SHALAHUDDIN AL AYYUBI DALAM MENAKLUKKAN JERUSALEM
Agara para pembaca bisa nyambung tentang kisah di artikel ini, ada baiknya para pembaca membaca artikel sebelumnya tentang artikel shalahuddin al ayyubi, karena artikel ini merupakan lanjutan tulisan dari artikel sebelumnya.
Untuk
menindaklanjuti kemenangannya yang mengagumkan ini, Shalahuddin bergerak cepat.
Setelah mengatur taktik dan strategi, ia memimpin sebagian pasukannya menuju
Trye, benteng yang paling berbahaya dan penting bagi umat Kristiani di
Palestina. Kota Tyre memiliki barak Kristen terbesar dan terkuat, serta
dikelilingi oleh tembok raksasa yang sangat kukuh. Selain itu, kota tersebut
juga dipimpin oleh salah seorang Komandan Frank yang paling mumpuni, yaitu
Conrad of Monferrat.
Conrad
menghormati Shalahuddin namun ia tidak merasa gentar kepadanya. Sehingga, ia
bertekad untuk menyangkal kekuasaan Sultan Syria dan Mesir tersebut terhadap
Benteng Tyre. Shalahuddin mengetahui bahwa serbuan terhadap kota tersebut
secara langsung hanya akan menemui kegagalan. Jadi, ia menggunakan cara-cara
persuasi. Namun, Conrad sama sekali tidak terkesan dengan upaya tersebut.
Shalahuddin
pun menangkap ayah Conrad di Pertempuran Hattin. Lalu, ia membawa orang
tersebut ke tembok kota dengan keadaan terborgol. Selanjutnya, ia mengancam
akan membunuh orang tua ini jika Conrad tidak mau menyerahkan diri. Akan
tetapi, jawaban penguasa Tyre justru membuat Shalahuddin terkejut dan kecewa.
“Ikat
saja orang tua itu di kayu sula! Aku tidak perduli karena aku akan menjadi
orang pertama yang menembaknya. Sebab, ia sudah ta dan tak berguna,” kata
Conrad. Kemudian, ia mengambil sebuah crossbow (busur panah yang berbentuk
pistol) dan melepaskan anak panah ke arah ayahnya. Shalahuddin pun hanya dapat
menggeleng-geleng kepala. Karena membutuhkan waktu lama dan pertumpahan darah
yang tidak sedikit untuk menunfukkan Tyre, ia pun mulai mengumpulkan pasukannya.
Selanjutnya, ia memutuskan untuk meninggalkan Tyre di tangan orang-orang
Kristen.
Shalahuddin
mulai menaklukkan kota-kota di Palsetina seperti Caesarea, Jaffa dan Arsuf,
satu persatu. Akhirnya, Shalahuddin pun sampai di Ascalon. Kota ini memang hanya
sebuah kota tua, namun kota tersebut merupakan pintu gerbang menuju Mesir.
Oleh
karena itu, Shalahuddin ingin menguasai kota itu untuk membuka jalur
perdagangan dan komunikasi antara Mesir dan Syria. Namun Ascalon memilih untuk
mempertahankan diri. Ascalon tidak mau tunuk kepada Shalahuddin. Maka,
Shalahuddin pun menyeret Guy of Lusignan keluar dari penjara dan memaksanya
untuk memerintahkan pasukan Ascalon untuk membuka gerbang kota. Namun usaha ini
tidak membuahkan hasil.
Bahkan,
pasukan pertahanan Ascalon justru menertawakan permohonan Guy tersebut.
Lebih-lebih, saat mereka mengetahui bahwa penyerahan diri mereka hanya untuk
menebus kebebasan pemimpin Frank tersebut. Karena pasukan pertahanan Ascalon
tidak mau menyerah, Shalahuddin pun memerintahkan pasukannya untuk mulai
meruntuhkan tembok Ascalon.
Namun,
kenangan di Alexandria menghantui pikirannya. Meskipun di Ascalon ia bertindak
sebagai pihak penyerang, shalahuddin tetap tidak suka terhadap peperangan yang
berlarut-larut. Di sisi lain, para pemimpin Ascalon juga berpikir bahwa
serangan dari Shalahuddin akan menyebabkan bahaya kelaparan dan pertumpahan
darah yang tidak mungkin bisa mereka atasi.
Maka,
ketika pasukan Shalahuddin mulai berupaya merobohkan tembok kota, para sesepuh
Ascalon membuka gerbang kota dan memohon belas kasihan kepada shalahuddin.
Dengan begitu, Ascalon telah menyerah kepada Shalahuddin dan membukakan gerbang
menuju mesir.
Shalahuddin
telah berhasil menyelesaikan masalah besar tersebut, namun masih ada satu lagi
kesulitan yang menghadang langkahnya. Sebab, pasukan pertahanan Jerusalem tentu
saja akan berjung lebih mati-matian daripada pasukan pertahanan Ascalon. Sebab,
bagi umat Kristiani, jerusalem adalah “kota yang suci”. Sehingga, bila mereka
menyerahkan Jerusalem tanpa perlawanan berarti mereka menyerahkan inti ajaran
Kristiani.
Shalahuddin
pun sangat memahami hal ini. Sehingga, ia menawarkan syarat-syarat penyerahan
diri secara liberal kepada para penguasa kota tersebut. Maka, ketika para
utusan dari Jerusalem datang ke kemahnya di luar kota Ascalon, Shalahuddin
menyambutnya dengan ramah.
Shalahuddin
mengatakan kepada para utusan ini bahwa pasukannya akan menyerang Jerusalem
dari sekeliling Jerusalem. Namun, kegiatan sehari-hari di dalam tembok kota
akan tetap dibiarkan berlangsung tanpa gangguan. Sehingga, para petani yang
menyuplai kebutuhan pangan warga kota masih bisa beraktivitas tanpa rasa cemas.
Shalahuddin pun meyakinkan kepada mereka bahwa penduduk Jerusalem tidak akan
disakiti.
Sementara
itu, apabila sampai musim semi berikutnya pasukan Frank tidak menyelamatkan
mereka, penguasa jerusalem ahrus menyerahkan diri. Akan tetapi, para utusan
dari jerusalem menolak tawaran tersebut. Mereka bersedia mati demi
mempertahankan Jerusalem dari pada membiarkan jerusalem tunduk pada kekuasaan
orang-orang Islam.
Mendengar
jawaban itu, tetntu saja shalahuddin terkejut dan kecewa. Maka, tidak ada
pilihan lain baginya, kecuali memerintahkan pasukannya untuk menyerang
Jerusalem yang hanya berjarak satu hari perjalanan dari Ascalon. Pasukan
shalahuddin pun bergerak menuju kota ini.
Setelah
pasukan Shalahuddin tiba di depan tembok kota jerusalem, mereka segera
mempersiapkan serbuan mereka untuk menggempur tembok kota. Sementara itu,
sektar 6ribu orang prajurit yang dipimpin oleh Balian of Ibelin menunggu dalam
fromasi bertahan di dalam benteng tersebut. Serangan yang dilakukan Shalahuddin
berlangsung singkat, namun memakan banyak korban. Sehingga ia berhasil memaksa
Balian untuk menyerahkan diri.
Maka,
menurut kebiasaan masyarakat pada masa itu, mereka memiliki hak untuk
mengumpulkan harta rampasan perang di sepanjang jalan kota yang telah
ditaklukkan ini. Namun, Shalahuddin telah memutuskan untuk tidak melakukan
pengrusakan dan hura-hura. Sebab, ia tidak ingin memperberat beban umat Kristiani
pascaperang tersebut.
Shalahuddin
memang telah membunuh musuh-musuhnya, namun ia tidak menikmati pembunuhan
tersebut. Bahkan, ia selalu memerintahkan para prajuritnya untuk tidak membunuh
orang-orang awam yang tidak bersalah sekalipun mereka adalah orang-orang kafir.
Setelah ia menduduki Jerusalem dengan kekuatan bersenjata, ia kembali
menunjukkan sikap belas kasihan yang tinggi tanpa kehilangan wewenang dan
wibawa di hadapan para prajuritnya. Sementara itu, para petinggi dan
prajuritnya menuntut agar Shalahuddin kekejaman orang-orang Kristen Eropa
terhadap umat muslim pada waktu Perang Salib (1099). Selain itu, mereka juga
menuntut supaya orang-orang Kristen dihukum dengan hukuman yang setimpal.
Akhirnya, Shalahuddin menemukan jalan keluar untuk memuaskan keinginan para
prajuritnya. Lalu, ia menetapkan kebijakan kepada penduduk Jerusalem untuk
membayar uang tebusan. Kebijakan ini berlaku untuk seluruh populasi kota
didasarkan pada skala naik turun. Artinya, orang-orang yang memiliki nilai
lebih (status sosial tinggi) harus membayar lebih banyak daripada orang-orang
yang berstatus sosial rendah. Sedangkan, orang-orang yang berstatus sosial
rendah hanya diwajibkan membayar sesuai dengan kemampuan mereka.
Namun,
terlepas dari status sosial mereka, semua warga kota yang mampu mengumpulkan
uang tebusan tetap akan dibebaskan oleh Shalahuddin. Sementara itu, orang-orang
yang tdak mampu membayar uang tebusan akan diborgol dan dijual di pasar sebagai
budak. Dengan begiyu, Jerusalem bisa dikuasai oleh Shalahuddin secara penuh.
Selanjutnya,
ia akan membangun kota tersebut dan menyembalikannya kepada kejayaan Islam. Ia
pun berencana untuk merestorasi seluruh tempat suci dan memperbaiki
sarana-sarana publik. Selain itu, ia juga akan membangun kembali benteng kota
tersebut.
Pada
2 Oktober 1187, Shalahuddin memasuki Jerusalem. Saat itu, proses evakuasi di
kota tersebut masih terus berlangsung. Maka, Shalahuddin pun tidak mengumbar
suka-cita karena ia justru ikut larut dalam kesedihan.
Kemurahan
hati Shalahuddin, dimanfaatkan oleh elit politik dan emuka agama Kristiani
untuk menimbun kekayaan. Mereka tidak membayarkan uang tebusan untuk masyarakat
miskin. Dengan demikian, pihak gereja lebih memilih memperkaya diri daripada
membebaskan orang-orang yang lemah dari penderitaan mereka.
Melihat
keadaan ini, para petinggi pasukan shalahuddin memaksa shalahuddin untuk
melanggar kebijakan yang telah ia tetapkan. Mereka mengusulkan supaya
Shalahuddin menghukum para pelaku penyalahgunaan tersebut dan membebaskan
orang-orang miskin Jerusalem.
Di
satu sisi, tindakan para pemuka gereja yang mengabaikan umatnya memang sangat
mengganggu dan mengusik kehormatan Shalahuddin. Sebab, ia merasa sangat kasihan
kepada para janda dan anak-anak dari para pejuang Kristen yang gugur di medan
pertempuran. Sehingga, ia ingin membebaskan mereka tanpa uang tebusan. Bahkan,
ia juga akan membebaskan warga miskin lainnya tanpa uang tebusan.
Namun,
di sisi lain, shalahuddin adalah seorang sultan yang harus menepati janjinya.
Maka, Shalahuddin pun menjelaskan kepada para petinggi pasukannya bahwa ia
harus menaati kesepakatan yang sudah ia capai dengan pihak Balian. Oleh karena
itu, ketika warga kota sudah tidak ada yang bisa mengumpulkan uang tebusan,
Shalahuddin harus menyaksikan pasukannya menggiring 8ribu masyarakat miskin
Jerusalem menuju perbudakan dengan penuh rasa penyesalan.
Pendudukan
Shalahuddin terhadap Jerusalem membuktikan sifat sejati. Yaitu, sifat yang
penuh perhatian, welas asih dan pengabdian terhadap Islam. Ia menentang
keinginan para prajuritnya untuk mengancurkan Gereja Makam Agung maupun tempat
peribadatan Kristiani lainnya. Bahkan, ketika orang-orang Yahudi dianiaya dan
diusir oleh orang-orang Frank, ia mempersilahkan mereka kembali ke Jerusalem
dengan ramah.
Kemudian.
Shalahuddin merestorasi dan memperbarui masjid Al-Aqsa. Tentu saja, hal ini
merupakan berita yang menggembirakan umat muslim di seluruh dunia. Akan tetapi,
tidak semua niat baik akan mendatangkan hasil yang baik pula. Karena semasa
evakuasi warga kota, ia tidak mencegah aliran kekayaan Jerusalem ke luar kota,
Shalahuddin telah kehilangan sejumlah uang yang justru ia butuhkan untuk
membangun Jerusalem yang baru.
Selain
itu, keputusannya untuk melepaskan Balian merupakan sebuah kesalahan yang
berakibat fatal. Sebab, sang musuh justru menjadi bebas berkeliaran dan
menciptakan huru-hara. Bahkan sebuah pertanda buruk yang lain juga sedang
menggelayuti kemenangan Shaalahuddin di Jerusalem.
Saat
Shalahuddin sibuk merestorasi Jerusalem, benteng pertahanan orang-orang Kristen
di Tyre semakin hari semakin kuat. Para pengungsi banyak berdatangan sehingga
suplai logistik pun masuk ke sana. Bahkan, Tyre mulai menjadi titik sentral
dari perlawanan dan serangan balik pasukan Frank.
Dengan
begitu, kota-kota lain pun menjadi terinspirasi untuk memperkukuh dan
mempersiapkan pertahanan mereka secara maksimal. Selain itu, strategi
Shalahuddin semakin transparan sehingga musuh-musuhnya dapat mempersiapkan
langkah untuk mengantisipasinya. Shalahuddin memang telah memenangkan
Jerusalem, namun ia justru kehilangan inisiatifnya.
Mantab sekali gan artikel-artikelnya. Nambah pengetahuan saya
ReplyDeletesip om terima kasih sudah mampir di blog sederhana saya hehe
DeleteSemangat gan bikin artikelnya.
ReplyDeleteditunggu artikel terbarunya om
Delete