KEMESRAAN BUNG KARNO DAN KENNEDY
Berikut
sederet foto, sejumput kenangan, kemesraan Bung Karno dan John F. Kenndedy. Di
mata Soekarno, hanya Kennedy presiden AS yang “mengerti” dan “menghormati”
Indonesia, di saat Blok Barat dan Blok Timur tebar pesona meraih simpati dari
negara-negara yang baru merdeka, termasuk Indonesia. Kepada Bung Karno di
Amerika Serikat, Kennedy berjanji akan berkunjung ke Jakarta. Sayang, pembunuh
keji telah memupus nyawa Kennedy, memupus sejaarah hadirnya Kennedy di
Indonesia.
Sedikit
mengilas balik hubungan Soekarno-Kennedy, makin intens karena di antara
keduanya memang terjalin komunikasi yang intens dan positif. Bahkan, Kennedy
menilai Soekarno bukan sebagai seorang “kiri” seperti dituduhkan presiden AS
sebelumya.
Kennedy
menilai Soekarno seorang nasionalis dan dunia memerlukan kekuatan nasionalis.
Karena itu pula, Kennedy tampak mendukung semua kebijakan Bung Karno, termasuk
dengan proyek non blok yang digalang Bung Karno dan mendapat dukungan
negara-negara Asia dan Afrika.
Puncak
dukungan AS terjadi pada KTT Non Blok tahun 1961 di Beograd, Yugoslavia. Pada
akhir konferensi, KTT mengutus dua tokoh untuk menghubungi pemimpin dua negara
adikuasa. Nehru, Perdana Menteri India diutus menemui pimpinan Rusia, Nikita
Kruschev, sedangkan Soekarno, diutus KTT menemui J.F. Kennedy, presiden AS.
Alkisah,
sebulan setelah pulang dari Beograd, Bung Karno kembali menyiapkan lawatan ke
AS, demi memenuhi tugas KTT Non Blok, untuk menjumpai Kennedy dan menyampaikan
hasil-hasil KTT. Tujuannya jelas, baik Nehru maupun Bung Karno adalah ingin
mendapatkan “pengertian” dari Blok Barat dan Timur, bahwa di luar kedua blok
dengan ideologi yang salinng bertentangan itu, terdapat satu kutub: Non Blok.
Ajudan
bung Karno, Bambang Widjanarko menuturkan, kunjungan Bung Karno ke AS berjalan
sangat mulus. Ia diterima di White House dengan sanagt terhormat. Kedua tokoh
yang baru pertama kali bertemu itu, tampak langsung terlibat pembicaraan dalam
suasana yang hangat dan akrab. Tak ayal, tujuan mendapatkan pengertian dari
Kennedy, tak sulit buat didapat.
Singkatnya,
Kennedy memahami benar semua hal yang disampaikan Bung Karno, terkait
hasil-hasil KTT Non Blok di Beograd. Kennedy disebut-sebut Bung Karno sebagai
seorang demokrat progresif. Karena itu pula Kennedy dapat menerima penjelasan
Bung Karno dengan baik.
Di
luar soal penjelasan hasil-hasil KTT Non Blok, ternyata Bung Karno juga
melakukan apa yang diistilahkan “sambil menyelam minum air”. Dikisahkan,
pembicaraan tentang KTT Non Blok disebut-sebut hanya seperempat bagian dari
keseluruhan waktu pertemuan keduanya. Adapun tiga per empat lainnya, justru
dimanfaatkan Bung Karno untuk kepentingan Indonesia.
Satu
hal yang ketika itu coba di endorse Bung Karno adalah soal Irian Barat. Bung
Karno menghendaki agar AS menekan Belanda. Secara prinsip,Bung Karno
mendapatkan komitmen Kennedy, bahwa Irian barat harus kembali ke pangkuan RI.
Kennedy menyetujui pendapat dan penjelasan Bung Karno dan menjanjikan akan
berusaha ke arah tercapainya hal tersebut (kembalinya Irian Barat ke RI).
Hari-hari
lawatan Bung Karno ke AS tahun 1961, sangat berbeda dengan nuansa kunjungan
Bung Karno yang pertama ke AS tahun 1956 dan yang kedua tahun 1960, di masa
kepemimpinan Presiden Dwight Eisenhower. Eisenhower terbilang angkuh dan
memandang sebelah mata Bung Karno. Bahkan, Eisenhower mencurigai Soekarno
sebagai “pro komunis”.
Sebaliknya,
kunjungan Bung Karno tahun 1961 sangat memuaskan. AS dipimpin J.F. Kennedy dari
Partai Demokrat, menggantikan Eisenhower dari Republik. Kebijakan politik
Kennedy juga dinilai sangat bersahabat.
Karena
itu pula, spontan Bung Karno mengundang Kennedy menjadi tamu pemerintah dan
rakyat Indonesia. Atas undangan itu, Kennedy pun sudah menyatakan setuju.
Waktunya, ditentukan kemudian.
Bung
Karno begitu “jatuh hati” pada Kennedy yang bersahabat. Karenanya, sekembali
dari lawatan ke AS, Bung Karno langsung memerintahkan sekretariat negara untuk
membuat rencana pembangunan Guest house di dalam komplek Istana Jakarta.
Arsitek
Darsono merupakan tangan kanan Bung Karno dalam perencanaan dan pembangunan
Guest House itu. Bung Karno menyatakan secara terang-terangan keinginannya agar
Presiden Kennedy menjadi tamu pertama yang menginap di Guest House Istana
tersebut. Sebab, memang untuk dan karena Kennedy lah bangunan Guest House itu
dibangun. Rupanya, Tuhan menghendaki lain. Belum sempat Kennedy berkunjung ke
Indonesia, belum sempat ia menginap di Guest House yang dipersiapkan untuknya,
ia terbunuh di Dallas, Texas, pada 22 November 1963, oleh seorang pembunuh yang
bernama Lee harvey Oswald. Namun hingga kini, misteri pembunuhan Kennedy masih
tebal menyelimuti. Tak heran bila yang berkembang adalah beberapa versi.
Cerita
selanjutnya pun menjadi berbelok arah. Presiden Lindon B. Johnson pengganti
Kennedy, memiliki pandangan dan strategi politik yang berlainan dengan Kennedy,
meskipun keduanya berasal dari latar belakang politik yang sama, Partai
Demokrat. Perbedaan pandangan dan sikap itu termasuk dalam soal Irian Barat, di
mana Johnson justru lebih memihak Belanda. Inilah yang membuat Bung Karno
gusar.
0 Comments: