KONVOI PASUKAN RICHARD DI PESISIR PALESTINA

September 06, 2019 0 Comments



Bencana di Acre itu membuat kekuasaan Shalahuddin al ayyubi melemah dan kepercayaan dunia Islam kepada dirinya pun kian memudar. Orang-orang mulai meragukan kemampuannya. Bahkan, ia pun mulai meragukan diri sendiri sehingga ia terombang ambing di antara rasa optimis dan pesimis. Maka, Shalahuddin al ayyubi pun tidak punya pilihan lain, kecuali bertempur mati-matian melawan Richard.
Maka, Richard pun memberi peluang kepada Shalahuddin al ayyubi untuk mewujudkan pilihan tersebut. Pada akhir Agustus 1191, pasukan Eropa mulai bergerak dengan melakukan konvoi menyusuri Pesisir Palestina. Pasukan yang bersenjata lengkap dan kereta mereka yang penuh dengan muatan menapaki jalur pantai yang memisahkan antara laut dan rawa.
Richard memilih rute ini supaya ia tetap dapat menjalin komunikasi dengan kapal-kapal perang yang menyuplai semua kebutuhan dan menjaga pasukannya dari sisi sebelah kanan. Meskipun pasir dan rumput rawa mempersulit perjalanan mereka, pasukan Richard tetap mengadopsi formasi konvoi standar.
Seperti konvoi pasukan Guy di hattin, konvoi pasukan Richard juga dilengkapi dengan pasukan kavaleri yang berbaris dalam penjagaan “ tembok hidup” pasukan infanteri. Pasukan ini menyusuri pesisir palestina dengan perlahan-lahan menuju Ascalon atau Jerusalem. Sehingga, Shalahuddin al ayyubi tidak dapat menentukan tujuan serangan pasukn Richard.

Maka, Shalahuddin al ayyubi pun memosisikan pasukannya berada di sebelah sisi kiri musuh. Tujuannya adalah untuk mengganggu dan mengalihkan perhatian pasukan Richard. Lalu, ia akan menggiring mereka ke sebuah tempat tertentu dan pasukannya pun akan menyerang mereka secara mendadak. Namun, Richard tidak menanggapi umpan yang diberikan oleh Shalahuddin al ayyubi. Ia tetap memerintahkan pasukannya untuk bergerak maju walaupun pasukan pemanah berkuda Shalahuddin al ayyubi menyerang mereka dari arah kiri.
Selain gangguan pasukan pemanah Shalahuddin al ayyubi, pasukan Richard pun harus berhadapan dengan ular dan kalajengking penghuni pesisir pantai. Maka, untuk mempermudah langkah mereka, beberapa prajurit berusaha menyibak rumput-rumput rawa yang tinggi. Namun, mereka justru menemukan tarantula dan buaya.
Richard memang tidak mampu melindungi pasukannya dari gangguan alam liar di Palestian. Namun, taktiknya tersebut berhasil mengurangi dampak cuaca yang panas sehingga pasukannya tetap merasa segar. Di sela-sela gangguan pasukan Shalahuddin al ayyubi, ia mengistirahatkan pasukannya dan mempertahankan kecepatan koncoi pasukannya.
Sehingga, beberapa orang prajuritnya mulai tergoda untuk menghentikan langkah mereka untuk menghadapi serangan musuh. Namun, Richard memerintahkan pasukannya untuk terus bergerak maju dan mengabaikan pancingan dari pihak Shalahuddin al ayyubi. Hal ini membuat Sultan Syria dan Mesir itu semakin frustasi dan marah.
Sejak peristiwa Acre, emosi Shalahuddin cenderung memburuk dan sulit ditebak. Selain itu, ia menjadi ringan tangan pada para tawanan. Sehingga, prajurit musuh yang tertangkap tak bisa lagi berharap belas kasihan kepadanya.

ARSUF, SEPTEMBER 1191
Target pasukan Richard mulai terbaca oleh Shalahuddin al ayyubi. Mereka berkonvoi menuju Ascalon. Pasukan Inggris itu terus berjalan menembus pasir pantai, rawa dan hutan pohon . bahkan mereka berhasil menahan serangan pasukan Shalahuddin al ayyubi yang datang dari arah kiri dan belakang. Namun, para ksatria Richard mulai bosan dengan formasi bertahan. Serangan hit dan run yang dilancarkan oleh pasukan pemanah berkuda Shalahuddin al ayyubi telah memancing kemarahan mereka.
Para ksatria Inggris ini adalah orang-orang pemberani. Selain itu, mereka juga terkenal sangat kejam. Sehingga, mereka menganggap tindakan Richard yang tidak membalas serangan dari pasukan Shalahuddin al ayyubi merupakan sikap seorang pengecut. Akhirnya, mereka mulai kehabisan kesabaran dan ingin segera bertempur.
Sehingga, pada bulan September 1191, saat mereka tiba di dekat Arsuf, sekelompok kecil ksatria tersebut berniat melakukan serangan balik terhadap pasukan Shalahuddin. Maka, ketika pasukan Shalahuddin al ayyubi menghujani mereka dengan anak panah dari arah belakang, pasukan berkuda Richard berbalik arah dan melakukan serangan secara tiba-tiba.
Kemudian, mereka pun mengejar pasukan Shalahuddin yang tidak menduga langkah balasan mereka. Sehingga, pasukan pemanah berkuda Shalahuddin al ayyubi pun lari kocar-kacir. Saat kekacauan mulai mereda, Shalahuddin menyaksikan sekitar 7ribu prajuritnya tewas. Sehingga,  ia melakukan mogok makan dan menolak berbicara dengan siapa saja selama beberapa hari.
Akhirnya, Shalahuddin al ayyubi berhasil mengesampingkan sisi melankolisnya dan mulai mengumpulkan kembali sisa-sisa pasukannya. Selanjutnya, ia merancang strategi baru untuk menghentikan Richard. Namun, musuh lama kembali muncul dalam dirinya, yaitu tidak mampu untuk menjatuhkan keputusan dengan cepat dan tepat.
Ia tidak bisa memfokuskan perhatiannya karena pikirannya hanya tertuju pada Ascalon dan Jerusalem yang ia perkirakan sebagai target serangan Richard. Sehingga, ia luput memperhatikan kondisi di hadapannya dengan menindaklanjuti kekalahannya di Arsuf. Sebenarnya, ia memiliki peluang untuk melakukan serangan frontal kepada pasukan Kristen sebelum mereka kembali konsolidasi ulang.
Selain itu, Shalahuddin juga mempunyai peluang untuk menggoyahkan pasukan Richard dengan cara memutus jalur suplai logistik pasukan Kristen tersebut atau melakukan serangan mendadak ke Acre. Akan tetapi, Shalahuddin al ayyubi tidak bisa mengambil keputusan secara cepat sehingga ia tersudut dalam sebuah posisi yang defensif. Akhirnya, ia justru memilih untuk menghapuskan peluang Richard dalam menaklukkan Ascalon dan Jerusalem.
Maka, Shalahuddin dan pasukannya mulai menarik diri mampu Jerusalem sekaligus memerintahkan pasukannya untuk membumihanguskan Ascalon. Sebab, ia sadar bahwa pasukannya tidak akan mampu mempertahankan kedua tempat itu pada waktu yang bersamaan. Selain itu, ia juga beranggapan bahwa Jerusalem jauh lebih penting bagi kelangsungan proses jihad daripada Ascalon.
Oleh karena itu, ia memilih untuk mengorbankan gerbang Mesir tersebut. Hal ini dilakukannya untuk mencegah Richard menggunakan kota itu sebagai markas operasi militernya. Dengan demikian, ia akan memaksa Raja Inggirs tersebut untuk melakukan pertempuran di Jerusalem.
Selanjutnya, pasukan Shalahuddin al ayyubi pun segera mengevakuasi warga dan meruntuhkan tembok Ascalon. Namun, hal ini bukanlah pekerjaan yang mudah. Terlebih dahulu, mereka harus membakar tembok dan menara batu harus dibakar dengan api unggun yang besar supaya rapuh. Selanjutnya, mereka harus meruntuhkan tembok dan menara itu dengan palu dan gada.
Kemudian, mereka meruntuhkan tembok Ascalon batu demi batu dan menumbangkan menara-menara pengintai sehingga menimbulkan suara gemuruh dan menggelegar. Berbagai fasilitas publik dan rumah-rumah warga kota pun diratakan dengan tanah. Sementara itu, warga kota yang diungsikan hanya bisa menyaksikan rumah mereka ambruk di tengah-tengah kepulauan debu di udara.
Setelah berhasil meluluhlantakkan Ascalon, pasukan Shalahuddin segera mengumpulkan peralatan mereka dan bergerak untuk kembali bergabung dengan pemimpin mereka di Jerusalem. Ascalon benar-benar menjadi kota mati yang tak bisa dihuni. Sembari melakukan perjalanan ke Jerusalem, pasukan ini juga menyempatkan diri untuk menghancurkan semua fasilitas sekitar kota tersebut, termasuk desa-desa satelit, ladang dan hasil panen. Bahkan, mereka juga meracuni sumur-sumur yang berada di sekitar tempat itu.
Pasukan Shalahuddin al ayyubi juga melakukan serangan dadakan terhadap pasukan Richard yang sedang berpatroli. Tentu saja, perlawanan yang dilakukan oleh pasukan Shalahuddin al ayyubi ini sangat mengganggu dan mengejutkan Richard. Sehingga, ia pun berpikir bahwa misi untuk merebut kembali Jerusalem tidaklah semudah yang ia bayangkan sebelumnya.
Kini, kedua tokoh penting yang terlibat perang itu mulai berpikir untuk melakukan sebuah pembicaraan. Maka, Richard pun mengambil langkah inisiatif, untuk membuka negosiasi dengan Shalahuddin al ayyubi secara hati-hati. Ia mulai memberi hadiah kepada duta dari pihak Shalahuddin al ayyubi. Bahkan, Richard menganugerahkan gelar kebangsawasan kepada cucu Shalahuddin al Ayyubi.
Shalahuddin al ayyubi merespos langkah Richard dengan baik. Ia memperlakukan utusan Richard dengan jamuan makan yang meriah dan memberikan hadiah kepada duta tersebut. Akan tetapi, terlepas dari basa-basi tersebut, mereka gagal melakukan negosiasi karena keduanya belum bersedia untuk berkompromi.
Setelah melihat reruntuhan di Ascalon, Richard dan pasukannya pun mulai bergerak ke arah Jerusalem. Namun, pasukan ini berada jauh sekali dari kapal suplai dan posisi mereka pun terlalu terbuka. Mereka tidak ingin mundur, namun mereka sdar bahwa setiap langkah maju yang ayunkan bisa jadi justru akan membawa mereka pada sebuah kekalahan yang mengerikan.
Sebab, pasukan Shalahuddin pasti akan mempertahankan Jerusalem mati-matian. Kenyataan ini membuat Richard berpikir keras. Ia berlogika bahwa menyerang Jerusalem secara langsung sama halnya dengan bunuh diri. Namun, kondisi logistik dan psikis pasukannya tidak cocok untuk melakukan serangan yang berlarut-larut.
Sementara itu, Shalahuddin al ayyubi pun tak kalah risaunya dengan Richard. Ia mulai meratapi hilangnya Ascalon. Bahkan, ia mulai pesimis dan kehilangan semangat. Sehingga, berbagai pertanyaan pun muncul di dalam benaknya.
Siapa yang akan mengikutinya setelah berbagai kekalahan ia alami? Apa yang bisa ia perbuat guna memperbaiki reputasinya? Dan mungkinkah ia bisa memenangkan pertempuran melawan Richard yang akan mencapluk Jerusalem?
Keadaan Shalahuddin al ayyubi semakin buruk karena para petinggi militernya mengkritisi setiap keputusan yang ia ambil, terutama keputusan untuk mempertahankan Jerusalem. Kekalahan menyakitkan di Acre membuat komandan-komandan Shalahuddin al ayyubi tidak ingin berlama-lama di Benteng Jerusalem.
Sementara itu, Shalahuddin al ayyubi telah meneguhkan hati untuk mempertahankan Jerusalem. Dalam pasukan Perang Salib Eropa kecuali, orang-orang Kristen telah mendapatkan semua yang mereka inginkan, kecuali Kota Suci. Oleh karena itu, Shalahuddin al ayyubi sadar bahwa ia harus memperkuat posisinya di ibu kota Palestina.
Lalu, Sultan Syria dan Mesir ini pun memerintahkan pasukannya untuk memperkukuh tembok kota. Selain itu, ia juga memerintahkan pasukannya untuk meracuni semua mata air yang berada di luar radius dua mil dari tembok kota tersebut. Sebab, apabila desa-desa satelit Jerusalem ditinggalkan dan hasil panen dihancurkan, serta jika sumber mata air tak bisa diminum, pasukan Richard yang menuju ke arahnya tidak akan mampu bertahan lama.
Untuk menghambat langkah pasukan Perang Salib Eropa, Shalahuddin al ayyubi tidak hanya mengandalkan usaha secara manusiawi. Sebab, ia juga melakukan refleksi terhadap berbagai kesalahan dan kegagalannya. Shalahuddin al ayyubi menyadari bahwa ia telah kehilangan pengendalian diri dan tidak bisa menentukan nasib pasukannya. Sehingga, kebijakan yang diambilnya justru terpancang pada agenda Richard.
Oleh karena itu, ia harus segera membentengi dan memperkuat pertahanan Jerusalem. Namun, tidak semua prajurit dalam pasukannya sependapat dengan pikirannya. Beberapa petingginya justru berpendapat bahwa daripada mereka membentengi Jerusalem lebih baik mereka meninggalkan kota dan menghancurkan pasukan musuh di arena pertempuran.
Kritik paling tajam dan penolakan paling kuat yang diterima Shalahuddin al ayyubi datang dari pasukan mamluk yang selama ini menjadi tentara kepercayaannya. Mereka mengeluhkan kebijakan Shalahuddin al ayyubi yang memutuskan untuk bertahan. Sebab, menurut pendapat mereka, kebijakan ini hanya akan memenjarakan mereka di dalam tembok kota. Selain itu, mereka juga mengkhawatirkan nasib mereka akan seperti nasib para prajurit di Acre. Sehingga, seluruh kekuasaan Islam akan jatuh ke tangan musuh dan akhirnya, merea pun menyimpulkan bahwa mereka lebih baik kehilangan Jerusalem daripada kehilangan semangat jihad.
Ketika Shalahuddin al ayyubi sedang menghadapi kritik dari para pengikutnya, Richard memosikan pasukannya di Beit Nuba, suatu tempat yang berada tidak jauh dari Jerusalem. Garda depan pasukannya semakin mendekati ibu kota Palestina dan terlibat pertarungan dengan pasukan patroli pengintai Shalahuddin al ayyubi. Pertempuran di daerah perbatasan tersebut semakin sulit. Sehingga, shalahuddin pun mengharapkan adanya sebuah keajaiban seperti yang terjadi beberapa kali sebelumnya.
Maka, tiba-tiba, Richard menghentikan pasukannya. Ternyata, ia juga merasa mengkhawatirkan pertempuran yang berlarut-larut. Walaupun ia memiliki kekuatan yang memadai untuk menyerang dan merebut Jerusalem, ia tidak memiliki pasukan yang cukup untuk mendirikan kemah selama pertempuran berlangsung (yang kemungkinan akan memakan waktu selama beberapa bulan hingga beberapa tahun). Selain itu, air yang bisa diminum sulit ditemui, suplai bahan pangan terbatas dan moral prajurit-prajuritnya sengat rendah.
Sehingga, pasukan Richard juga aka terancam oleh bahaya penyakit, kelaparan kehausan, ketidaknyamanan dan kebosanan. Serangan berlarut-larut hanya akan waktu untuk berada jauh dari rumah dan keluarga sehingga akan mengendurkan semangat para prajuritnya untuk mengalahkan musuh. Selain itu pasukan Richard juga sadar bahwa pasukan Shalahuddin al ayyubi mempertahankan Jerusalem sampai titik darah penghabisan.
Dengan demikian, Shalahuddin telah mampu menunjukkan sebagai musuh yang cerdik dan banyak akal. Sehingga, Richard tidak mampu mengalahkannya secara mutlak. Sementara itu ia juga khawatir tahta Inggris akan jatuh ke tangan John. Maka, ia pun mulai putus asa. Raja Inggris yang selalu memancarkan sinar kepercayaan diri itu, kini terkungkung dalam ambivalensi.
Hal ini membuat pasukan Prancis naik pitam. Mereka menurut Richard the Lionheart segera menjatuhkan keputusannya. “Kami meninggalkan negara kami demi merebut tanah Suci dan kami tidak akan kembali sebelum kami dapat mewujudkan tujuan tersebut, kata mereka.
Namun, Richard tetap memilih pulang ke negaranya daripada menaklukkan Jerusalem. Sehingga, percekokan intern oun tak terhindarkan lagi. Para ksatria saling menuduh ksatria lainnya bahwa mereka adalah para pengecut. Selain itu, para komandan Ricahrd justru mencari kambing hitam dan mulai mempertanyakan alasan mereka jauh-jauh datang ke Palestina.
Sementara itu, bagi Shalahuddin al ayyubi dan Ricahrd, keletihan yang mereka rasakn lebih berat daripada baju baja . akan tetapi, kedua pemimpin ini harus tetap mempertahankan wibawa dan harga diri mereka sebgai seorang raja dan sultan. Walaupun mereka sangat merindukan perdamaian, mereka tidak bersedia membayarnya dengan kehormatan diri mereka.
Akhirnya, Richard mencanangkan gencatan senjata. Ia membuka negosiasi dengan Shalahuddin al ayyubi. Ia menyatakan keinginannya untuk membangun dan menguasai Ascalon kembali. Selain itu, ia juga meminta supaya umat Kristiani diizinkan dan dijamin keamanannya saat mengunjungi tempat-tempat suci mereka di Jerusalem, meskipun kepemilikan kota suci tersebut tetap berada di tangan umat Islam.
Maka, Shalahuddin al ayyubi menyatakan bahwa Ascalon tetap akan dijadikan wilayah yang netral dan ia pun setuju untuk membuka gerbang Jerusalem bagi para peziarah Kristen. Namun, Richard kembali mementahkan negosiasi ini. Ia sadar bahwa Shalahuddin al ayyubi merupakan lawan negosiasi yang ulet dan Richard pun tidak akan pernah bisa menghadapinya. Sehingga, ia menarik pasukannya mundur dan membiarkan keadaan berkembang seiring dengan perputaran waktu.

Some say he’s half man half fish, others say he’s more of a seventy/thirty split. Either way he’s a fishy bastard.

0 Comments: