NYARIS DIBANTAI NICA, BUNG KARNO DISELAMATKAN TENTARA INDIA
Pasca
proklamasi, suasana Ibukota dari hari ke hari, minggu ke minggu, bulan ke bulan
terasa kian genting. Keterpurukan Jepang dari Sekutu, serta belom adanya
perintah menyerah dari Kaisar, membuat serdadu Jepang yang ada di Indonesia
frustasi. Dalam situasi seperti itu, Sekutu kembali mendarat di Bumi Pertiwi,
hendak mengoyak-ngoyak kemerdekaan yang sudah diproklamirkan Bung Karno dan
Bung Hatta, atas nama rakyat Indonesia, pada 17 Agustus 1945.
Syahdan,
sebelum Bung Karno dan Bung Hatta akhirnya memutuskan hijrah ke Yogyakarta
tahun 1946, sebelumnya telah dipicu oleh sebuah peristiwa upaya pembantaian
terhadap Bung Karno oleh para tentara Sekutu gabungan di Jl. Kramat, Jakarta
Pusat. Seperti pada serpihan sejarah yang lain, bahwa tekad Belanda setelah
mendarat kembali ke bumi Indonesia dengan membonceng Sekutu, adalah meringkus Bung Karno, hidup atau mati.
Peristiwa
bermula ketika pada suatu hari, Bung Karno hendak mengunjungi dokter
pribadinya, dr. R. Soeharto yang beralamat di Jl. Kramat 128, jakarta Pusat.
Apa lacur, ketika hendak mencapai tujuan, sekelompok tentara Sekutu mencegat
mobil Oldsmobile yang membawa Bung Karno. Mereka langsung mengepung dan
mengarahkan senapan berbayonet ke arah mobil Soekarno. Senapan itu telah
dikokang sebelumnya. Itu berarti, peluru setiap saat bisa dimuntahkan guna
membinasakan proklamator kita.
Peristiwa
itu, sontak menggegerkan masyarakat di sekitar Kramat yang melihatnya. Kabar
tersebar begitu cepat, laksana tertiup angin. Salah satu menerima kabar adalah
Tabib Sher seorang tabib asal asal India yang membuka praktik di Jl. Senen
Raya, tak jauh dari Jl. Kramat Raya. Kebetulan, saat kabar diterima oleh dia,
di situ tengah berkumpul para serdadu Sekutu yang beretnis India muslim.
Tabib
Sher yang memang pro-kemerdekaan Indoneai dan juga pendukung Soekarno, kontan
mengajak para serdadu Sekutu India Muslim dan sejumlah pejuang, menuju TKP.
Moral ajakan Tabib Sher cukup jelas, yakni meminta bantuan para serdadu Sekutu
keturunan India muslim, untuk mencegah rekan tentara Sekutu yang sedang
mengancam nyawa Soekarno.
Maka
yang terjadi adalah sebuah pemandangan sengit, ketika tentara Sekutu India
Muslim menodongkan senapannya ke arah rekan tentara Sekutu gabungan Inggris dan
Belanda. Tentara Sekutu Belanda dan Inggris diperintahkan meletakkan senapan
dan mengangkat tangan. Perang mulut tak terhindarkan di antara sesama pasukan
Sekutu tetapi beda kewarganegaraan. Sekutu Belanda-Inggris semula bersikukuh
hendak menghabisi, setidaknya merangsek, menangkap Bung Karno sebagai “musuh
nomor satu”.
Akan
tetapi, tentara Sekutu etnis India Muslim mengokang senapan dan siap berbaku
tembak. Ciut nyali serdadu Belanda-Inggris, dan
mereka mundur teratur sambil
melontarkan sumpah serapah. Mundurnya tentara Sekutu Belanda-Inggris tadi,
diikuti gerakan serdadu Muslim dengan tetap menodongkan senapannya agar
menjauh...makin jauh...makin jauh dari posisi mobil berisi Bung Karno.
Dr.
Soeharto yang menyaksikan dari depan rumahnya, segera menghambur menjemput Soekarno
dari dalam mobil, manakala dilihat tentara Nica mundur teratur. Bung Karno
segera keluar mobil dan menuju rumah dr. Soeharto yang tak jauh dari lokasi
kejadian. Setelah situasi mereda, diketahuilah, bahwa tentara-tentara Nica yang
jengkel dan kecewa karena digagalkan merengsek Soekarno, melampiaskan amarahnya
pada mobil Bung karno. Kaca dipecah, ban ditusuk bayonet, body dibuat penyok
dan amukan-amukan lain tertuju pada mobil tak berdosa.
Adalah
Tabib Sher pula yang kemudian menderek mobil Bung Karno yang dirusak tentara
Sekutu Belanda-Inggris tadi, memperbaikinya dan menyerahkan kembali kepada Bung
Karno melalui dr. Darmasetiawan yang waktu itu menjabat Sekjen kementerian
Penerangan dan berkantor di Jl. Cilacap, Menteng, Jakarta Pusat. Begitulah seorang
tabib berkebangsaan India yang dengan berani bersikap mendukung Indonesia
merdeka. Mendukung Soekarno-Hatta sebagai Presiden dan Wakil Presiden.
Sementara
itu, mobil yang dirusak diperbaiki atas tanggungan Tabib Sher dan saat mobil
diperbaiki, Bung Karno sendiri dikabarkan sudah berada di Yogyakarta. Benar,
Bung Karno beserta keluarga dan sejumlah pengikut maupun elite negeri hijrah ke
Yogyakarta naik kereta api luar biasa. Tak lama sesampai di yogya,
dimaklumatkan bahwa ibukota pemerintahan Republik Indonesia dipindah dari
Jakarta ke Yogyakarta. Jakarta benar-benar sudah tidak aman buat Bung Karno dan
para pejabat negara.
Contoh
kasus seperti Bung Karno diadang tentara Sekutu, bisa terjadi terhadap pejabat
mana pun. Sebab, dalam praktik memupus proklamasi, mereka melakukan
tindakan-tindakan yang tidak nalar. Mereka menangkap orang sembarangan,
menembak orng serampangan, menahan orang dengan ngawur, bahkan menggeledah
rumah orang semau-mau mereka. Setiap hari pasti terjadi insiden di jalanan
ibukota. Tentara Sekutu menggeledah penumpang bus, menahan orang di pasar,
menembak orang yang sedang berjalan kaki dan berbagai insiden lain yang semua
itu bertujuan mengendorkan spirit rakyat yang tengah dilanda euforia
kemerdekaan.
0 Comments: