BUNG KARNO VS EISENHOWER
Sikap
Bung Karno yang tegas dalam politik luar negeri, membuat AS tidak nyaman.
Karena itu pula, dalam sejarah perjalanan bangsa di bawah kepemimpinan Bung
Karno, hubungan Indonesia dan AS bisa diilang tidak mesra. Pada dasarnya, Bung
Karno sendiri anti kapitalisme-liberalisme, tetapi dia juga bukan seorang
komunis. Soekarno hanyalah seorang nasionalis, bahkan ultra nasionalis.
Dalam
hubungan disharmonis antara Indonesia-Amerika Serikat, tergambar dalam
ketegangan hubungan antara Presiden Soekarno dan Presiden Dwight D. Eisenhower
(1953-1961). Suatu hari di tahun 1960, Bung Karno diundang ke Wasington. Tapi
apa yang terjadi? Sesampai di Washinngton, Eisenhower tidak menyambutnya di
lapangan terbang. Bung Karno Cuma membatin, “Baiklah.” Bahkan ketika Bung Karno
samapi di gedung putih, Einsenhower pun tidak menampakkan batang hidungnya.
Untuk itu pun, Bung Karno masih membatin, “Baiklah.”
Akan
tetapi, ketika Eisenhower membuat Bung karno menunggu di luar, di ruang tunggu,
menanti dalam waktu yang tak pasti, hati Bung Karno terbakar “keterlaluan”
gumam Bung Karno, geram. Tapi toh Bung
Karno, sebagai tamu negara, Negara Adi Kuasa, masih bisa bersabar. Meski amarah
membuncah, tetapi emosi tetap terkendali.
Menit
terus bergulir, melampaui angka yang ke-60. Itu artinnya, sudah lebih satu jam
Bung Karno menunggu di ruang tunggu, tanpa tahu kepastian kapan Presiden
Eisenhower akan datang menemui tamunya. Habis sudah kesabaran Bung Karno. Ia
bangkit dari duduk dan sendiri menghampiri kepala protokol dan berkata tajam,
“Apakah saya haru menunggu lebih lama lagi? Oleh karena, kalau harus begitu,
saya akan pergi sekarang juga!”
Kepala
bagian protokol Gedung Putih itu pucat dan memohon Bung Karno menahan barang
satu-dua menit. Sejurus kemudia, keluarlah Eisenhower. Apakah itu melegakan
hati Bung Karno? Tidak sepenuhnya.
Bung
Karno masih kecewa. Rasa kecewa itu makin dalam, ketika Eisenhower sama sekali
tidak meminta maaf. Bahkan ketika mengiringkan Bung Karno masuk ke ruang utama
Gedung Putih, tidak ada juga kata maaf dari Eisenhower kepada tamu negara dari
RI, Soekarno yang sedang memendam perasaan dongkol.
Itu
kali pertama Bung Karno merasakan “dihina” Presiden Eisenhower. Rupanya tidak
berhenti di situ. Ada peristiwa kedua yang dianggap Bung Karno merupakan
penghinaan yang lain, yaitu ketika Eisenhower berkunjung ke Manila, Filipina
dan dia menolak untuk bekunjung ke Indonesia. “Boleh dikata dia sudah berada di
tepi pagar rumahku, dia menolak mengunjungi Indonesia,” ujar Bung Karno,
seperti dituturkan kepada Cindy Adams.
Karenanya,
Eisenhower bukan “sahabat” yang baik di mata Soekarno. Dalam penuturan di
otobiografinya, Bung Karno pun secara tersirat dan tersurat menampakkan
hubungan yang tidak harmonis, antara dirinya dan Eisenhower. Contoh kecil,
manakala pembicaraan politik dan hubungan bilateral kedua negara dirasa tidak
produktif, keduanya justru ngobrol tentang film dan aktor-aktris kesayangan
masing-masing. Sebuah indikasi yang jelas, keduanya memang “tidak nyambung”.
Keduanya berada pada kutub yang berbeda dalam banyak hal.
Dalam
dua kali kunjungan Bung Karno ke Amerika di era Eisenhower. Yang tampak memang
sebuah ketimpangan. Bung Karno menawarkan persahabatan, tetapi Amerika
menjabatnya separuh niat. Ketika Bung Karno melanjutkan lawatan ke Blok Timur,
pers Amerika langsung menuding, “Lihat, Bung Karno mendekati negara komunis!”
Sejarah
juga mencatat, di bawah kepemimpinan Eisenhower, dengan Menlu dan Direktur CIA
dua “Dulles” kakak-beradik, kebijakan Amerika Serikat kepada Indonesia memang
terasa timpang. Indonesia dicap sebagai sebuah negara yang condong ke komunis.
Stigma itu diperkuat oleh laporan Direktur CIA, Allen Welsh Dulles dan Menteri
Luar Negeri AS, John Foster Dulles kepada Eisenhower. Dua petinggi Amerika
kakak-beradik itu pula yang secara langsung paling bertanggung jawab atas
dukungan terhadap aksi pemberontakan di tanah Air. Atas kebijakan kedua Dulles
itu pula, Amerika Serikat mendukung aksi makar PRRI/Permesta dan berbagai aksi
pemberontakan di Tanah Air dengan tujuan menggulingkan Soekarno.
Bung
Karno tahu betul taktik licik Amerika Serikat. Terlebih setelah penerbangan
CIA, Allen Pope berhasil ditembak jatuh. Dialah penerbang Amerika yang ikut
menyerang sejumlah instalasi vital di Tanah Air. Pope adalah warga negara
Amerika, menerbangkan pesawat tempur Amerika, berangkat dari pangkalan militer
Amerika di Filipina, dengan tujuan membantu PRRI/Permesta.
0 Comments: