KOLONISASI EROPA

October 05, 2022 0 Comments

 


Kedatangan bangsa-bangsa Eropa ke Nusantara bisa dipastikan bukan hanya untuk kepentingan perdagangan, terutama rempah-rempah, yang harganya di Eropa mencapai ratusan kali lipat dari harga beli di Nusantara. Sejak awal mereka telah berniat melakukan penjajahan atas Nusantara.

Sejak awal ekspedisi ke seluruh daratan dunia, negara-negara Eropa saling bersaing memperebutkan tanah baru untuk memonopoli perdagangan. Aksi sabotase, perampokan dan kontak senjata terus berlangsung di antara mereka. Menghadapi kekacauan dan konflik yang berlarut-larut, mereka akhirnya memilih jalur perundingan.

Pada abad ke-15, dua negara Katolik yaitu Portugal dan Spanyol terlibat konflik dan saling memperebutkan wilayah-wilayah di luar Eropa. Untuk menghindari konflik berkelanjutan di antara kedua negara Katolik tersebut, Paus Alexander VI kemudian memfasilitasi perundingan di Tordesillas Spanyol kelak bernama Perjanjian Tordesillas, pada tanggal 7 Juni 1494. Isinya adalah membagi wilayah di dunia menjadi dua bagian, yaitu separuh untuk Spanyol dan separuh lagi untuk Portugal.

                            Lembar halaman depan Perjanjian Tordesillas atu Treaty of Tordesillas

Namun, perjanjian ini tidak bisa menghindarkan mereka dari ancaman negara lain. Belnda dan Inggris yang tidak terikat dengan perjanjian tersebut merangsek memasuki wilayah-wilayah yang telah dibagi antara Portugal dan Spanyol. Konflik semakin memanas ketika Prancis, Italia dan Belgia ikut terjun merebut tanah jajahan baru.

Negara-negara tersebut bukan hanya memperebutkan dan memperjualbelikan wilayah yang mereka kuasai. Mereka juga memperjualbelikan manusia, yang lazim disebut sebagai perbudakan. Sejak abad 18, praktik jual-beli dan tukar guling jajahan dan perbudakan sangat marak. Bahkan di msa itu Belanda termasuk negar terbesar dalam perdagangan budak.

Di wilayah jajahannya, India-Belanda pemberlakuan undang-undang perbudakan dilakukan antara tahun 1640-1862. Undang-undang perbudakan ini kemudian dihapus oleh Inggris ketika berkuasa antara tahun 1811-1816. Namun diberlakukan kembli ketika jajahan tersebut “dikembalikan” kepada Belanda.

Belanda dan Inggris kemudian sepakat pula untuk melakukan “tukar guling” atas Singapura dan Bengkulu. Dalam Trakat London, tanggal 17 Maret 1824, Belanda melepaskan seluruh haknya atas Singapura kepada Inggris. Sebagai gantinya, Belanda memperoleh wilayah Bengkulu. Selain itu, Inggris dan Belanda beberapa kali mengadakan perundingan bilateral untuk membagi kekuasaan di Irian dan Kalimantan. Belanda dan Portugal juga sepakat untuk membagi dua kekuasaan di Pulau Timor.

Dalam persaingan dan perebutan wilayah kekuasaan di Asia Tenggara yang berlangsung selama berabad-abad, akhirnya Belanda berhasil mengungguli Inggris, Spanyol, Portugal dan Prancis, Belanda berhasil menguasai sebagian besar kerajaan-kerajaan di Nusantara. Sedangkan Inggirs tetap berkuasa di Malaya (Malaysia) dan di East New Guinea (Irian Timur); Spanyol di Filipina, Prancis di Indocina dan untuk Portugal hanya tersisa Timur-Timur (Timur Leste), Goa di India dan Macau.

Sementara itu untuk wilayah Afrika, pada 15 November 1884 – 26 Februari 1885 diadakan konferensi di Berlin yang kemudian dikenal sebagai Berliner Kongokonferenz (Konferensi Berlin mengenai Kongo). Konferensi ini membagi-bagi wilayah di Afrika untuk negara-negara Eropa. Jika melihat batas-batas negara Afrika, Irian dan Timor tampak perbedaan yang mencolok. Layaknya orang membagi-bagi kue ulang tahun kepada para tamu, penetapan batas negara-negara tersebut belakangan diketahui bukn berdasarkan etnis atau kekuasaan kerajaan sebelumnya. Melainkan dibagi-bagi berdasarkan kesepakatan di antara mereka, sehingga batas wilayah jajahan itu berupa garis lurus, karena dibagi menggunakan penggaris di atas peta.

PENJAJAHAN BELANDA

Pada abad 16, pelabuhan Banten telah dipadati oleh kantor dagang Internasional yang menjadikan Banten sebagai salah satu pusat perdagangan dunia. Belanda yang merasa tidak diterim di Banten, kemudian mendirikan kantor dagangnya di Jayakarta. Mereka mendapat izin dari Pangeran Jayakarta untuk mendirikan kantor dagangnya di wilayah kekuasaannya. Namun rupanya Belanda sudah berniat untuk menguasai wilayah itu. Hal itu diawali dengan pembangunan kantor dagangnya berupa bangunan banteng yang kokoh.

Pada 30 Mei 1619, Gubernur Jenderal Belanda Jan Pieterszoon Coen menyerang Jayakarta dan membumihanguskan kota tersebut. Oleh karena itu, tnggal 30 Mei 1619 bisa ditetapkan sebagai awal penjajahan Belanda di bumi Nusantara. Hingga awal abad 20, Belanda belum sepenuhnya menguasai seluruh wilayah Nusantara. Beberapa kerajaan yang belum dapat ditaklukkan Belanda antara lain Kesultanan Aceh,Kerajaan Batak, Kerajaan Badung dan Kerajaan Klungkung.

Pada 26 Maret 1873, Belanda menyatakan perang terhadap Kesultanan Aceh. Dengan korban dan kerugian yang sangat besar akhirnya Belanda memenangkan perang Aceh di tahun 1904, namun perlawanan rakyat Aceh terus berlangsung hingga tahun 1914. Di tempat lain, Raja Batak, Sisingamangaraja XII menyatakan perang terhadap Belanda pada 16 Februari 1878. Dalam pertempuran melawan Belanda pada 17 Juni 1907 di lereng bukit Aek Sibulbulen, di desa Si Onom Hudon Kabupaten Tapanuli Utara, Sisingamangaraja XII tewas tertembak. Dua putranya, Patuan Nagari dan Patuan Anggi, serta putrinya Lopian juga tewas dalam pertempuran tersebut. Di Pulau Dewata, Bali, Belanda juga mendapat perlawnan sengit dari dua kerajaan terakhir di Bali. Puputan Badung pada 20 September 1906 dan Puputan Klungkung, 28 April 1908 mengakhiri perlawanan kerajaan-kerajaan di Bali. Hingga pda tahun 1945, penguasaan berdasarkan “hukum rimba” yang terakhir terjadi dan seiring dengan berakhirny Perang Dunia II.

Some say he’s half man half fish, others say he’s more of a seventy/thirty split. Either way he’s a fishy bastard.

0 Comments: