MENAPAK KARIER SEBAGAI PRAJURIT

November 09, 2017 2 Comments


Setelah agak lama mengaggur, Soeharto tetap berusaha untuk prihatin dan mendekatkan diri kepada Sang Mahakuasa. Menunggu dan mencari jalan terbaik bagi kehidupannya di masa kini dan mendatang. Jawaban dan tirakat Soeharto tampak mulai terbuka saat ada pendaftaarn tentara kerajaan Hindia Belanda yang saat itu bernama KNIL (Koninlijk Nederlans-Indisch Leger). Penuh semangat Soeharto muda mendaftarkan diri dan sangat berharap bisa diterima di sana. Nantinya jalan untuk mendaftar KNIL ini tak akan pernah disesali karena membuka jalan lainnya bagi karier keprajurita Soeharto. Di KNIL sebenarnya ada dua macam pendidikan, yaitu Langverband dan Kortverband. Langverband diperuntukkan bagi lulusan sekolah lanjutan seperti Soeharto. Akhirnya, Soeharto diterima masuk sekolah militer Kortverband Gombong Jawa Tengah. Sekolah militer yang dijalaninya selama 3 tahun tersebut menjadikan Soeharto sebagai lulusan terbaik sehingga langsung ditempatkan sebagai wakil komandan regu Batalyon XIII Rampal, malang, Jawa Timur. Mulailah Soeharto menapaki diri sebagai prajurit, meskipun waktu itu masih menjadi prajurit Hindia Belanda.
Saat bertugas di Rampal, Malang, inilah Soeharto banyak mendapat teman dan cukup bahagia. Hal ini lantaran ia sekota dengan sepupu yang seringkali disebutkan sebagai adiknya, yaitu Sulardi yang tengah menempuh sekolah pertanian di kota Malang. Soeharto seringkali menghabiskan waktu liburnya dengan Sulardi, berjalan-jalan atau bahkan menonton bioskop. Teman-teman Soeharto sewaktu di Malang juga cukup banyak, dia akrab dengan Amat Sudano, Kosasih, Suwoto dan yayi Suwondo. Setelah menjadi presiden bahkan Soeharto masih ingat dengan komandan kompi dan komandan peletonnya yang asli Belanda. Penah suatu kali komandan kompinya Kapten Dryber menulis surat menanyakan kebenaran Soeharto yang saat ini menjadi Presiden RI adalah anak buahnya di KNIL. Soeharto segera memerintahkan untuk membalasnya dengan mengatakan YA tapi tak ada lagi surat berikutnya, bisa jadi surat Soeharto sampai ataukah tak sampai ke tangan Kapten Dryber.
Selain di Rampal, waktu itu Soeharto juga seringkali ditugaskan di Pantai Gresik untuk menjaga pertahanan garis Pantai Jawa. Di siilah Soeharto terserang penyakit malaria dan harus beristirahat dalam jangka waktu cukup lama. Setelah sembuh dari sakit, Soeharto ditugaskan untuk mengikuti sekolah kader di Gombong sehingga pangkatnya naik menjadi sersan. Kenaikan pangkat ini membuat Soeharto bertugas ke Bandung dan kemudian menjadi tentara cadangan AD di Cisarua Bogor-Jawa Barat. Namun, liku-liku kehidupan tampaknya belum berakhir dari langkah Soeharto muda. Saat tengah bertugas di Cisarua, terdengar kabar bahwa Belanda menyerah kepada Jepang sehinngga sekali lagi Soeharto harus meninggalkan pekerjaannya. Tanggal 8 maret 1942, tepatnya Belanda menyerah kepada Jepang dan sesaat kemudian Jepang mulai memasuki wilayah Hindia Belanda atau Indonesia.
Terbiasa menjadi seorang prajurit membuat Soeharto sempat jenuh saat harus kembali ke kampung halaman dalam keadaan terpaksa. Apalagi gaji di tangan tinggal 1 Gulden yang membuatnya harus mencari akal bersama temannya Amat Sudono kembali ke Wuryantoro. Sesampai di Wuryantoro dikabarkan Soeharto terbaring sakit karena malarianya kambuh selama 6 bulan. Di luaran terdengar kabar banyak tentara KNIL dan bentukan Belanda lainnya dikejar-kejar lalu ditangkap oleh Jepang. Di sinilah tampak kebesaran Sang Maha Pencipta, Soeharto terlindung dari penangkapan Jepang karena sedang terbaring sakit sehingga praktis tidak keluar rumah sama sekali. Rencana manusia pun tak akan dapat menjangkau takdir semacam itu. Jika Sang Maha pencipta menggariskan Soeharto harus sakit, ternyata ada hal yang lebih indah di balik sakitnya, yaitu terhindar dari penangkapan jepang.
Jepang bergerak cepat dan langsung menampakkan sifat aslinya yang ingin menguasai Indonesia. Dibentuknya berbagai lembaga pembantu pemerintahan Jepang di Nusantara. Mulai dari pasukan kaum perempuan yang diberi nama Fujin Kei, tentara PETA, kelompok kerja Romusha yang kemudian sama seperti kerja paksa zaman rodi oleh Belanda, sampai pada pengangkatan pejabat setingkat desa sampai bupati di luar kebiasaan. Tak ada lagi jabatan yang diperoleh dari keturunan, asalkan setuju dan sesuai dengan cara Jepang, diangkatlah orang tersebut untuk menjabat.
Sebelum sembuh benar dari sakit malarianya, Soeharto sudah beranjak ke kota Yogya. Untuk menambah pengetahuan, diambilnya kursus mengetik di daerah Patuk (saat ini kompleks pembuatan bakpia). Tak lama ikut kursus mengetik, Soeharto mendengar kabar bahwa Jepang membuka pendaftaran untuk dijadikan polisi atau Keibuho. Meskipun sedang dalam proses penyembuhan dari malaria, beruntung dalam tes kesehatan Soeahrto dinyatakan lulus. Kemampuannya mengikuti latihan baris-berbaris kemudian membuat opsir polisi Jepang menyarankannya untuk mendaftar ke PETA.
Terbentur oleh inginnya kembali bekerja, Soeharto masuk menjadi anggota PETA atau Pasukan Pembela Tanah Air. Awal bergabung dengan PETA, Soeharto dilatih menjadi seorang komandan peleton/Shodancho. Didikan jepang untuk tentaranya sangat keras. Di sinilah Soeahrto mengenal berbagai taktik pertahanan dan penyerangan setingkat kesatuan kecil/peleton. Tempaan disiplin ala Jepang membuat Soeahrto semakin tangguh dan memiliki keberanian sebagai seorang prajurit. Setelah dilatih, Soeharto kemudian ditugaskan di daerah Wates, Yogyakarta. Setelah itu, Soeharto juga sempat ditempatkan sebagai komandan batalyon di pantai selatan Yogyakarta, Solo dan Madiun.
Saat berkarier di PETA inilah mulai tumbuh sifat nasionalisme Soeharto dan keinginan besar untuk berjuang menegakkan Negara Indoensia. Meskipun demikian, Soeharto tidak gegabah dan memberontak langsung kepada Jepang. Diteguklah ilmu keprajuritan sebanyak-banyaknya dari Jepang seperti halnya saat Soeharto bergabung dengan KNIL dan meneguk ilmu keprajuritan dari Belanda.
Karier Soeharto di PETA semakin bagus dan segera disekolahkan menjadi Chudancho atau setingkat komandan kompi. Pemberontakan PETA di Blitar tak memengaruhi Soeharto karena memang keberadaannya jauh di Solo. Setelah lulus sekolah komandan kompi, Soeharto ditugaskan di Solo, Jakarta lalu kembali lagi ke Madiun. Kebanyakan tugas Soeharto adalah melatih pemuda-pemuda Indonesia yang masih berstatus pelajar untuk menjadi tentara Zeni atau tentara pelajar. Pengalaman hidup yang selalu berpindah dari asuhan keluarga satu ke keluarga lainnya membuat Soeharto menikmati tugasnya di PETA. Meskipun seringkali berpindah tempat dan tugas, justru menjadi bekal baginya kelak saat memimpin AD dan lanjut memimpin seluruh masyarakat Indonesia. Secara langsung Soeharto memang banyak belajar dari lingkungan, pengenalan sistem kemiliteran diperolehnya dari keanggotaan sebagai KNIL untuk Hindia Belanda, dan selanjutnya sebagai PETA untuk Jepang. Strategi militer kedua negara tersebut secara otomatis telah diketahui oleh Soeharto yang turut bergabung di dalamnya.
Saat menjadi tentara PETA, Soeharto bercerita tumbuh rasa nasionalisme dan patriotisme dalam dirinya. Jutru dalam kekejaman Jepang, rasa setia kawan dan keinginan untuk membela negara semakin besar. Soeharto mengalami propaganda Jepang yang menyatakan Asia untuk Asia dan Anti Amerika-Inggris. Awalnya mungkin hal tersebut masih bisa dipercaya, tetapi lama-kelamaan melihat perlakuan Jepang yang tak berperikemanusiaan tampak bahwa propaganda tersebut hanya untuk membela kepentingan Jepang semata. Justru hal-hal tersebut yang membuat anggota PETA menjadi tumbuh rasa untuk membela negara dan berkeinginan kuat mencapai kemerdekaan. Di PETA, Soeharto berteman akrab dengan Supio, Pranoto Wiyono dan berkenalan dengan Singgih yang kemudian terkenal dengan peristiwa Rangas Dengklok yang menculik Bung Karno agar segera menyatakan kemerdekaan Indonesia.
Kemampuan Soeharto dan pengalamannya dalam tempaan militer ala Belanda dan Jepang inilah nanti yang membuatnya bisa menyusun strategi jitu dalam mengatasi peristiwa di tahun 1965. Terlepas dari semua kontroversi yang menyatakan tindakan Soeharto berlebihan atau bahkan sebenarnya Soeharto sendiri yang merencanakan persitiwa tahun 1965 tersebut, nyatanya Soeharto mampu meredam api. Soeharto mampu merangkul semua elemen masyarakat untuk kemudian diajak membangun bangsa Indonesia dan tak perlu banyak berdebat yang justru menghambat pembangunan.


Some say he’s half man half fish, others say he’s more of a seventy/thirty split. Either way he’s a fishy bastard.

2 comments:

  1. Soeharto is the best from the best..

    ReplyDelete
    Replies
    1. yupz meski banyak kontroversi pembangunan Indonesia tidak terlepas dari peran beliau

      Delete