikat yang dianggap provokatif dan sangat membahayakan
Korea Utara.
Hubungan dengan
negara-negara Asia Tenggara yang tergabung dalam ASEAN diusahakan berlangsung
lebih baik dengan kunjungan PM Li Jong Ok ke Indonesia, malaysia dan Muang Thai
pada permulaan tahun 1982. Hubungan dengan Korea Selatan pun diusahakan
berjalan lebih lancar dengan diadakannya reuni organisasi Palang Merah kedua
negara dalam bulan Mei 1985. Sebanyak 151 orang Korea Utara mengadakan
kunjungan ke Seoul selama tiga hari untuk bertemu dengan sanak keluarganya yang
telah berpisah selama 40 tahun sejak berdirinya kedua negara. Sejak itu kedua
warna negara yang terpisah itu dapat dikatakan “bebas” untuk saling berkunjung.
Gambar dibawah ini menunjukkan pertemuan keluarga di pyongyang pada bulan
September.
Perang dan garis politik kedua
negara telah memisahkan mereka dari keluarganya selama 40 tahun. Pertemuan
warga Korea dengan saudaranya
b.
Korea Selatan
Korea Selatan merupakan negara
rupublik liberal yang luas wilayahnya lebih kecil dibandingkan dengan Korea
Utara, tetapi penduduknya dua kali lebih banyak (dalam tahun 1984 berjumlah
40.578.000 Jiwa) dan pendapatan per kapita penduduknya pertahun telah mencapai
2000 Dollar Amerika Serikat.
Presiden
Chun Doo Hwan
Dalam bidang
pembangunan ekonomi, Korea Selatan melejit meninggalkan Korea Utara. Kemajuan
ekonomi Korea Selatan dicapai berkat bantuan keuangan dari negara pendukungnya,
Amerika Serikat. Sejak tahun 1968, hubungan Korea Selatan dengan Indonesia baik
sekali dan masing masing negara berusaha untuk memelihara hubungan baik
tersebut, dalam upayah mencegah menjalarnya pengaruh komunisme.
Kehidupan
politik dalam negeri Korea Selatan yang liberal tidak begitu mapan dibandingkan
dengan kehidupan politik di Korea Utara yang sosialis. Gelombang protes terus
mengalir mewarnai kepemimpinan Presiden Chun Doo hwan sejak ia memangku jabatan
presiden menggantikan Presiden Park Chung Hee yang meninggal dalam tahun 1979,
dengan munculnya tokoh oposisi Kim dae Jung dan Kim Young Sam. Walaupun
demikian, Presiden chun berhasil mengatasi situasi dalam negeri dan berhasil
pula membangun Korea Selatan hingga mencapai tarap negara maju. Pembbangunan
fisik berjlan lancar sehingga Korea Selatan muncul sebagai negara yang patut
ditiru oleh negara-negara lain dalam bidang pembangunan.
Munculnya Chun
Doo Hwan sebagai tokoh nasional Korea Selatan ditandai pula oleh munculnya
tokoh oposisi seperti Kim dae Jung dan Kim Young Sam. Untuk memperkuat
kedudukannya sebagaai Presiden Korea Selatan, Chun sejak terpilihnya sebagai
presiden dalam bulan Agustus 1980 mengadakan amnesti terhadap 8.000 tahan
politik, termasuk Kim dae Jung sendiri. Kim Dae Jung kemudian diasingkan ke
Amerika Serikat.
Hubungan
dengan Korea Utara dan Uni Sovyet yang sejak semula tidak berjalan lancar
diperburuk dengan peristiwa percobaan pembunuhan atas diri Chun Doo hwan di
Rangoon dalam tahun 1983. Pemerintah Seoul menuduh Korea Utara sebagai dalang
peristiwa tersebut dan gelombang demonstarsi anti Korea Utara dilancarkan oleh
sekitar tujuh ribu penduduk Korea Selatan setelah terjadinya peristiwa
tersebut. Gerakan anti Uni Sovyet juga terjadi setelah peristiwa penembakan
pesawat Boeing 747 milik Korean Air Lines (KAL) yang menewaskan 269
penumpangnya pada bulan September 1983 disekitar pulau Sakhalin.
Walaupun
Presiden Chun dinilai berhasil dalam memimpin negara, tetapi pihak oposisi
terus meningkatkan perlawanannya. Dalam bulan Juni 1984 kelompok oposisi
mengumumkan terbentuknya koalisi Komite Musyawarah untuk Demokrasi, yang
dipimpim oleh dua tokoh oposisi ternama, kim Dae Jung dan Kim Young Sam.
Roh Tae Woo,
presiden baru Korea Selatan
Demonstrasi
anti pemerintah terus dilancarkan oleh pihak oposisi dengan melibatkan ratusan
ribu mahasiswa. Dalam tahun 1985 tidak kurang dari 270 ribu mahasiswa terlibat
demonstrasi. Gerakan anti pemerintah menurun dalam tahun 1986 setelah Presiden
Chun mengumumkan akan diselenggarakan pemilihan umum paling lambat dalam tahun
1987 dan ia sendiri merencanakan untuk mengundurkan diri dari kegiatan politik.
Pemilihan umum 1987 dimenangkan oleh partai pemerintah dan Roh Tae-Woo menjadi Presiden Korea Selatan setelah
bersaing denga Kim Dae Jung
Kim Dae Jung,
tokoh Oposisi Yang Mencalonkan Diri
Sebagai Presiden Dalam Pemilihan Umum 1987
Sebagai Presiden Dalam Pemilihan Umum 1987
Kim Young Sam,
Calon Presiden Korea Selatan dari pihak Oposisi
Terimakasih artikelnya.
ReplyDeleteAda yg ingin saya tanyakan.. apa pemerintah seperti chun doo hwan yg diktator tsb bisa disebut fasis?
Terimakasih
terima kasih sudah membaca artikel saja. kita bisa berbeda pandangan tentang apa itu fasis. menurut saya fasis itu selain menjalankan roda pemerintahan dengan diktator dan menjadikan para pengikutnya seragam, inti utama dari pemerintahan negara fasis adalah Gerakan militerisme sebab fasisme selalu berpikir bahwasannya musuh berada dimana-mana di luar negara maupun di dalam negara, sehingga menurut mereka negara selalu dalam keadaan bahaya. jd kalo menurun saya korea selatan pada masa kepemimpinan Chun doo whan tidak bisa dikatakan negara fasis sebab masih ada pihak oposisi sedangkan negara fasis dia hanya ada 1 yaitu militer dan tidak ada yg boleh selain militer. sama seperti pak harto meskipun diktator tp indonesia tidak dikatakan negara fasis sebab pada zaman pak harto memang dipengaruhi kekuatan militer akan tetapi dizaman beliau masih ada keberagaman contohnya golkar PPP dan PDI sedangkan kalo fasis dia hanya ada 1 yaitu militer dan tidak ada warna dan corak lain selain militer.
ReplyDeleteluar biasa
ReplyDelete