BELANDA MENYERAH KEPADA JEPANG
Di
tengah berkecamuknya perang di Eropa sejak tahun 1939, pada 7 Desember 1941,
Jepang mulai melancarkan agresi militer ke Asia Timur dan Asia Tenggara.
Admiral Isoruku Yamamoto, Panglima Angkatan Laut Jepang, mengembangkan strategi
perang yang sangat berani, yaitu mengerahkan seluruh kekuatan armada di bawah
komandonya untuk dua operasi besar. Dalam ekspedisi ini seluruh potensi
Angkatan Laut Jepang dikerahkan, yaitu mencakup 6 kapal induk, 10 kapal perang
besar, 18 kapal penjelajah berat, 20
kapal penjelajah ringan, 4 kapal pengangkut perlengkapan, 112 kapal perusak (destroyer), 65 kapal selam serta 2.274
pesawat tempur.
Kekuatan
pertama, yaitu 6 kapal induk, 2 kapal perang, 11 kapal perusak serta lebih dari
1.400 pesawat tempur menyerang basis Armada Pasifik Amerika Serikat di Pearl
Harbor, kepulauian Hawaii secara mendadak pda tanggal 7 Desember 1941. Admiral
Chuichi Nagumo dipercayakan memimpin armada tersebut. Sebanyak 353 pesawat
tempur dan pesawat pembawa torpedo diberangkatkan dalam dua gelombang.
Sebelumnya, 31 kapal selam kelas Midget
telah diberangkatkan menuju Pearl Harbor dan telah siap menunggu komando untuk
penyerangan. Serangan mendadak tersebut mengakibatkan kerugian yang sangat
besar di pihak Amerika.
Sedangkan
kekuatan kedua, sisa kekuatan Angkatan Laut yang mereka miliki, mendukung
Angkatan Darat dalam Operasi Selatan, dalam penyerangan ke wilayah Filipina dan
Malaya termasuk Singapura yang akan dilanjutkan ke Jawa. Kekuatan yang
dikerahkan ke Asia Tenggara adalah 11 Divisi Infantri yang didukung oleh 7
resimen tank serta 795 pesawat tempur. Seluruh operasi direncanakan selesai
dalam 150 hari.
Menghadapi
ncaman Jepang, pada bulan Januari 1942 Sekutu membentuk ABDACOM (America, British, Dutch, Australian Command),
yang kerjasamanya di Indonesia masih eksis sampai sekarang.
Melihat
serbuan balatentara Dai Nippon yang nyaris tak terbendung, Gubernur Jenderal
Belanda ke 64 dan yang terakhir, Tjarda van Starckenborgh-Stachouwer menugaskan
gubernur Jawa Timur Charles Olke van der plas, untuk membangun jaringan bawah
tanah guna melawan pendudukan tentara Jepang.
Tanggal
11 Januari 1942, Jepang menyatakan perang terhadap Belanda. Kekuasaan Jepang di
India-Belanda diawali dengan pendaratan tentara mereka di Tarakan pada tnggal
11 Jnuri 1942. Pd 16 Februari, secara berturut-turut Jepang menyerang ambon,
Makassar dan Banjarmasin. Kemudian Bli berhasil diduduki pada tanggal 18
Februari dan tanggal 24 Februari tentara Jepang telah menguasai Timor, seiring
dengan penyerbuan ke Singapura, tanggal 13 Februari Jepang menerjunkan pasukan
payung di Palembang. Dalam waktu 3 hari, mereka berhasil menguasai wilayah ini.
Setelah
hampir seluruh wilayah India-Belanda jatuh ke tangan tentara Jepang, sasaran
terakhir dan terpenting adalah Pulau Jawa di mana pusat Pemerintahan
India-Belanda dan pusat opersi militer Sekutu, ABDACOM berada. Dalam rangka
pendaratan tentara Jepang di Jawa, penyerbuan diawali dengan pertempuran di Laut
Jawa pada 27 Februari dan di Selat Sunda pada 28 Februari 1942. Direncanakan,
pendaratan dilakukan di Teluk Banten, Eretan Wetan (dekat Cirebon), dan di
Kragan (dekat pelabuhan Rembang).
27
Februari 1942, dalam pertempuran di Laut Jawa (The Battle of Java Sea) yang berlangsung selama tujuh jam, kekuatan
armda laut Sekutu berhasil dilumpuhkan. Mereka harus kehilangan lima kapal
perangnya, sementara armada Jepang hanya menderita kerusakan kecil dan akhirnya
pda 1 Maret 1942 pukul 02:00, kapal-kapal pengangkut tentara Jepang berlabuh di
Teluk Banten sesuai jadwal. Menjelang subuh, Panglima Tentara ke-16 Letnan
Jenderal Hitoshi Imamura telah mendirikan Pos Komando di Ragas, 3 km utara
Bojonegara. Sore harinya dia memindahkan Pos Komandonya ke Serang, tempat ia
bermarkas sampai tanggal 7 Maret 1942.
Di
tanggal 7 Maret 1942, Batavia telah jatuh ke tangan tentara Jepang. Dengan
demikian, hanya dalam waktu satu minggu dan nyaris tanpa perlawanan yang
berarti tentara Jepang berhasil menguasai seluruh kota-kota besar di Jawa.
Dibawah
ncaman pemusnahan total oleh armada Jepang, akhirnya pada 9 Maret 1942 di
Pangkalan Udara Kalijati, Letnan Jenderal Hein ter Poorten, Panglima Tertinggi
Tentara India Belanda yang bertindak mewakili Gubernur Jenderal menandatangani
dokumen pernyataan menyerah tanpa syarat. Maka, bukan saja de facto, melainkan
juga de jure, seluruh wilayah bekas India-Belanda berda di bawah kekuasaan dan
dministrasi Jepang. Dan pada hari itu juga Jenderal Hein ter Poorten
memerintahkan kepada seluruh tentara India-Belanda untuk menyerahkan diri
kepada balatentara Kekaisaran Jepang.
Menyerahkan
Belanda terhadap Jepang yang nyaris tanpa perlawanan sama sekali, dengan
sendirinya menghancurkan citra superior yang selama ratusan tahun
dibanggakannya. Bangsa Belanda (termasuk Eropa pada umumnya) yang konon tidak
terklahkan kini bersimpuh dan mengangkat tangan kepada tentara Jepang yang ada
di mata mereka tergolong ras rendahan.
Sang
penguasa yang telah ratusan tahun menikmati dan menguras bumi Nusantara serta
menindas penduduknya, kini menyerahkan jajahannya ke tangan penguasa lain. Di
atassecarik kertas, Belanda telah melepaskan segala hak dan legitimasinya atas
wilayah dan penduduk yang dikuasainya kepada penjajah baru, yang ternyata tidak
kalah kejam dan rakus. Oleh karena itu, tanggal 9 Maret 1942 sesungguhnya dapat
pula ditetapkan sebagai tanggal berakhirnya penjajahan Belanda di Bumi
Nusantara.
0 Comments: