Masa Kecil Nelson Mandela
Rolihlahla
Mandela lahir pada tanggal 18 Juli 1918 di transkei, Afrika Selatan. Ayah
Mandela memiliki empat orang istri. Ibu Mandela yang bernama Nosekeni Fanny
adalah istri yang ketiga. Saat Mandela berumur sembilan tahun, ayahnya
meninggal dunia. Sepeninggal ayahnya, ia diasuh oleh seorang kepala suku yang
mempunyai kedudukan tinggi yang memasukkan Mandela pendidikan pada layanan sipil.
Di perguruan tinggi inilah Mandela mengembangkan posisinya sebagai seorang
nasionalis dan mulai membela hak-hak warga kulit hitam Afrika. Ia ditangkap dan
dipenjarakan selama dua puluh tujuh tahun oleh rezim apartheid. Ketika
pemerintah kulit putih Afrika Selatan diguncang dengan berbagai tekanan politik
dari dunia Internasional, saat itulah Mandela dibebaskan dari penjara.
Sekembalinya Mandela ke dunia bebas, ia mulai bekerja sama dengan pemeritah
kulit putih Afrika Selatan untuk memulai transisi kekuasaan dari yang semula
dikuasai mayoritas kulit putih ke tangan kulit hitam Afrika. Bersamaan dengan
itu, Mandela terus meningkatkan seruannya tentang anti apartheid.
Ada
sedikit cerita tentang awal kehidupan Nelson Mandela yang menunjukkan bahwa
kelak ia akan menjadi pemimpin gerakan kemerdekaan dan yang akhirnya menjadi
presiden negaranya. Ia lahir sebagai Rolihlahla Mandela di Afrika Selatan,
tepatnya di sebuah pedesaan di desa kecil Mvezo yang terletak di tepi sungai
Mbashe di provinsi Transkei. “Rolihlahla” dalam bahasa Xhosa secara harfiah
diartikan sebagai “menarik cabang pohon,” tetapi maknanya lebih sering
ditujukan pada arti “pembuat onar.”
Ayahnya
ditakdirkan untuk menjadi kepala dan selama bertahun-tahun menjabat sebagai
penasihat bagi kepala suku. Tapi selama sengketa dengan hakim kolonial
setempat, ia kehilangan gelar dan kekayaannya. Rolihlahla hanya seorang bayi
pada saat itu dan hilangnya status ke Qunu, desa yang terletak di utara dan
lebih kecil dari desa Mvezo. Desa itu terletak di sebuah lembah berumput yang
sempit. Tidak ada jalan utama yang besar, hanya jalan kaki yang menghubungkan
padang rumput di mana ternak merumput. Keluarga Mandela tinggal di sebuah gubuk
dan makanan sehari-hari keluarga itu berupa hasil tanaman panen yang ditanam juga
oleh mayoritas penduduk desa, yaitu jagung, sorgum, labu dan kacang-kacangan.
Kebutuhan air penduduk desa bersumber dari mata air dan sungai di pinggiran
desa. Keluarga Mandela dan kebanyakan penduduk desa desa Qunu mengambil air
dari mata air dan sungai tersebut untuk memasak dan kebutuhan sehari-hari.
Aktivitas memasak bagi sebagian bear penduduk desa Qunu dilakukan di luar
rumah.
Nelson
kecil memainkan permainan anak laki-laki, memerankan skenario permainan
laki-laki dengan mainan buatan sendiri dari bahan-bahan alami yang tersedia di
sekitar rumahnya, seperti cabang-cabang pohon dan tanah liat. Atas saran dari
salah satu teman ayah Rolihlahla, ia dibaptis dalam gereja Metodis dan menjadi yang pertama dalam keluarganya
untuk bersekolah. Sebagaimana kebiasaan pada waktu itu dan mungkin karena bias
dari sistem pendidikan Inggris di Afrika Selatan, gurunya mengatakan kepadanya
bahwa Rolihlahla akan diberikan nama baru depan nama Mandela, yaitu “Nelson.”
Ayah
Nelson Mandela meninggal karena penyakit paru-paru ketika Nelson berumur
sembilan tahun. Dari titik itu, hidup Nelson Mandela kecil berubah secara
dramatis. Di diadopsi oleh kepala Jongintaba Dalindyebo, seorang Bupati yang
memimpin rakyat Thembu. Tindakan adopsi ini dilakukan sebagai bentuk bantuan untuk
ayah Nelson yang pada tahun sebelumnya telah direkomdasikan Jongintaba untuk
menjadi kepala. Sepeninggal ayahnya, Nelson kecil meninggalkan kehidupannya
yang riang di Qunu dan dia takut tidak akan pernah melihat desanya lagi. Dia
bepergian dengan motorcar ke Mqhekezweni, ibukota provinsi Thembuland, ke
kerajaan kediaman kepala itu. Meskipun ia tidak pernah bisa melupakan desa Qunu
yang amat dicintainya, ia dapat dengan cepat beradaptasi dengan lingkungannya
yang baru, lingkungan yang lebih canggih di Mqhekezweni.
Mandela
diberi status dan tanggung jawab yang sama sebagai dua anak bupati lainnya,
yaitu justice sebagai anak yang tertua dan putri bupati yang bernama Nomafu.
Mandela mengambil kelas di sekolah yang bertempat di sebelah istana. Sekolah
Mandela hanya mempunyai satu ruangan. Di sekolah ini Mandela kecil dengan tekun
dan penuh antusiasme mulai belajar bahasa Inggris, Xhosa, sejarah dan geografi.
Selama periode ini mandela mengembangkan minatnya yang besar dalam sejarah
Afrika mulai dari kepala-kepala suku tua yang datang ke Great Palace dalam
rangka berbisnis.
Ia
mendengar bagaimana orang-orang Afrika telah hidup relatif penuh aman dan damai
sampai kedatangan orang kulit putih ke tanah mereka. Sebelum itu, para tetua
mengatakan, anak-anak Afrika Selatan hidup sebagai saudara. Mereka hidup dengan
tenang di tanah mereka sendiri. Tidak ada pertikaiaan maupun perselisihan yang
berarti di antara anak-anak itu. Mereka bebas bermain bersama di ladang-ladang,
sungai dan padang rumput bersama ternak-ternak mereka. Sepanjang hari anak-anak
bermain dengan merdeka. Mereka bermain bersama dengan alam, menggunakan semua
sarana bermain yang diberikan oleh alam sekitarnya.
Tetapi
kedatangan orang kulit putih menghancurkan persaudaraan ini. Pria kulit hitam
berbagi tanah, udara dan air dengan orang kulit putih, tetapi orang kulit putih
mengambil semua ini untuk dirinya sendiri.
Banyak
orang yang mengatakan bahwa Mandela adalah orang yang memang telah dipersiapkan
menjadi pemimpin sejak belia. Richard Stengel, penulis biografi yang lama
menemani Mandela di Transkei, selalu diingatkan oleh orang-orang di sekeliling
Mandela, “Anda harus ingat bahwa dia dipersiapkan untuk menjadi pemimpin.”
Ternyata
hal itu tidak sepenuhnya benar. Ada sedikit kekeliruan dalam pandangan orang-orang
di sekeliling Mandala tersebut. Seperti yang telah diuraikan sebelumnya, bahwa
ayah Mandela adalah seorang kepala yang ditunjuk. Dia bukan orang yang
mempunyai darah asli kepala suku dan pada kenyatannya Nelson tidak akan menjadi
kepala suku. Mandela tidak dalam garis langsung suksesi, disebabkan ibunya
adalah istri ketiga dari ayahnya. Jadi dia tidak benar-benar seorang kepala
seperti yang dipikirkan orang-orang, tetapi dia berasal dari keluarga yang akan
menjadi semacam aristokrat, keluarga yang termasuk dalam golongan kelas
menengah ke atas. Ketika Mandela diadopsi oleh raja dan pindah ke lingkungan
desanya, ia mampu mengamati semua hal tersebut.
Tetapi
ada semacam “kearistokratan” alami dalam diri Nelson Mandela dan bagian
mengagumkan itu muncul ketika ia melihat pada kenyataan dan pengamatannya pada
penduduk Transkei. Pribadi Mandela benar-benar sebagai aristokrat alami ketika
mengamati cara mereka berjalan, cara mereka membawa diri, seperti apa cara
mereka berpakaian dan apa yang mereka kenakan. Di satu sisi, Mandela adalah
raja yang alami. Seluruh postur tubuhnya secara luar biasa menunjukkan bakat
alaminya sebagai raja.
Apa
yang membuatnya menjadi orang besar adalah keadaan yang membuat martabatnya
tersinggung sepanjang waktu. Penindasan, pelecehan dan penghinaan yang
dilakukan kolonial kulit putih kepada kaum kulit hitam Afrika membangkitkan
nuraninya untuk melawan. Bahwa ketika ia pergi ke dunia yang lebih besar, itu
tidak cocok dengan konsepsinya tentang dirinya sendiri dan ia menyadari, “jika
saya merasa begitu sangat ditolak dan semuanya begitu sangat tidak adil bagi
saya, pikirkan bagaimana itu harus terjadi untuk semua orang Afrika, yang tidak
dapat bertahan seperti saya.” Dan itu adalah motor penggerak yang memicu jiwa
Mandela. Keadaan di Afrika lah awal mula pemicu yang menggerakkan mandela untuk
menjadi pemimpin besar di Afrika.
Mandela
memiliki sifat kepemimpinan, mengayomi, kasih sayang dan peduli terhadap
sesama. Tetapi hal itu tidak pernah benar-benar diketahui darimana sumbernya dan
apa yang sebenarnya mendorong orang untuk melakukan hal hal semacam ini.
Mandela muda pernah mengalami saat yang mengerikan dalam perjalanan hidupnya
saat ia memiliki anak-anak kecil ketika mereka berada di Soweto. Dia akan
meninggalkan anak-anaknya setiap malam atau pergi untuk jangka waktu yang lama.
Ketika Mandela akan pergi, anak anaknya selalu berkata, “Ayah kenapa tidak ada
disini. Aku merindukanmu. Aku kesepian.” Dia harus selalu mengatakan kata-kata
buruk yang tragis kepada mereka, “Nak, ada anak-anak lain di luar sana yang
kesepian dan sedih dan mereka tidak memiliki ayah yang baik. Saya juga harus
memikirkan mereka, Nak.”
Apa
yang membuat seorng pria mengatakan bahwa kepada anaknya, sebagai lawan kepada
orang lain yang mengatakan, “aku tidak bisa meninggalkan anak saya?” dan apa
yang mendorongnya merasakan itu? Hal itu adalah sedikit yang kita bicarakan dal
halnya cinta kepada sesamanya, martabatnya menjadi tersinggung. Tapi itu
lambat, proses yang lambat. Butuh waktu lama baginya untuk berevolusi dari
orang yang merasa martabatnya tersinggung, kepada seseorang yang akan
memberikan semangat kepada bangsanya yang juga merasakan ketersinggungan yang
sama dengan dirinya.
Sejumlah
orang mengatakan bahwa pada hari-hari awal periode umur 20 tahun, saat kedatangannya
di Johannesburg ke Rivonia, Mandela awalnya sedikit udik, atau ndeso adalah
salah satu kata yang sering dikatakan orang kampungan, kata seorang wanita di
Soweto. Sedangkan sebagian yang lain mengatakan bahwa sebenarnya dia itu dandy.
Mandela
memiliki keyakinan diri yang besar, tetapi dalam waktu yang sama dia juga
memiliki beberapa perasaan ketidaksamaan yang berasal dari pengalamannya ketika
masa kana-kanak dan ketika ia pertama kali pergi ke Johannesburg. Jadi ini dua
hal yang saling bekerja sama. Dia memahami betul janis-jenis bujuk rayu dan
sanjungan, karena sebenarnya dia sangat rentan terhadap sanjungan dan pujian
yang diberikan kepadanya. Ini adalah jenis rudal yang tepat mengarahnya, dengan
menyanjungnya, karena menegaskan dengan cara rasa harga diri. Jadi dia sangat
pandai menggunakannya dan melepaskan diri pada waktu yang sama.
Mandela
pernah bercerita kepada Stengel tentang asal muasal perasaan ketidakamanan
dalam dirinya. Ketika dia masih kanak-kanak di Qunu, ada toko kulit putih di perbukitan
di sekitar kota. Pada suatu hari Mandela kecil pernah datang ke sana untuk
membeli sesuatu untuk ayahnya dan dia berkata kepada Stengel, “Oh, orang kulit
putih, pemilik toko bagaikan dewa bagiku.” Dapatkah anda bayangkan Nelson
Mandela mengatakan bahwa beberapa pemilik toko orang kulit putih miskin di
Transkei seperti dewa baginya? Tapi dia berkata tulus tentang hal itu. Perasaan
ketidakamanan Mandela berasal dari masa kanak-kanak tersebut dan tidak ada
bahkan dewa sekalipun akan memiliki perasaan tidak aman jika dibesarkan dalam
situasi yang sama seperti Mandela, dimana ia diperlakukan sebagai sesuatu yang
paling rendah dan paling hina. Jadi percampuran antara harga diri dan
kepercayaan diri ini diseimbangi oleh beberapa perasaan ketidakamanan yang ada
pada diri Mandela.
0 Comments: