PROKLAMASI KEMERDEKAAN INDONESIA
Di
bulan Ramadhan, pada hari Jumat tanggal 17 Agustus 1945 pukul 10:00 pagi, di
depan rumah Soekarno di Jl. Pegangsaan Timur No. 56, dengan didampingi oleh
Drs.Muhammad Hatta serta sejumlah
pimpinan bangsa Indonesia, Ir. Soekarno membacakan Proklamasi Kemerdekaan
Republik Indonesia.
Sehari
kemudian, pada tanggal 18 Agustus 1945, PPKI mengadakan sidang pertama setelah
proklamasi kemerdekaan. Malam itu juga secara aklamasi ditetapkan undang-undang
Dasar RI beserta Preambul-nya. Setelah pengesahan UUD, berdasarkan pasal
tambahan yang baru saja disetujui, PPKI
juga secara aklamasi mengangkat Ir. Soekarno sebagai Presiden RI dan Drs.
Muhammad Hatta sebagai Wakil Presiden. Kabinet pertama Republik Indonesia
kemudian dibentuk pada 5 September 1945.
Republik
Indonesia yang baru berdiri tentu saja memerlukan organisasi militer dan
kepolisian untuk menjaga keamanan dan ketertiban. Namun demikian, timbul pula
perbedaan pendapat untuk pembentukan organisasi bersenjata Republik Indonesia.
Pembentukan
angkatan perang Republik Indonesia dikhawatirkan bisa menimbulkan konflik
dengan tentara Sekutu yang diperkirakan akan segera mendarat di Jakarta.
Akhirnya, sebagai jalan tengah, pada 22 Agustus 1945, PPKI membentuk suatu
badan yang kemudian dinamakan sebagai Badan Penolong Keluarga Korban Perang
(BPKKP). Di dalam tubuh BPKKP inilah kemudian dibentuk organisasi yang
dipersenjatai yng dinamakan Badan Keamanan Rakyat (BKR). Hal yang tidak lazim
ketika keberadaan organisasi bersenjata berada di dalam tubuh organisasi
sosial.
Setelah
dikeluarkannya pengumuman mengenai pembentukan KNIP dan BKR, pemimpin pusat
menyerukan pembentukan Komite Nasional Indonesia Daerah (KNI-D) serta Badan
Keamanan Rakyat (BKR) di derah-daerah di seluruh Indonesia. Pada 23 Agustus
1945, Presiden Soekarno menyerukan kepada semua mantan anggota PETA dan Heiho
untuk menggabungkan diri ke dalam BKR. Sejak itu, di seluruh wilayah bekas
India-Belanda dibentuk Komite Nasional Indonesia- Daerah dan BKR. Pembentukan
BKR didaerah juga banyak dipelopori oleh mantan anggota PETA, Heiho, Gyugun,
Seinendan, Keibodan, bekas KNIL dan tokoh-tokoh masyarakat serta para
intelektual.
Di
lain pihak, pembentukan pasukan laskar pemuda tidak terkendali. Berbagai
kelompok yang mendirikan kelaskaran juga berhasil merebut persenjataan dari
tentara Jepang. Usaha perampasan senjata ini menimbulkan pecahnya pertempuran
di beberapa tempat. Dalam kasus lain, beberapa komandan pasukan Jepang yang
bersimpati kepad Republik Indonesia secara sukarela menyerahkan persenjataan
mereka.
Perebutan
senjata secar besar-besaran dri tentara Jepang yang terjadi di berbgai kota di
Indonesia dimulai sekitar khir bulan September 1945. Hal ini membuhkan reaksi
yang berbeda beda dari pimpinan Jepang. Panglima Tentara Jepang di Jawa Barat,
Mayor Jenderal Mbuchi, bertindak sebagaimana yang digriskan oleh pimpinan
Angkatan Darat Jepang (Rykugun),
yaitu menolak Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia.
Dengan
muslihatnya, pada 9 Oktober 1945, dia menangkap pimpinan pemud dan
mempermalukannya dengn membawa mereka keliling kota dalam tank-tank Jepang.
Tanggal 10 Oktober 1945, Mabuchi memerintahkan untuk melakukan rzia dan menyita
kembali semua senjata yang dimiliki oleh rakyat Indonesia. Ketika beberapa hari
kemudian Brigadir Jenderal MacDonald memimpin Brigade 27 (Brigade Gurkha) masuk
ke Bandung, keadaan di dalam kota telah tenang kembali, berkat tindakan
Mabuchi.
Menghadapi
perkembangan situasi yang dihadapi, pimpinan Republik melihat perlu adanya
tentara reguler dengan garis komando
yang jelas dan terkendali. Presiden Soekarno kemudian menugaskan mantan mayor
KNIL, Urip Sumoharjo, menyusun konsep tentara reguler tersebut. Pada 5 Oktober
1945, Presiden Soekarno mengumumkan berdirinya TKR ( Tentara Kemanan Rakyat).
Nama
Tentara Keamanan Rakyat kemudian berubah menjadi Tentara Keselamatan Rakyat dan
pada tanggal 7 Januari 1946 diganti menjadi TRI (Tentara Rakyat Indonesia)
hingga akhirnya tanggal 3 Juli 1947 menjadi TNI (Tentara Nasional Indonesia)
hingga sekarang.
KEABSAHAN
PROKLAMASI 17 AGUSTUS 1945
Pada
17 Agustus 1945, di masa vacuum of power
tersebut, pemimpin bangsa Indonesia menyatakan kemerdekaan Indonesia. Pada 18
Agustus 1945, Soekarno-Hatta diangkat menjadi Presiden dan Wakil Presiden dan 2
September 1945, dibentuk Kabinet Pemerintah Republik Indonesia. Dengan
demikian, 3 syarat pembentukan suatu negara sesuai Konvensi Montevideo telah
terpenuhi, yaitu:
1.
Adanya wilayah tertentu
2.
Adanya penduduk permanen, dan
3.
Adanya pemerintahan
Batas
wilayah Republik Indonesia, sesuai Uti
possidetis Juris, adalah seluruh wilayah bekas Nederlands-Indie. Pernyataan
kemerdekaan Bangsa Indonesia ini juga sesuai dengan pernyataan Prsiden
Amerika Serikat Woodrow Wilson, mengenai hak setiap bangsa untuk menentukan
nasib sendiri (Rights for
self-determination of peoples). Hal yang disampaikannya pada 18 Januari
1918.
Pernyataan
yang sama mengenai hak bangsa-bangsa menentukan nasib sendiri, disampaikan pula
oleh Presiden Amerika Serikat Franklin D. Roosevelt dan Perdana Menteri
Inggris, Churchill, yang dikumandangkan dalam Atlantic Charter (Piagam Atlantik) pada 14 Februari 1941.
Pernyataan ini juga mendapat dukungan moral dari Ratu Belanda Wilhelmina,
sebagaimana dinyatakannya dalam pidato radio di pengasingannya (eksil) di
London pad 7 Desember 1942, bertepatan pula dengan satu tahun penyerangan
Jepang atas Pearl Harbor.
Presiden
Franklin (kiri) dan Perdana Menteri Winston Churchill di dek kapal HMS Prince
of Wales selama berlangsungnya Atlantic Charter
Pada
dasarnya, satu negara baru tidak memerlukan landasan hukum apapun dan pengakuan
dari siapapun baik penjajah ataupun negara lain, untuk berdiri sepanjang negara
baru tersebut sanggup mempertahankan diri.
Hal
ini telah dijalankan oleh United States America dan Belanda sendiri yang
menyatakan kemerdekaan dari Spanyol. RRC dan Vietnam adalah contoh lain dari
kasus yang sama.
Pengakuan
dari negara lain dianggap tidak akan ada gunanya apabila negara baru tersebut
tidak sanggup mempertahankan kemerdekaannya sendiri. Hal tersebut terjadi pada
negara Biafra yang menyatakan kemerdekaannya dari Nigeria tahun 1967, namun
kemudian diserang kembali oleh Nigeria. Hanya berumur 3 tahun Negara itu pun
lenyap dari catatan sejarah.
Selain
itu, pengkuan dari seluruh dunia juga tidak bisa menghentikan agresi militer
dari suatu negara atau koalisi negara, sebagaimana dialami oleh Panama ketika
tentara Amerika Serikat menyerangnya untuk menangkap presiden Panama yang
dituduh sebagai gembong narkoba dan Irak yang diserang oleh Amerika Serikat
beserta sekutunya untuk menangkap Presiden Saddam Hussein.
0 Comments: