JEPANG MENYERAH KEPADA SEKUTU
Melihat
luasnya wilayah yang harus dipertahankan serta terbatasnya jumlah pasukan, mereka
kemudian melatih rakyat setempat guna membantu pertahanan mereka.
Pada
bulan Oktober 1943, dibentuk pasukan yang dinamakan Pembela Tanah Air (PETA) DI
Jawa. Sebelumnya, di bulan September 1943, Jepang membentuk Gyugun di Sumatera.
Hingga di bulan November 1944 tercatat kekuatan PETA di Jawa sebanyak 33.000
orang dan Bali 1.500 orang. Sementara itu, di Sumatera telah dilatih sebanyak
6.000 Gyugun.
Dengan
semakin terdesaknya Jepang dalam perang menghadapi Sekutu, banyak pemuda yang
telah dilatih, selanjutnya dipaksa ikut masuk pertempuran, termasuk sekitar
2.000 Gyugun asal Sumatera Utara yang dibawa ke Morotai (Halmahera Utara) untuk
bertempur melawan tentara Sekutu.
Tahun
1945, seluruh kekuatan PETA mencapai 66 batalyon di Jawa dan 3 batalyon di
Bali. Selain itu masih terdapat sekitar 25.000 prajurit Heiho. Apabila dalam
struktur komando PETA semua perwira adalah orang Indonesia, maka dalam Heiho
seluruh perwiranya adalah orang Jepang.
Demi
melumpuhkan kekuatan Jepang, tanggal 6 Agustus 1945 Amerika Serikat menjatuhkan
bom atom di kota Hiroshima yang menewaskan sekitar 70.000-80.000 jiwa serta
melukai sekitar 70.000 orang.
3
hari kemudian, pada 9 Agustus 1945, pesawat pembom Amerika Serikat kembali
menjatuhkan bom atom keduanya di kota Nagasaki yang menewaskan antara 35.000
sampai 40.000 serta melukai sejumlah besar penduduk. Amerika Serikat kemudian
mengancam Pemerintah Jepang, bahwa bom atom ketiga akan dijatuhkan di atas
Ibukota Jepang, Tokyo.
Selanjutnya,
pada 14 Agustus 1945, tercapai kesepakatan antara pihak Sekutu dengan
Pemerintah Jepang mengenai tata cara penyerahan Jepang. Di saat bersamaan,
Kaisar Jepang Hirohito mengeluarkan perintah secara sepihak agar tentara Jepang
segera menghentikan pertempuran. Jepang pun menyerah tanpa syarat.
Kapitulasi
Jepang secara resmi ditandatangani tanggal 2 September 1945, pukul 09:04, di
atas kapal perang AS Missouri di teluk Tokyo. Dari pihak Sekutu, Jenderal
Douglas MacArthur sebagai Supreme
Commander for the Allied Powers bertindak mewakili tentara Sekutu; Admiral
C.W. Nimitz, bertindak mewakili Pemerintah Amerik Serikat.
Serah
terima dari tentar Jepang di Asia Tenggara dilakukan di Singapura, pada 12
September 1945, pukul 03:41 GMT. Admiral Lord Louis Mountbatten, Supreme Commander South East Asia Command bertindak
mewakili Sekutu, sedangkan Jepang diwakili oleh Letnan Jenderal Seishiro
Itagaki, yang mewakili Marsekal Hisaichi Terauchi, Panglima Tertinggi
Balatentara Kekaisaran Jepang untuk Wilayah Selatan.
Ada
tiga hal yang dapat dipetik sebagai hikmah dari zaman penjajahan Jepang.
Pertama, zaman pendudukan Jepang dinilai sebagai zaman penderitaan lahiriah dan
bathiniah, karena tentara Jepang menggunakan kekerasan yang sangat
menyengsarakan rakyat. Akan tetapi, justru tindakan tentara Jepang itu yang
telah menumbuhkan rasa senasib-sepenanggungan dan semangat untuk merdeka, yang
tak dapat dibendung lagi.
Kedua,
mempercepat proses pematangan dan pemantapan berpolitik bagi para pemimpin
perjuangan kemerdekaan Indonesia. Juga, memberi kesempatan kepada ribuan orang
Indonesia yang menggantikan posisi Belanda di bidang pemerintahan daerah.
Dan
ketiga, walaupun sebenarnya untuk tujuan perang dan memantapkan kekuasaan
Jepang, pembentukan PETA, Heiho dan Gyugun, serta pendidikan militer maupun
semi-militer bagi Seinendan, Keibodan dan lain-lain dalam jumlah besar,
memungkinkan dibentuknya berbagai satuan pasukan dalam waktu singkat dan kelak
menjadi cikal bakal Tentara Nasional Indonesia, sehingga ketika Belanda dengan
dukungan Inggris dan Australia, berhasrat untuk berkuasa kembali di wilayah
bekas India-Belanda, Indonesia mampu melakukan perlawanan. Sejarah mencatat,
sampai ditandatanganinya Konferensi Meja Bundar di Den Hag pada bulan November
1949, tentara Belanda ytidk dpat mengalahkan Tentara Nasional Indonesia.
0 Comments: