KOLONISASI EROPA
Kedatangan
bangsa-bangsa Eropa ke Nusantara bisa dipastikan bukan hanya untuk kepentingan
perdagangan, terutama rempah-rempah, yang harganya di Eropa mencapai ratusan
kali lipat dari harga beli di Nusantara. Sejak awal mereka telah berniat
melakukan penjajahan atas Nusantara.
Sejak
awal ekspedisi ke seluruh daratan dunia, negara-negara Eropa saling bersaing
memperebutkan tanah baru untuk memonopoli perdagangan. Aksi sabotase,
perampokan dan kontak senjata terus berlangsung di antara mereka. Menghadapi kekacauan
dan konflik yang berlarut-larut, mereka akhirnya memilih jalur perundingan.
Pada
abad ke-15, dua negara Katolik yaitu Portugal dan Spanyol terlibat konflik dan
saling memperebutkan wilayah-wilayah di luar Eropa. Untuk menghindari konflik
berkelanjutan di antara kedua negara Katolik tersebut, Paus Alexander VI
kemudian memfasilitasi perundingan di Tordesillas Spanyol kelak bernama
Perjanjian Tordesillas, pada tanggal 7 Juni 1494. Isinya adalah membagi wilayah
di dunia menjadi dua bagian, yaitu separuh untuk Spanyol dan separuh lagi untuk
Portugal.
Namun,
perjanjian ini tidak bisa menghindarkan mereka dari ancaman negara lain. Belnda
dan Inggris yang tidak terikat dengan perjanjian tersebut merangsek memasuki
wilayah-wilayah yang telah dibagi antara Portugal dan Spanyol. Konflik semakin
memanas ketika Prancis, Italia dan Belgia ikut terjun merebut tanah jajahan
baru.
Negara-negara
tersebut bukan hanya memperebutkan dan memperjualbelikan wilayah yang mereka
kuasai. Mereka juga memperjualbelikan manusia, yang lazim disebut sebagai
perbudakan. Sejak abad 18, praktik jual-beli dan tukar guling jajahan dan
perbudakan sangat marak. Bahkan di msa itu Belanda termasuk negar terbesar
dalam perdagangan budak.
Di
wilayah jajahannya, India-Belanda pemberlakuan undang-undang perbudakan
dilakukan antara tahun 1640-1862. Undang-undang perbudakan ini kemudian dihapus
oleh Inggris ketika berkuasa antara tahun 1811-1816. Namun diberlakukan kembli
ketika jajahan tersebut “dikembalikan” kepada Belanda.
Belanda
dan Inggris kemudian sepakat pula untuk melakukan “tukar guling” atas Singapura
dan Bengkulu. Dalam Trakat London, tanggal 17 Maret 1824, Belanda melepaskan
seluruh haknya atas Singapura kepada Inggris. Sebagai gantinya, Belanda
memperoleh wilayah Bengkulu. Selain itu, Inggris dan Belanda beberapa kali
mengadakan perundingan bilateral untuk membagi kekuasaan di Irian dan
Kalimantan. Belanda dan Portugal juga sepakat untuk membagi dua kekuasaan di
Pulau Timor.
Dalam
persaingan dan perebutan wilayah kekuasaan di Asia Tenggara yang berlangsung
selama berabad-abad, akhirnya Belanda berhasil mengungguli Inggris, Spanyol,
Portugal dan Prancis, Belanda berhasil menguasai sebagian besar
kerajaan-kerajaan di Nusantara. Sedangkan Inggirs tetap berkuasa di Malaya
(Malaysia) dan di East New Guinea (Irian Timur); Spanyol di Filipina, Prancis
di Indocina dan untuk Portugal hanya tersisa Timur-Timur (Timur Leste), Goa di
India dan Macau.
Sementara
itu untuk wilayah Afrika, pada 15 November 1884 – 26 Februari 1885 diadakan
konferensi di Berlin yang kemudian dikenal sebagai Berliner Kongokonferenz
(Konferensi Berlin mengenai Kongo). Konferensi ini membagi-bagi wilayah di
Afrika untuk negara-negara Eropa. Jika melihat batas-batas negara Afrika, Irian
dan Timor tampak perbedaan yang mencolok. Layaknya orang membagi-bagi kue ulang
tahun kepada para tamu, penetapan batas negara-negara tersebut belakangan
diketahui bukn berdasarkan etnis atau kekuasaan kerajaan sebelumnya. Melainkan dibagi-bagi
berdasarkan kesepakatan di antara mereka, sehingga batas wilayah jajahan itu
berupa garis lurus, karena dibagi menggunakan penggaris di atas peta.
PENJAJAHAN
BELANDA
Pada
abad 16, pelabuhan Banten telah dipadati oleh kantor dagang Internasional yang
menjadikan Banten sebagai salah satu pusat perdagangan dunia. Belanda yang
merasa tidak diterim di Banten, kemudian mendirikan kantor dagangnya di
Jayakarta. Mereka mendapat izin dari Pangeran Jayakarta untuk mendirikan kantor
dagangnya di wilayah kekuasaannya. Namun rupanya Belanda sudah berniat untuk
menguasai wilayah itu. Hal itu diawali dengan pembangunan kantor dagangnya
berupa bangunan banteng yang kokoh.
Pada
30 Mei 1619, Gubernur Jenderal Belanda Jan Pieterszoon Coen menyerang Jayakarta
dan membumihanguskan kota tersebut. Oleh karena itu, tnggal 30 Mei 1619 bisa
ditetapkan sebagai awal penjajahan Belanda di bumi Nusantara. Hingga awal abad
20, Belanda belum sepenuhnya menguasai seluruh wilayah Nusantara. Beberapa kerajaan
yang belum dapat ditaklukkan Belanda antara lain Kesultanan Aceh,Kerajaan
Batak, Kerajaan Badung dan Kerajaan Klungkung.
Pada
26 Maret 1873, Belanda menyatakan perang terhadap Kesultanan Aceh. Dengan korban
dan kerugian yang sangat besar akhirnya Belanda memenangkan perang Aceh di
tahun 1904, namun perlawanan rakyat Aceh terus berlangsung hingga tahun 1914. Di
tempat lain, Raja Batak, Sisingamangaraja XII menyatakan perang terhadap
Belanda pada 16 Februari 1878. Dalam pertempuran melawan Belanda pada 17 Juni
1907 di lereng bukit Aek Sibulbulen, di desa Si Onom Hudon Kabupaten Tapanuli
Utara, Sisingamangaraja XII tewas tertembak. Dua putranya, Patuan Nagari dan
Patuan Anggi, serta putrinya Lopian juga tewas dalam pertempuran tersebut. Di Pulau
Dewata, Bali, Belanda juga mendapat perlawnan sengit dari dua kerajaan terakhir
di Bali. Puputan Badung pada 20 September 1906 dan Puputan Klungkung, 28 April
1908 mengakhiri perlawanan kerajaan-kerajaan di Bali. Hingga pda tahun 1945,
penguasaan berdasarkan “hukum rimba” yang terakhir terjadi dan seiring dengan
berakhirny Perang Dunia II.
0 Comments: