SERANGAN SHALAHUDDIN AL AYYUBI KE ACRE (1189-1191)
Setelah
Shalahuddin al ayyubi menguasai Jerusalem secara panuh, ia harus mempersipakan langkah
selanjutnya. Maka, ia pun memutuskan untuk melakukan serangan ke utara.
Tujuannya adalah menangkal serangan Eropa yang diasumsikan akan datang melalui
wilayah kekuasaan Byzantine. Ia juga berusaha melenyapkan titik-titik yang
dapat digunakan oleh orang-orang Kristen untuk melakukan serangan balik ke
Jerusalem seperti Antioch dan lain sebagainya.
Shalahuddin
berpikir bahwa jika kawasan pesisir mampu dikuasainya, ia pun dapat memutuskan
jalur suplai dan bantuan menuju kastil-kastil Kristen yang berada di daratan.
Bahkan, ia pun sempat berpikir untuk kembali menyerang Tyre. Namun, ia pun
membatalkan niat tersebut seperti yang
pernah ia lakukan saat ia melepas pertempuran Hattin beberapa waktu
lalu.
Shalahiddin al ayyubi
Sementara
itu, di daerah pedalaman, Shalahuddin juga menghindari kastil kukuh Krak des
Chevaliers. Namun, ia berhasil menduduki bentueng lama Reginald di Kerak.
Keberhasilannya ini mampu mendatangkan dorongan secara psikologis bagi
pasukannya sekaligus menghilangkan ancaman terhadap rute perdagangan antara
Mesir dan Arabia.
Karena
merasa percaya diri bahwa nasib baik akan berpihak kepadanya, Shalahuddin
terlalu bersikap murah hati kepada musuh-musuhnya. Bahkan, pada bulan Juli
1188, ia membebaskan guy of Lusignan dari penjara. Namun, ia harus berikrar
bahwa ia tidak akan melawan Shalahuddin.
Namun,
setelah dibebaskan, Guy kembali ke Tripoli. Suatu ketika, seorang pendeta
memberitahunya bahwa janji yang dibuat dengan orang Islam tidak memiliki
kekuatan sama sekali. Maka Guy bertekad melanggar sumpahnya dan mengumpulkan
pasukan untuk melawan Shalahuddin.
Setelah
terlebit konfrontasi kecil dengan Conrad di Tyre, Guy mempersiapkan diri guna
menyerang pasukan Islam dan Acre adalah target yang dipilihnya. Maka, pada
Agustus 1189, ia melancarkan serangan ke kota tersebut.
Karena
aserangan ini bersifat mendadak, pasukan pertahanan Acre pun terjebak dalam
kepungan musuh karena belakang mereka adalah Laut Mediterrania. Maka,
Shalahuddin pun segera menjalankan misi penyelamatan dengan cara mengelilingi
pasukan Kristen. Sehingga, pasukan Guy sebelumnya bertindak sebagai penyerang,
kini justru menjadi korban serangan Shalahuddin.
Dalam
sebuah formasi setengah lingkaran, pasukan Kristen terjepit oleh pasukan
Shalahuddin yang berada di kedua sisi pasukan tersebut. Pertempuran sengit pun
tidak dapat dielakkan saat orang-orang Frank berusaha memasuki kota Acre.
Sementara itu, Shalahuddin berjuang keras menerobos dan memecah pasukan Guy
untuk menyelamatkan teman-temannya yang terjebak di dalam benteng kota.
Dalam
posisi seperti itu, tidak ada satu pihak pun yang bisa dianggap sukses, pasukan
pertahanan Acre yang gigih terus bertahan, pasukan Guy tidak mau mengalah dan
cengkraman Shalahuddin terhadap pasukan Frank tidak mengendor sama sekali.
Sehingga, pertempuran itu seolah-olah mengalami jalan buntu.
Akhirnya,
Shalahuddin pun jatuh sakit. Dalam kondisi kesehatan yang lemah dan tidak
terlalu fit, Shalahuddin menerima kabar yang tidak menyenangkan mengenai
kedatangan pasukan besar dari Eropa ke daerah kekuasaannya. Raja Jerman,
Frederick Barbarossa, dikabarkan sedang bergerak menuju Jerusalem dengan
membawa pasukan yang jumlahnya sekitar 250 ribu orang prajurit (ada pula riwayat
yang menyebutkan bahwa pasukan barbarossa hanya berjumlah kurang lebih 50 ribu
orang tentara).
Di
pembaringannya, Shalahuddin dalam depresi yang hebat saat ia membayangkan
pasukan Frederick benar-benar tiba di hadapannya. Sebab, pasukan yang berjumlah
banyak itu dapat menghantam garis serang Shalahuddin dan memusnahkan Benteng
Acre dengan mudah. Oleh karena itu, Shalahuddin membutuhkan sebuah keajaiban
seperti yang kerap terjadi pada masa-masa sebelumnya.
Saat
melintasi sebuah sungai di kawasan Cilicia (sebuah wilayah di selatan Turki
modern) Frederick tetap berada di atas punggung kudanya. Namun, tunggangannya
kehilangan pijakan dan menghempaskan sang raja ke dalam air, maka, ia pun mati
tenggelam di sungai tersebut.
Karena
kehilangan pemimpinnya, pasukan Jerman pun membubarkan diri. Hanya sekitar
5ribu tentara yang melanjutkan perjalanan ke Acre. Tentunya, jumlah pasukan
yang sedikit itu tidak akan mampu mengubah jalannya pertempuran.
Karena
sudah tidak ada ancaman dari pasukan jerman, Shalahuddin sembuh dari sakitnya.
Maka, pada pertengahan januari 1190, ia kembali terjun ke medan pertempuran.
Namun, kabar buruk lagi-lagi sampai telinganya. Pendudukan Jerusalem telah
menghebohkan kalangan umat Kristiani di Prancis dan Inggris.
Kedua
negara ini mendeklarasikan Perang Salib baru. Panggilan perang ini mereka
tujukan kepada para prajurit. Selain itu, mereka juga menggalang dana melalui
sebuah pajak khusus dengan nama Saladin Tithe (Dana untuk memerangi
Shalahuddin). Bahkan, di bawah komando Raja Prancis, Philip II, para ksatria
mulai menyandang pedang, mengenakan baju zirah dan siap berangkat ke Palestina.
Sementara
itu, para prajurit di Inggirs pun melakukan hal yang sama. Mereka dipimpin oleh
penguasa mereka, Richard I atau yang juga dikenal dengan nama Richard the
Lionheart. Tokoh ini merupakan musuh yang snagat berbahaya. Sebab, ia adalah
seorang pejuang yang sudah teruji dan sangat berkompeten. Hal tersebut telah ia
tunjukkan dalam serangkaian perang melawan ayahnya sendiri.
Dalam
strategi perang melawan Shalahuddin, status kepemimpinan Richard berada di
bawah Philip. Namun, pada kenyataannya, ia bisa menunjukkan sebagai pemimpin
yang sejati. Sementara itu, pasukan Eropa dipersiapkan menuju Tyre. Kemudian,
pasukan tersebut menuju Acre dan akan dipersatukan dengan pasukan Guy. Tentu
saja, keadaan ini akan membuat posisi Shalahuddin semakin terjepit.
Ketika
pasukan Philip menginjakkan kaki di Kota Suci, Richard mulai meninggalkan
Sisilia menuju Siprus. Ia pun meluangkan waktu untuk menaklukkan pulau tersebut
seolah-olah ia tidak ingin mendatangi Shalahuddin dengan tergesa-gesa.
Sementara itu, Shalahuddin hanya bisa menyaksikan pasukan musuh memperketat
kepungan mereka terhadap kota Acre sehingga membuat pasukannya semakin
menderita.
Shalahuddin
menjalin komunikasi dengan pasukannya di Acre menggunakan merpati melalui laut
secara diam-diam. Sementara itu, Guy telah memasang beberapa alat pelantak
tembok dan menara serang yang tinggi guna memanjat tembok musuh.
Saat
Guy dan pasukannya menggunakan alat-alat tersebut, Shalahuddin hanya bisa diam
tidak berdaya. Pada titik krusial tersebut, inisiatif untuk mempertahankan Acre
justru datang dari para prajurit Syria. Para prajurit kreatif itu membuat
cairan yang mudah terbakar yang terbuat dari nafta. Cairan ini tidak hanya
menghasilkan api yang panas, melainkan juga akan mengeluarkan ledakan.
Ternyata,
temuan tersebut berhasil digunakan untuk menghancurkan menara serang pasukan
Guy. Bahkan, senjata ampuh itu bisa menyelamatkan kota walaupun hanya untuk
sementara waktu. Namun, dalam episode peperangan kali ini, Shalahuddin sekadar
menjadi penonton dari jarak jauh.
Seiring
dengan meningkatnya serangan orang-orang Frank, perbedaan pendapat di kalangan
para komandan Shalahuddin terus berkembang. Para petinggi militer Shalahuddin
mulai menggerutu dan melakukan desersi. Beberapa kelompok prajurit pun mulai
meninggalkan garda depan. Hal ini mereka lakukan karena mereka terpengaruh oleh
tindakan komandan mereka yang mulai kecewa terhadap Shalahuddin.
Lalu,
mereka pun memilih mundur dari medan laga. Mereka tidak menghiraukan lagi
kemarahan Shalahuddin terhadap keputusan yang mereka ambil. Sementara itu, para
prajurit yang masih bertahan pun mulai mempertanyakan kepemimpinan Shalahuddin.
Pada
akhir tahun 1190 atau pada usianya yang ke-52tahun, Shalahuddin kembali
dihadapkan pada perselisihan dan konflik internal Islam. Shalahuddin pun
berdiri di hadapan benteng kota Acre “diselimuti” oleh keraguan. Seolah-olah,
ia menjadi tawanan dalam peritiwa yang menimpa dirinya itu.
Kemenangan
dalam peperangan hanya bisa diraih dengan ketangguhan yang tak kenal kompromi.
Namun, Shalahuddin justru terlalu menuruti sisi welas asih dalam dirinya.
Misalnya, pada suatu pertempuran yang sengit, salah seorang prajuritnya
menculik bayi yang berusia tiga bulan dari bangsa Frank.
Lalu,
sang ibu mendatangi shalahuddin untuk meminta supaya bayinya dikemnalikan.
Karena merasa malu terhadap sikap prajuritnya, shalahuddin mengembalikan bayi
tersebut kepada ibunya secara personal. Kemudian ia memberikan jalan yang aan
kepada ibu dan anak ini untuk kembali ke garis serang pasukan Frank. Pada
kesempatan lain, Shalahuddin juga pernah membebaskan seorang sesepuh bangsa
Frank yang tertangkap di Acre hanya karena ia tersentuh oleh keshalihan dan
kesederhanaan orang tua tersebut.
Seiring
dengan perjalanan usianya, Shalahuddin justru kian terjebak dalam konflik batin
daripada menghadapi musuhnya. Selain itu, musuh tangguh pun bertebaran di
sekelilingnya. Bahkan, ia pun tidak bisa berbuat apa-apa ketika kota Acre
semakin terjepit.
JATUHNYA ACRE
Pada
20 April 1191, saat Acre masih terkepung musuh, Philip dan pasukannya datang
dari Prancis. Kehadiran Philip dan pasukannya itu membawa kesegaran baru dan
mampu melipatgandakan semangat pasukan Kristen untuk menaklukkan Acre. Semakin
hari serangan terhadap kota tersebut semakin hebat.
Alat-alat
pelontar batu mereka gunakan untuk menghempaskan batu-batu besar ke arah menara
pertahanan dan tembok kota Acre. Sementara itu, alat pelantak tembok mulai
mendekati dinding kota dan menghantam konstruksi bangunan tersebut. Pada saat
yang bersamaan, pasukan ini mulai menggali tembok itu untuk meruntuhkannya. Sehingga,
pertahanan Shalahuddin al ayyubi di Acre kian melemah.
Pada
7 juni 1191, Richard the Lionheart menenggelamkan sebuah kapal yang membawa
bahan makanan dan sekitar 700 orang prajurit yang akan diperbantukan untuk
Shalahuddin al ayyubi. Kehadiran Richard di atas kapal perangnya, Trenchemere,
mengubah rangkaian serangan terhadap kota Acre. Richard sama tidak mau
membiarkan Philip mendapatkan pernghargaan karena berhasil menjatuhkan Acre.
Maka,
ia pun segera mengambil alih komando operasi militer tersebut. Ia meningkatkan
tempo pertempuran dan memborbardir pasukan musuh. Namun, pada saat bersamaan,
ia juga mencoba membuka pembicaraan damai dengan Shalahuddin. Selanjutnya,
Shalahuddin al ayyubi merespons langkah Richard dengan mengirimkan hadiah
berupa buah-buahan dan salju untuk Raja Inggris tersebut. Richard pun tak mau
kalah, maka ia memberikan seorang budak kepada Shalahuddin.
Namun,
Shalahuddin al ayyubi menolak tawaran untuk bertemu secara empat mata dengan
Richard dengan berkata, “bukanlah sebuah adat bagi para raja yang sedang
berperang untuk saling bertatap muka. Sebab, setelah mereka saling
berbincang-bincang dan memberikan kepercayaan, maka tidak boleh ada lagi
peperangan di antara mereka.”
Penolakan
ini memaksa Richard untuk melanjutkan serangannya sehingga gencatan senjata pun
tertunda. Kemudian, ia memperketat kepungannya di Acre. Pasukannya pun terus
menghantam tembok kota dan terus menggali terowongan menuju pertahanan musuh.
Sementara itu, pasukan Shalahuddin menggali terowongan tandingan keluar
benteng.
Maka,
setiap kali, kedua pasukan penggali tersebut bertemu, mereka saling menyerang
sehingga terjadilah peperangan yang mengerikan di bawah tanah yang gelap.
Richard pun menjadi frustasi karena Acre terus mempertahankan diri. Maka, kedua
belah pihak pun merasakan klimaks yang kian dekat.
Sehingga,
Shalahuddin al ayyubi mencoba mencairkan
keadaan dengan berusaha untuk menemui Richard. Namun, Raja Inggris tersebut
menolak tawarannya. Akhirnya, pada 12 Juli 1191, Acre pun jatuh ke tangan
pasukan Kristen.
Menurut
riwayat, Shalahuddin al ayyubi menitikkan air mata saat menyaksikan bendera
Kristen berkibar di atas kota. Jatuhnya kota tersebut ke tangan Richard berawal
dari langkah pasukan pertahanan Acre yang mengabaikan aturan ketat Shalahuddin
al ayyubi. Mereka membuka negosiasi dengan Richard dan mengatasnamakan Sultan
Syria dan Mesir tersebut.
Berdasarkan
hasil kesepakatan damai tersebut, pasukan Shlahuddin al ayyubi harus
membebaskan 500 orang tawanan Kristen yang mereka tahan, membayar upeti sebesar
200 ribu keping emas dan mengembalikan potongan “Kayu Salib Suci” yang diambil
oleh pasukan Islam dalam Pertempuran Hattin.
Maka,
Shalahuddin al ayyubi tidak punya pilihan lain kecuali memenuhi tuntutan
Richard itu. Namun, Shalahuddin memulai proses tersebut secara perlahan-lahan.
Hal ini membuat Richard curiga. Ia berpikir bahwa Shalahuddin al ayyubi
mengulur-ulur waktu untuk menunggu datangnya bala bantuan dari Mesir.
Di
sisi lain, Richard sendiri mengalami masalah intern yang sangat serius. Sebab,
saudara laki-lakinya, John sedang berusaha merebut tahta Inggris dari
tangannya. Maka, ia pun tidak mau melewatkan terlalu banyak waktunya di
Palestina dengan menunggu ketegasan Shalahuddin al ayyubi.
Oleh
karena itu, Richard menjadi kehabisan kesabaran. Lalu, ia menyeret 3 ribu orang
muslim yang menjadi tahanannya keluar dari gerbang kota Acre. Selanjutnya, di
hadapan pasukan Shalahuddin al ayyubi yang ketakutan, ia memerintahkan agar
para tahanan tersebut dipancung.
sangat mendebarkan
ReplyDeletemakasih gan udah mampir di blog sederhana saya hehe
Delete